(Nicholas Shaw - POV)
Tidak pernah sekalipun selama lebih dari 300 tahun hidupku aku berpikir akan menemukan seseorang yang sangat berharga lebih daripada hidupku sendiri. Tapi disinilah aku sekarang, jatuh ke dalam surga sekaligus neraka terdalam yang tidak ada jalan keluarnya.
Eleanor masih tertidur saat aku kembali dari tugas pagiku, membeli bagel salmon dan cream cheese. Wajah polosnya terlihat damai di atas bantal hingga membuatku ingin kembali bergabung dengannya ke balik selimut. Aroma rambutnya, rasa kedua bibirnya, perasaan hangat saat menyentuh kulitnya, suara tawanya, setiap tetes air matanya, desahan terputusnya, setiap detik yang kulalui bersamanya rasanya masih belum cukup.
Rasanya hidupku sebelum bertemu dengannya hanya buang-buang waktu saja. Dan sekarang, aku tidak bisa membayangkan hidup tanpanya. Aku tidak ingin membayangkannya.
Tapi sayangnya hingga kini Alastair masih menjadi masalah. Selama darah Alastair masih mengalir dalam tubuh Eleanor, Ia belum menjadi milikku seutuhnya. Berani-beraninya mahkluk sepertinya menyentuh Eleanor, mengubahnya menjadi Leech, lalu mencemarinya dengan darahnya. Membunuh Alastair saja masih belum cukup untuk menebus apa yang sudah dilakukannya pada Eleanor. Tapi aku belum bisa melakukan apa-apa meskipun rasa frustrasi ini menggerogotiku setiap hari, sebelum Alastair masih ada klan sialan itu. Membunuh Alastair lalu mengubah Eleanor menjadi Volder bukan masalah besar, tapi klan itu tidak akan tinggal diam. Semua orang tahu Alastair adalah tangan kanan Dostov yang paling dipercaya.
Dostov... Apa sebaiknya aku mencoba untuk membunuhnya juga?
Pikiranku teralih ketika melihat Eleanor menggeliat dari tidurnya, selimut yang sebelumnya menutupinya hampir terjatuh dari tubuhnya. Pandanganku terpaku pada perutnya yang sudah membesar.
Aku akan menjadi ayah. Kupejamkan kedua mataku erat-erat lalu menghela nafas. Seluruh rencanaku sebelumnya menguap begitu saja dari dalam kepalaku. Sekarang ada dua orang yang harus kulindungi, bagaimana bisa aku memiliki waktu untuk berpikir tentang balas dendam?
Dengan senyum ironis aku berjalan ke sisi tempat tidur Eleanor. Kuletakkan tanganku di perutnya yang hangat lalu menunduk untuk mencium wajahnya. Kedua mata ambernya terbuka lalu Ia tersenyum padaku, "Nick." suaranya terdengar mengantuk di telingaku. Aku tersenyum lalu mengecup kepalanya sekali lagi. "Aku punya bagel." bisikku padanya.
Kedua matanya membesar saat mendengarnya lalu Eleanor bangun dari tempat tidur.
***
Hari ini seperti biasa Erik datang membawakan berkas yang harus kuselesaikan. Karena aku tidak bisa menyuruh sekretarisku, hanya Erik yang memiliki akses ke penthouse saat ini. Ia juga yang menjalankan Law Firm sementara aku menjaga Eleanor selama masa kehamilannya. Sedangkan Greg... sudah beberapa hari Ia menghilang dan aku tidak bisa menghubunginya sama sekali. Tapi ini bukan pertama kalinya Greg menghilang tanpa kabar, jadi aku tidak terlalu memikirkannya.
"Mr. Shaw, ada yang harus kulaporkan." ucap Erik sebelum Ia kembali ke kantor. Aku mengangguk padanya tapi Erik melirik ke arah Eleanor yang sedang membaca di sebelahku.
"Eleanor, aku akan mengantar Erik ke lobby sebentar." kataku sebelum berdiri dari sofa. Eleanor mendongak ke arah kami lalu tersenyum. "Apa kau bisa membelikan bagel untukku sekalian?"
"Tentu saja." balasku sambil mengecup puncak kepalanya. Biasanya 6 buah bagel sudah cukup untuk mengisi perutnya sepanjang pagi, akhir-akhir ini Eleanor kembali makan makanan manusia tapi satu-satunya makanan yang Ia makan hanya roti bagel dari kedai Julio. Ia juga masih belum bisa meminum darah selain darahku.
Aku mengikuti Erik masuk ke dalam lift lalu menoleh padanya, "Ada apa?" tanyaku tanpa basa basi.
Erik adalah salah satu butler manusia yang melayani keluarga Alice sejak lama, tapi karena satu hal dan lainnya Alice memintaku mengubahnya menjadi Leechku. Dan sekarang Ia bekerja untukku dan Alice. Pengalamannya sebagai butler dan orang kepercayaan Alice membuatnya menjadi salah satu orang kepercayaanku juga. Erik belum pernah gagal menjalankan tugasnya, Ia tidak pernah mencampuri urusan pribadiku dan tahu batasan yang tidak boleh dilangkahi sebagai Leech. Tapi saat ini Erik terlihat sedikit khawatir, salah satu hal yang tidak pernah terlihat di wajahnya sebelumnya.
"Dostov ingin bertemu denganmu."
"Katakan aku menolaknya." balasku dengan dingin.
Erik berdeham sejenak sebelum melanjutkan, "Alice juga memintamu."
Jika dibandingkan antara aku dan Alice, Erik lebih setia pada Alice walaupun aku adalah master yang mengubahnya menjadi Leech. Aku melirik ke arahnya dengan kesal, "Maksudmu Dostov dan Alice ingin menemuiku bersamaan?"
Erik hanya mengangguk. Baru beberapa hari yang lalu kami tahu Dostov dan Alice adalah saudara sedarah. Walaupun aku curiga Erik sudah mengetahuinya sejak lama tapi tidak memberitahuku. "Dimana?" tanyaku.
Pintu lift berdenting terbuka di basement. "Di rumah Alice. Aku akan mengirimkan koordinat GPSnya setelah anda mengonfirmasi kedatangan."
Pelipisku berdenyut marah saat kami keluar dari lift. Alice adalah salah satu orang yang sangat menjaga privasinya, Ia tidak pernah memberitahu siapapun dimana tempat tinggalnya. Dan aku menghormati sifatnya, mengagumi malah, kadang aku merasa sifat dingin dan berhati-hatinya sedikit mirip denganku. Tapi berusaha mempertemukanku dengan Dostov padahal Ia tahu apa yang diinginkan Dostov dariku membuatku sangat kecewa padanya. Di lain pihak aku tidak bisa menolak undangan ini juga.
"Aku akan datang." gumamku pada Erik. Kami berpisah di basement karena aku harus membelikan bagel Eleanor, sedangkan Erik kembali ke kantor melalui lobby.
***
Hujan turun saat aku berada dalam perjalanan menuju titik koordinat yang dikirimkan Erik siang tadi. Aku meminta bantuan Erik untuk menemani Eleanor hingga aku kembali malam ini. Awalnya Eleanor tidak mengijinkanku bertemu dengan Dostov, butuh waktu lama untuk meyakinkannya bahwa kami hanya akan berbicara saat bertemu nanti.
Mobilku berhenti di pelataran parkir gedung apartemen tua yang sedikit kumuh. Sesaat aku tidak yakin aku berada di tempat yang tepat. Selama beberapa saat aku hanya duduk di dalam mobilku yang gelap dan mengamati gedung di depanku. Beberapa orang sesekali terlihat keluar masuk pintu utama apartemen. Selang dua puluh menit kemudian seorang pria berjaket hoodie merah berlari kecil untuk menghindari hujan menuju pintu apartemen, sebelum tangannya menarik pegangan pintu tiba-tiba Ia berhenti dan menoleh ke arah mobilku yang diparkir cukup jauh. Dari balik hoodienya aku bisa melihat rambut keemasannya, Dostov tersenyum ke arahku sekilas lalu membuka pintu apartemen dan masuk ke dalam.
Kedua tanganku mencengkeram kemudi mobilku erat-erat. Si brengsek itu sudah menyadari kehadiranku. Aku keluar dari mobilku dan melangkah menuju pintu apartemen tanpa mempedulikan rintik hujan yang membasahi kemejaku.
Apartemen Alice berada di lantai lima, kunaiki setiap anak tangga kumuh di depanku perlahan. Aku hampir belum bisa mempercayai Alice tinggal di tempat seperti ini, tapi aku tidak terlalu terkejut. Alice memang tidak menyukai tempat yang terlalu mencolok. Sebelum aku mencapai puncak tangga lantai lima, salah satu pintunya sudah terbuka dan Alice berdiri di depannya. Seperti biasanya Ia mengenakan pakaian serba hitam yang simpel. Kedua mata biru keabu-abuannya terlihat kesal saat menatapku, tapi aku tahu kekesalannya bukan tertuju padaku.
"Kau terlambat." ucapnya sebelum membalikkan badannya dan masuk ke dalam. Aku mengikutinya setelah menutup pintu apartemennya. Dostov duduk di salah satu meja yang berada di ruang tengah apartemen Alice. Hanya ada perabotan minimalis yang melengkapi apartemen ini. Di salah satu sisi meja berbagai macam pistol, belati, peluru, dan senjata lainnya tersusun dengan rapi. Katana yang kuberikan padanya beberapa belas tahun yang lalu bersandar di sebelah sofa tua berwarna coklat. Meja lainnya dipenuhi dengan peralatan komputer dan elektronik... karena salah satu hobi aneh Alice adalah meretas internet. Aku tidak tahu bagaimana seorang Valkyrie yang sudah berumur ratusan tahun bisa tertarik pada hal yang sangat rumit dan modern seperti itu.
"Shaw! Selamat datang." sapa Dostov seakan ini adalah rumahnya. Dostov mungkin menjadi salah satu Volder tertua yang ditakuti oleh anggota klannya, tapi bagiku yang lebih menakutkan adalah wajahnya. Bagaimana bisa seorang Volder berusia lebih dari 800 tahun memiliki wajah berumur 22 tahun? Walaupun Volder memiliki kemampuan menua yang sangat lambat tapi tetap tidak masuk akal. Wajahku dan Greg sudah memasuki umur 30an walaupun sebenarnya umur kami lebih dari 300 tahun. Bahkan ayahnya sendiri, Vlad The Impaler, menua seperti Volder lainnya.
Aku berdiri di sebelah Alice yang terlihat jelas-jelas tidak ingin kakaknya berada di apartemennya lebih lama. "Apa yang kau inginkan? Aku hanya punya waktu sebentar." tanyaku tanpa berbasa basi lagi.
Dostov menatap kami berdua bergantian. "Kau tahu, kalian berdua terlihat sangat serasi. Bahkan Vlad berharap kau lah yang akan menjadi pasangan Alice nantinya."
Aku melirik ke arah Alice yang sedang mengernyit jijik ke arah Dostov. Sudah kuduga. "Dostov, apa yang kau inginkan?" tanyaku lagi dengan tidak sabar.
"Ah, aku sudah menjatuhkan hukuman pada Alastair atas perbuatannya." balasnya dengan sebuah senyuman.
"Alice sudah memberitahuku."
"Aku juga ingin meminta maaf atas nama klan ku tentang kesalahpahaman kemarin." tambahnya dengan sedikit ekspresi berharap di wajahnya.
Kini giliranku mengernyit saat melihatnya. Tiba-tiba perasaanku terasa tidak enak. "Dostov... aku bersumpah jika kau hanya membuang-buang waktuku—"
"Aku ingin terlibat." potongnya tiba-tiba, masih dengan senyuman sialan itu dan wajah berharapnya.
Kupejamkan kedua mataku dengan erat lalu membukanya lagi, "Kau ingin... apa?" tanyaku dengan suara rendah yang mematikan.
"Aku ingin terlibat dalam kehidupan Eleanor dan anaknya yang akan lahir. Seharusnya itu menjadi tugas Alastair, tapi karena Ia sedang dalam pengasingan maka aku yang akan menggantikannya. Aku ingin menjadi wali anakmu."