"Berry!" semua orang serentak mengatakan nama yang sama kecuali Cherrry. Gadis itu hanya bisa melongo dibuatnya. Kemudian matanya menatap ke arah kakaknya yang bersedekap. Tatapan Arka bahkan seolah dia tak berdosa setelah membuat Cherry dan teman-temannya kaget.
"Ekspresi kalian gitu banget sih? Santai. Saya hanya main-main aja." Setelah mengatakan itu, dia berlalu dari sana dan meninggalkan keriuhan.
"Duduk, Ber!" itu adalah suara tuan rumah. Cherry. Meskipun dia masih merasa sungkan dan ini adalah kali pertamanya dia memanggil nama lelaki itu, tapi dia harus tetap menyambut tamunya dengan ramah bukan.
"Ya!" jawaban Berry terlalu singkat. Lelaki itu duduk dan bergabung bersama teman-temannya.
"Kira gue, lo nggak kesini." Begitu kata Aga.
"Gue ada waktu." Jawaban Berry terlalu datar. Namun Aga kembali bersuara ketika mengingat sesuatu.
"Perasaan gue tadi lupa kasih alamat rumah Cherry deh. Kok lo tahu dan sampai sini?" suasana tiba-tiba kembali hening. Semua orang hanya menatap Berry dan menunggu penjelasan lelaki itu. Tak lupa tatapan mereka mengarah juga kepada Cherry.
Gadis itu akan menjawab ketika Berry sudah lebih dulu bersuara, "Gue pernah nggak sengaja ketemu Cherry di komplek sini waktu pulang kerja. Jadi gue nggak perlu ngejelasin detailnya kan?" mereka kemudian berdehem mendengar apa yang dikatakan oleh Berry karena merasa tak enak hati sudah melemparkan tatapan penasaran kepada lelaki itu.
"Silahkan!" Cherry sudah menyiapkan minuman. Segelas jus jeruk ditambah es. Diluar sangat terik, dia berharap minuman itu bisa menyegarkan tenggorokan Berry.
"Terima kasih." Berry menjawab dengan matanya sedikit menatap ke arah Cherry. Gadis itu memberikan senyum kecil dan kemudian berlalu dari sana untuk mengembalikan nampan yang tadi dipakainya untuk membawa minuman untuk Berry.
Tak sadar, mata lelaki itu mengikuti pergerakan Cherry. Bahkan ketika gadis itu kembali dari dapur dan berjalan mendekat ke arah teman-temannya, dia masih setia dengan pandangannya yang menatap kepada Cherry. Sebelum mereka semua menyadari kekonyolannya, Berry memutuskan untuk segera memutus pandangannya pada gadis itu.
"Di luar panas banget. Kayaknya lebih enak kalau di rumah aja. Tapi pengen jalan juga kan?" suara Aga terdengar.
"Iya!" Ara menjawab, "Tapi kan tadi gue bawa mobil kalau memang pengen jalan, kita bisa bawa mobil lho." Sebuah pencerahan akhirnya datang. Cuacanya terlalu bagus meskipun matahari memberikan cahayanya terlalu terik. Itu bukanlah sebuah halangan.
"Cherry?"
"Nggak papa, bisa pakai mobil gue juga." Tanggapan gadis itu bagus sekali. Lagipula, mobil Ara hanya muat untuk empat orang karena tipe mobilnya yang kecil. Karena mereka berenam, masih membutuhkan satu tambahan mobil lagi.
Kesepakatan sudah ada, kemudian mereka semua berdiri untuk merealisasikan. Cherry lebih dulu meminta izin kepada kakak lelakinya, setelah izin dikantonginya, gadis ikut keluar dan bergabung dengan teman-temannya.
"Cherr! Lo sama Berry ya." Entah disengaja atau tidak, Ara mengatakan itu dan kemudian langsung masuk ke dalam mobilnya yang mana di belakang kemudinya sudah ada Aga di sana.
Awalnya gadis itu bingung dan agak gugup, tapi dia akhirnya memberikan kunci mobilnya kepada Berry. "Kuncinya." Katanya. Berry menerima tanpa suara, dan beranjak dari tempatnya terlebih dulu.
"Gue balik duluan ya. Kalian have fun." Zaki yang memang sejak tadi menolak untuk diajak jalan, pulang lebih dulu. Mungkin dia berpikiran jika ini akan menjadi hal yang kurang menyenangkan untuknya. Karena bagaimanapun mereka ada tiga pasang. Jika dia ada di tengah-tengah mereka, maka sudah bisa dipastikan dia seperti obat nyamuk.
"Zak! Hati-hati." Khas pria sekali, mereka mengatakan itu sambil berteriak dan membuat bising. Bahkan Berry yang sudah duduk di belakang kemudi berkomentar.
"Bising." Hanya seperti itu saja. Cherry menoleh ke arah lelaki itu.
"Sorry?" tanyanya.
"Mereka," dia mengedikkan kepalanya ke arah depannya, "Pamitan harus banget begitu?" ekspresi Berry yang terlalu datar itulah yang membuat Cherry merasa dihakimi. Untuknya bukan dia yang berteriak-teriak. Kalau sampai itu terjadi, dia pasti akan malu sekali.
Cherry tak menjawab dan memilih membiarkan saja ucapan Berry hanya melayang tanpa tanggapan. Fokus saja dengan melihat depan, membaca berulang-ulang plat nomor mobil Ara. Sedangkan Berry juga sejak tadi hanya bungkam tanpa mengatakan apapun.
Lampu merah menyala. Mobil berhenti dan saatnya pedagang asongan beraksi. Mereka menjual jajanan mereka dengan terpaan sinar matahari yang menyakitkan kulit. "Mau Duku?" Berry menawarkan. Ada seorang lelaki penjual duku yang kedua tangannya dipenuhi dengan beberapa kantong buah tersebut.
"Boleh." Setelah jawaban Cherry terlontar, Berry membuka kaca mobil dan memanggil Bapak tersebut untuk membeli.
"Satu cukup?" Berry menoleh ke arah Cherry untuk bertanya. Satu kantong tak memiliki banyak isi.
"Dua." Sambil mengangkat jari-jarinya Cherry menjawab. Berry menyanggupi, dan mengambil dua kantong kemudian membayarnya.
"Terima kasih." Kaca pintu mobil tertutup kembali, Berry menjadikan satu buah tersebut dan meletakkannya di tengah-tengah mereka.
"Makan lah." Katanya kepada Cherry.
"Terima kasih." Cherry adalah penyuka buah-buahan. Seberapa banyak pun buah yang diberikan kepadanya, dia yakin dia sanggup menghabiskannya. Itu adalah pemikiran manusia yang lapar mata.
Cherry tidak langsung memakan Duku tersebut dan dia memilih untuk mengupas banyak-banyak agar Berry juga bisa memakannya.
"Makanlah." Sudah banyak buah yang dikupasnya dan diletakkan di kantong terpisah ketika dia menawarkan kepada Berry yang fokus pada kemudinya. Berry menoleh dan kemudian melihat ke samping kirinya.
"Waw!" Katanya. Dia bukan takjub dengan kemampuan Cherry mengupas buah tersebut, bukan. Dia hanya merasa jika gadis itu memang perhatian terhadap orang lain. Tidak hanya memikirkan perutnya sendiri.
Berry mengambil satu buah menggunakan tangan kirinya, kemudian memasukkannya ke dalam mulutnya. Rasa manis-manis asam menyebar ke dalam mulutnya. "Lumayan." Tanggapannya. Cherry juga memakannya kemudian mengangguk.
"Manis sih." Jika dilihat dari kacamata orang awam, mereka pasti terlihat seperti sepasang kekasih. Interaksi mereka memang kaku, tapi itu manis.
Mereka tak banyak bicara kecuali hanya mengomentari rasa buah duku tersebut. Tak ada pembicaraan yang serius yang keluar dari mulut mereka masing-masing.
Tiba di tempat tujuan, Berry memarkirkan mobil. Dia tak langsung turun dan melihat ke depan. Mereka ada di Taman Bermain, Wahana, atau apapun itu sebutnya. Terlihat dari dalam, Ara sudah melebarkan senyumnya karena perasaannya sepertinya sangat baik sekali.
Keduanya kemudian turun dan bergabung dengan teman-teman mereka. "Akhirnya kita di sini lagi." Zea tak kalah antusias. Terakhir kali mereka datang sudah lama sekali. Mungkin awal semester satu. Dan itu sudah berlalu lama sekali.
Cherry tersenyum. "Kalian bersenang-senang sana. Jangan ajak gue." Katanya. Cherry hanya bisa menaiki wahana yang normal-normal saja. Jika dia harus menaiki roller coaster atau sebangsanya. Dia akan menolak dengan keras. Atau dia akan mengeluarkan isi perutnya dan tak berdaya selama satu minggu.
*.*