"Oh' dia? Anda?" perempuan di hadapan Mimi adalah bintang film ternama, anggun, cantik dan berkarisma, yang juga idola ibunya.
"Boleh aku duduk?" aktris ternama itu meminta izin. Mimi yang masih sibuk mengagumi hanya menyajikan anggukan kepala sebab dia tak kuasa untuk mengatakan sesuatu dari mulutnya. Ada apa gerangan sampai seorang bintang film yang pernah mendapatkan nominasi dalam sebuah ajang penghargaan insan film menginginkan duduk di dekatnya.
Dia yang tak memiliki satu pun orang yang dapat di ajak bicara ketika di tinggalkan Bram, merasa beruntung atas kedatangan artis yang juga menjadi idola almarhum ibunya.
"aku sungguh terkejut dan tentu saja sangat senang melihatmu," dia yang tengah berbicara duduk dengan sikap yang melambangkan keanggunan. Menekuk kakinya rapat. Punggungnya tegap dan wajahnya cerah hangat. Jari-jarinya lentik luar biasa, panjang dan indah, kuku-nya juga jernih.
Mimi membenarkan duduknya sebab menatap bahasa tubuh yang menarik dari artis cantik di hadapannya. Tak kala mimi menata duduknya dia melihat apa yang melekat pada dirinya sendiri. Salah satunya adalah tipe kuku-nya. Kuku yang dia dapatkan dari Roger salon, salon yang sekali lagi dia datangi sebelum berada di tempat ini, memiliki berbagai jenis pilihan tampilan.
Ternyata pilihan yang di ambil bu Sofia dan mungkin saja CEO Bram sama persis dengan tema kuku artis yang duduk di sofa yang sama dengannya saat ini. Kuku yang di beri dasaran warna putih kemudian di lapisi cat bening transparan untuk menjadikan kuku tersebut layaknya batuan yang terlapisi air jernih dan memancar cemerlang.
'ternyata sama,' batin Mimi dan kian melebarkan matanya saat dia yang mengamati kuku kini jatuh pada sepatu yang kemudian berangsur-angsur pada baju. 'oh ya Tuhan, kita berdua mirip anak dan ibu yang sedang memakai pakaian keluarga,'
Artis cantik nan anggun itu menyingkirkan sebagian rambutnya di bahu dan gerakan yang sangat indah tatkala di amati, sepertinya dia sangat sadar bahwa mimi sedang memperhatikan dirinya, "boleh tahu siapa namamu?"
"Ah' saya?" mimi mencoba memastikan pendengarannya. Di ujung sana di panggung utama seorang penyanyi pendatang baru yang begitu di gilai anak-anak muda sebab lagunya yang demikian romantis tengah memangku gitarnya dan mulai membuat suasana kian syahdu dan dalam.
"tidak ada orang lain di sini," dia sempat memberi senyuman pada mimi kemudian matanya berpindah menikmati sang pelan tun lagu Rona Kemerahan. Jeritan para pengagum yang mulai mendekati altar untuk menikmati lagu fenomenal itu memenuhi kornea mata perempuan yang terus menerus di amati mimi dengan tatapan penuh kekaguman.
"saya Mimi," ujar Mimi malu-malu.
"Mimi," dia kembali menoleh menatap mimi, "nama yang sangat.. em.. cute," lalu perempuan ini tersenyum manis sampai sedikit giginya terlihat.
"Aku Renata," balasnya.
"Ah.. iya iya aku ingat," gambaran sang ibu duduk di depan televisi dan memutar film tahun 90 an dengan VCD muncul di kemala Mimi, "Renata Yuniar," seorang bintang yang begitu di gandrungi para muda-mudi pada jamannya, gambaran yang hadir di mata mimi adalah kenangan waktu ia masih sekolah dasar. Tatkala ibunya masih sehat bugar. Dia perempuan yang suka menonton film dan tentu saja saat ini ayahnya selalu mengatakan sang ibu akan bangga andai dia masih hidup dan tahu Mimi menjadi salah satu karyawan perusahaan stasiun televisi.
"iya itu namaku, bagaimana kamu bisa tahu? Aku rasa kamu masih muda?" mimi tersenyum alami, sudut kecil di dekat bibirnya sisi kanan terdapat goresan. Mimi memiliki lesung pipi yang unik.
"ibu saya mengidolakan anda," polos dan jujur, matanya jernih dan murni. Renata memutar sedikit duduknya mengabaikan kerumunan orang yang mulai bernyanyi di ujung sana. Dia kini menatap penuh Mimi. Mengakibatkan gadis itu bingung luar biasa. Ada apa gerangan artis ini mengarakan tubuhnya secara menyeluruh padanya. Dan salah satu tangannya meraih jemari mimi. Memeganginya dan mulai mengamati kuku-kuku Mimi.
"iya, saya baru sadar tema kuku kita sama," sekali lagi kalimat polos keluar dari bibir mimi.
"berapa usiamu?" Renata bertanya dengan serius. Keseriusan yang tiba-tiba dia hadirkan selepas memindahkan pandangan dari menatap ujung-ujung kuku Mimi kemudian naik ke atas dan bertemu mata dengan mimi menjadikan gadis itu lekas menjawab, "dua puluh dua tahun,"
"Oh' begitu ya," dia yang bicara melepas ujung jemari mimi, "sangat muda dan," kalimatnya sempat tertahan, Renata melihat mimi secara menyeluruh, "apa hubungan yang terjalin antara dirimu dan Bram?"
Mata mimi mengerjap beberapa saat, dia mencari jawaban dan entah mengapa itu membuat Renata tersenyum samar, "sepertinya kamu bahkan bukan temannya,"
'dia benar sekali,' gumaman mimi.
"apa kamu gadis yang di bayar?" pertanyaan berikutnya lekas di sangkal mimi. Mimi tak suka dengan kalimat tanya itu, dia bukan gadis panggilan atau semacamnya yang bisa di bayar.
"buat apa saya di bayar, saya pacar CE.. em Bram," lekas mengonfirmasi tepat seperti syarat utama mimi sebelum menyentuh lantai pesta dansa malam ini, "ingat! Aku adalah kekasihmu. Jadi bersikaplah baik. dan jangan sampai ada yang tahu kesepakatan kita. Terutama malam ini,"
"iya pak. Anda sudah mengulanginya sebanyak jumlah jari saya," mimi masih bisa mengingat bagaimana tersiksanya duduk di kursi pengemudi bersama Bram yang mendadak banyak bicara.
Limosin indah yang ingin mimi foto sampai-sampai tak sempat dinikmati kenyamanannya.
"Oh' kalian sudah sejauh itu? Maaf," kemudian tatapan Renata sempat terlempar pada pelan tun lagu yang berpindah dari gitar di tangan menjadi piano. "sejak kapan berpacaran?"
Untung Renata menatap artis muda yang tengah memainkan jemarinya di atas piano. Wajah mimi yang panik mencari-cari jawaban tidak teramati. "lima, lima bulan," sebenarnya lima bulan adalah lamanya dia magang di perusahaan Bram. Keduanya baru benar-benar saling bertemu kemarin. 'ah kebohonganku fatal,'
"oh' begitu ya," dia menoleh lagi pada mimi dan gadis polos yang menggambarkan kemurnian itu menarik hati Renata. Setelah jemari Mimi sempat di sentuh sang artis film kini perempuan itu meraih sedikit bahu mimi dia memegang dan mengamati gaun mimi. Detik berikutnya menatap lekat wajah mimi.
"cantik. Walaupun sulit, aku tahu Bram pasti bisa move on," lalu artis itu bangkit. Sekali lagi dengan gerakan anggunnya, tepat bersamaan dengan sang musisi mengakhiri nyanyiannya. sebuah lirik indah menghampiri masing-masing indra pendengaran, 'Aku akan selalu di tempat yang sama, Menunggumu pergi dari dia,'
Dia yang berdiri sekali lagi mengibaskan rambutnya, dengan anggun, tentu saja. Kemudian berujar, "aku benci lagu ini," bahunya naik. Tampaknya Renata ingin memberi kesan bersahabat pada mimi sebelum ia pergi, "apa kamu menyukainya?"
"saya bukan penikmat musik, bagi saya semua lagu sama," balas mimi. Dia memang tipe orang yang seperti itu. Jawabnya jujur apa adanya.
"oh' baguslah," lalu tersenyum lagi, "sampai jumpa lain waktu. Semoga kamu bisa membuat Bram berubah, aku titip anak itu,"
'pernyataan yang aneh?' batin Mimi. 'kenapa titip anak?'
"Lupakan. Selamat bersenang-senang. Malam ini pasti panjang," Renata mengubah pernyataannya selepas mengamati wajah bingung Mimi sebelum melambaikan tangan tanda perpisahan.