Download App
38.98% Bukan Wonder Woman / Chapter 23: BWW #23

Chapter 23: BWW #23

***

Masa lalu hanyalah masa lalu. Tidak perlu menengoknya lagi. Biarlah dia tinggal di belakang. Hanya perlu dijadikan sebagai pelajaran hidup ke depan. Laksana mengendarai motor, kaca spion ibarat masa lalu yang hanya perlu dilirik. Karena jika ditengok dengan seksama maka akan menyebabkan tabrakan di depan.

💝💝💝

"Elena?" Sebuah suara pria menginterupsi kehebohan mereka. Elena menoleh ke sumber suara. Matanya langsung membulat dengan mulut menganga.

"Handi?" Elena pun ikut menyebut nama pria yang menyapanya. Ketiga teman sosialitanya ikut menoleh ke arah pria barusan.

"Siapa dia, El?" tanya si poni Dora penuh rasa ingin tahu.

"Dia ... dia temanku," jawab Elena menutupi kegugupannya.

"Apa kabarmu, Elena?" tanya Handi melangkah mendekati kursi Elena. Wanita itu pun berdiri dari duduknya.

"Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?" balas Elena. Ketiga temannya dapat melihat bahwa keduanya tampak sangat canggung seperti bukan teman biasa yang baru bertemu.

"Seperti yang kamu lihat saat ini," jawab Handi dengan senyum yang dibuat setampan mungkin.

Elena dapat melihat kalau sekarang penampilan Handi berbeda dari setahun yang lalu. Kini pria itu tampak begitu necis seperti penampilan pegawai kantoran.

"Aku dengar kamu sudah menikah dengan laki-laki yang pernah aku lihat denganmu itu," ujar Handi menatap serius wajah Elena.

Elena langsung jengah sekaligus gugup mendengar ucapan Handi. Dia takut Handi akan berbicara panjang lebar yang akan membuat pria itu mengungkap masa lalunya.

"Kita bicara di tempat lain ya. Aku sudah lama tidak ketemu kamu." Segera Elena meraih tas mahal yang tergeletak di atas meja.

"Maaf teman-teman aku duluan ya. Ada beberapa hal yang ingin ku bicarakan dengan temanku ini," pamit Elena pada ketiga temannya kemudian langsung menarik tangan Handi keluar dari restoran itu.

Ketiga wanita sosialita itu hanya memandang kepergian Elena dan pria yang mereka tidak kenal dengan perasaan bingung.

"Kenapa sih dia?" tanya si baju merah membetulkan letak masker di atas hidungnya.

Kedua temannya hanya mengangkat bahu. Selang beberapa detik ketiganya kembali heboh bercerita. Masker yang tersemat di wajah mereka tidak menghalangi suara tawa keras mereka memenuhi ruang restoran.

***

Karena Elena tidak membawa mobil, dia pun ikut masuk ke mobil Handi yang langsung meluncur keluar dari area parkir restoran.

Dua puluh menit kemudian Handi memarkirkan mobilnya di pinggir pantai. Pantai itu bukanlah pantai berpasir putih tapi hanya ada kerikil dan batu karang yang terhampar di sepanjang garis tepi laut. Untuk memperindah pemandangan di tepi pantai tersebut dan juga mencegah deburan air laut naik ke daratan, dibuat tembok setinggi pinggang orang dewasa. Tembok tersebut juga dapat berfungsi sebagai tempat duduk bagi pengunjung yang ingin menikmati indahnya matahari terbenam di senja hari atau sejuknya aroma lautan di malam hari.

Elena dan Handi memutuskan untuk tidak keluar dari mobil. Mereka masih berdiam di dalam mobil sambil memikirkan bagaimana memulai pembicaraan mereka. Hanya ada keheningan melingkupi ruang sempit itu disela suara pendingin udara.

"Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu secepat ini, Elena. Melihat dirimu yang sekarang sepertinya kamu baik-baik saja." Handi membuka percakapan.

"Aku ingat terakhir kita ketemu di kafe waktu kamu sama-sama dengan laki-laki itu dan ...," kata Handi yang langsung disela oleh Elena.

"Please, stop Handi!" Elena memutar tubuhnya menghadap pada Handi. "Aku sudah menikah dengan Danuar dan aku sudah baik-baik saja. Jadi jangan coba-coba masuk dalam kehidupanku lagi," sela Elena sambil menekankan setiap kata yang diucapkannya.

"Oh, namanya Danuar ya. Dia putra tunggal pemilik CV. Meubel Sejati salah satu pengusaha meubel terkenal di kota ini. Itulah alasanmu meninggalkan aku karena aku tidak sekaya dia kan?" sinis Handi dengan senyum pahit.

"Dari mana kamu tahu tentang Danuar?" sergah Elena cemas.

"Sewaktu kamu memutuskanku sepihak waktu itu aku mencarimu ke tempat kerjamu dan kata teman kerjamu kamu sudah berhenti bekerja. Dan hal yang membuat aku benar-benar terkejut adalah ternyata kamu hamil waktu itu. Apakah itu benar?" pungkas Handi.

"Itu bukan urusanmu," jawab Elena sambil membuang pandangannya keluar jendela.

"Apa? Itu jadi urusanku karena aku tahu itu pasti anakku, Elena," tegas Handi dengan wajah mengeras. Elena hanya diam seolah tak ingin menanggapi.

"Dan yang membuat aku kecewa adalah ternyata kamu menggugurkan bayi kita," ulas Handi sedih. Elena langsung menoleh pada Handi dengan wajah terkejut.

'Darimana dia tahu?'

"Aku tahu dari ibumu. Setelah mengetahui kamu resign dari kerja aku mencari ke rumahmu. Ibumulah yang memberitahu aku kalau kamu sudah menikah dan juga menggugurkan kandunganmu agar tidak menjadi sandungan di keluarga barumu," ucap Handi seolah tahu pikiran Elena. "Aku tahu kalau aku tidak sepadan dengan suamimu tapi aku mencintaimu Elena. Aku akan berusaha untuk menjadi layak bersanding denganmu. Aku hanya meminta kamu bersabar sebentar Elena." Handi memegang kedua lengan Elena. Matanya berkaca-kaca. Dia begitu menyesali karena tidak bisa mempertahankan gadis yang dicintainya itu.

"Tapi aku sudah lelah menunggu Han, aku lelah hidup susah. Ketika ada yang menawarkan kenyamanan dan kebahagiaan padaku mengapa aku harus menolak. Aku juga memikirkan masa depanku dan keluargaku. Maafkan aku Han. Mari kita jalan di jalan kita masing-masing mulai saat ini. Jika kita bertemu anggap saja kita tidak saling kenal," ujar Elena melepaskan genggaman Handi dari lengannya.

Elena keluar dari mobil Handi bertepatan dengan ponselnya berdering.

"Halo, sayang," jawab Elena menempatkan ponsel di telinganya.

"Kamu dimana? Bukankah kita akan ke rumah Mama sore ini?" Suara Danuar terdengar di sambungan telepon.

"Tentu saja. Aku akan ke kantormu sekarang. Bye sayang," Elena mematikan sambungan dan segera menghentikan sebuah taksi yang lewat.

Handi hanya memandang taksi yang membawa Elena dari belakang kemudinya. Hatinya bergemuruh. Perasaannya terluka. Gadis yang dicintainya bertahun-tahun begitu mudahnya berpaling.

Dulu Handi memang tidak punya apa-apa. Dia hanya mahasiswa biasa dari keluarga menengah kebawah. Dia mencintai Elena sejak bangku kuliah meskipun mereka tidak satu kampus. Elena kuliah di jurusan Menejemen, sedangkan Handi kuliah di Akademi Perhotelan. Tujuannya adalah cepat lulus kuliah dan melamar Elena kekasihnya. Namun nasib baik belum berpihak pada Handi.

Setelah menamatkan kuliahnya, Handi masih sulit mendapatkan pekerjaan. Dia harus bekerja serabutan untuk membiayai hidupnya dan juga sekolah adik perempuannya. Sebisa mungkin dia menabung untuk masa depannya dengan Elena.

Hingga suatu hari, sesudah mereka berpacaran selama lebih dari lima tahun, Elena mengajaknya bertemu di sebuah kafe favorit mereka. Di sana Elena mengakhiri hubungan mereka meskipun Handi tidak rela dan berlutut memohon-mohon pada kekasihnya. Tapi niat Elena sudah bulat.

Dan yang menyakitkan hati Handi ketika Elena keluar dari kafe tersebut, seorang pria dengan pakaian dan mobil mewah menjemput dan membawanya pergi. Handi benar-benar merasa hancur. Selama setahun lebih dia membawa luka yang belum sembuh hingga kembali bertemu Elena.

Handi menggenggam erat setir mobilnya dan meletakkan dahi di atas permukaan benda tersebut. Dia memejamkan mata saat dua bulir bening menetes jatuh.

Mulai saat ini dia harus menguatkan hatinya. Tidak ada lagi harapan baginya dan Elena. Gadis yang dicintainya itu sudah menjadi milik orang lain dan dia tidak mungkin menghancurkan hidup gadis itu. Karena dia mencintai Elena maka dia harus merelakannya.

***

Elena tiba di ruang kerja suaminya dan mendapati Danuar masih berkutat dengan kertas-kertas di atas meja.

"Sayang, kapan kita akan pergi?" Elena menghampiri Danuar dan bergelayut manja di lengan prianya.

"Ini sudah selesai kok. Kita langsung berangkat saja ya. Nanti kita makan malam di rumah Mama."

"Oke!" Elena tersenyum manja lalu mengecup pipi suaminya. Danuar terkekeh senang dan membalas perlakuan Elena dengan sebuah ciuman di bibir istrinya. Mereka larut dalam ciuman panjang penuh hasrat sampai Elena memutus ciuman itu segera.

"Sayang, nanti Mama dan Papa kelamaan menunggu. Bukankah kita masih harus membuat Mama dan Papa senang agar bisa segera menerima aku?" cetus Elena dengan wajah dibuat-buat kesal.

"Baiklah. Ayo istriku sayang," jawab Danuar lalu merengkuh pinggang Elena dan bersama melangkah keluar.

Keduanya masuk ke mobil dan Danuar segera melajukan mobilnya ke arah rumah kedua orang tuanya.

Suasana sore begitu sejuk. Selama beberapa hari tidak ada hujan turun. Meskipun begitu suasana kota tetap sepi. Mungkin karena efek dari himbauan untuk tetap berdiam diri di rumah menyebabkan kota yang biasa ramai dan padat kendaraan menjadi lebih sepi.

Danuar tetap berangkat ke kantornya walaupun dia memberi aturan pada para pegawainya untuk bekerja dari rumah saja atau Work From Home. Mereka hanya masuk dua hari seminggu untuk menyelesaikan pekerjaan yang hanya bisa diselesaikan di kantor.

Hanya beberapa pekerja lapangan yang tetap masuk selama empat hari seminggu untuk menyelesaikan pesanan dari klien mereka. Itu pun jam kerjanya hanya dari jam delapan pagi sampai jam dua siang dengan catatan harus mengenakan masker dan rutin menjalani tes kesehatan tiap minggunya.

Senja mulai menyapa alam ketika mobil Danuar memasuki halaman rumah Pak Yuda dan Nyonya Rosita. Dengan penuh kasih sayang Danuar menuntun istrinya masuk ke dalam rumah mewah tersebut. Setiap kali datang ke rumah ini, Elena tidak pernah berhenti mengagumi luas dan kemewahan interior di dalamnya. Belum lagi eksteriornya juga tak kalah bagus dengan sebuah taman luas terawat serta kolam renang mewah lengkap dengan gazebo tempat bersantai di taman belakang.

Sejak pertama kali masuk ke keluarga suaminya, Elena sudah bertekad agar bisa tinggal di rumah megah ini. Kalau perlu menjadi nyonya rumah karena suatu saat Danuar pasti akan mewarisi rumah tersebut.

"Anda sudah datang Tuan, Nyonya! Silahkan!" sapa asisten rumah tangga yang membukakan pintu untuk keduanya.

"Dimana Papa dan Mamaku?" tanya Danuar melangkah masuk diikuti oleh Elena.

"Ada di ruang keluarga, Tuan. Sedari tadi menunggu Tuan," jawab ART tersebut.

Danuar mengangguk kecil lalu menuntun Elena ke ruang keluarga. Tampak Pak Yuda dan Nyonya Rosita sedang duduk sambil menikmati teh sore.

"Apa kabar Pa, Ma?" tanya Danuar mencium tangan ayah dan ibunya. Elena melakukan hal yang sama.

"Baik. Duduklah!" pinta Pak Yuda.

"Ada apa memanggil kami ke sini?" tanya Danuar.

"Apakah kami orang tua tidak boleh bertemu dengan putranya?" sindir Nyonya Rosita tajam. Sejak perdebatan terakhir mereka Danuar tidak pernah lagi berkunjung ke rumah itu. Hanya sesekali Danuar bertemu ayahnya di kantor.

"Beberapa hari yang lalu kesehatan Mamamu menurun. Kata dokter tekanan darah tingginya naik lagi. Kamu bahkan tidak datang menengoknya," ujar Pak Yuda.

"Maafkan Danu, Ma. Danu tidak tahu kalau Mama sakit. ART juga tidak ada yang mengabari," sahut Danuar. Sementara Elena hanya diam mendengarkan percakapan itu.

"Mungkin nanti Mama mati kamu baru mau datang lihat Mama, ya?" kata Nyonya Rosita dengan nada sedih.

"Ma, jangan ngomong gitu. Danu sayang sama Mama," jawab Danuar sembari beranjak duduk di dekat ibunya. Digenggamnya dua tangan wanita yang telah melahirkannya ke dunia itu dengan lembut.

"Danu berharap bisa merawat Mama dan Papa setiap saat. Danu tidak pernah lupa sama kedua orang tua Danu." Danuar menyusut airmata di wajah ibunya.

"Ekhm ... Papa dan Mama sudah berdiskusi masalah ini. Mengingat kesehatan Mama yang kurang baik akhir-akhir ini, kami memutuskan untuk mengizinkan kalian berdua tinggal di rumah ini," ucap Pak Yuda.

"Benar, Pa?" tanya Danuar meyakinkan. Pak Yuda mengangguk.

Danuar tersenyum senang. Dia memandang wajah Elena yang juga tersenyum bahagia kepadanya.

'Akhirnya,' batin Elena.

Bersambung ...

💝💝💝

Nb : Jangan bully Elena 😄

Happy reading. Jangan lupa tinggalkan jejak dengan batu kuasa dan Komen yang membangun ya.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C23
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login