"Dengarkan Nenek, ini adalah adikmu bukan musuh. Jangan berani kau memukulnya lagi."
Di depan Tiersa, sosok anak laki-laki menangis dengan wajah yang memerah, di pipinya ada bekas tamparan kecil dan sebelah tangannya berusaha untuk mengusap air mata yang terus jatuh ke bawah dan sebelahnya lagi memeluk kaki sang nenek.
Thomas tidak berani menatap sang Kakak, teringat dengan jelas di ingatannya Tiersa memukul pipinya karena marah ia selalu menarik rok sang kakak. Pipinya terasa sangat sakit, berdenyut-denyut tidak tertahankan, sehingga ia tidak bisa menahan tangisannya.
"Thomas selalu mengikutiku! Aku benci diikuti!"
Tiersa kecil menggembungkan pipi sambil bersedekap, ia menghentakkan kaki dengan kesal.
Tiersa baru berusia tujuh tahun, ia belajar di sekolah Kerajaan bersama anak petinggi yang lain, mulai dari belajar ilmu pemerintahan, tata krama dan keterampilan. Sedangkan Thomas baru berusia lima tahun, sedang dalam masa bermain dan ia sangat menyukai kakaknya.