Download App

Chapter 3: Teriakan yang Kedua

Arion berusaha mengumpulkan keberaniannya untuk menutup daun jendela. Sebab ia tidak ingin ada makhluk lain yang secara tiba-tiba masuk ke tempat ini . Ia perlahan-lahan melangkahkan kakinya menuju jendela.

Angin malam dari luar berhembus dengan sangat kencang ke seluruh tubuh Arion sembari menyapu tetesan air hujan ke wajahnya, seakan-akan sang angin malam berusaha melarang Arion untuk mendekati jendela.

Namun Arion tidak menghiraukan gangguan itu, kira-kira jarak satu meter dari jendela, ia lekas menutup kedua sisi daun jendela dengan rapat. Arion menarik nafas panjang dan menghelanya, namun rasa penasaran masih menyelimutinya.

Arion mendekatkan dan menempelkan wajahnya ke kaca jendela, berharap ia dapat menemukan sesuatu di luar sana yang menjadi dalang peristiwa ini. Ia menggerak-gerakkan bola matanya ke segala arah, apa yang ia rasakan hanyalah dinginnya kaca jendela yang dibasahi oleh air dan pemandangan yang suram.

Tapi apa itu, ada sebuah sumber cahaya di luar sana, cahaya yang berasal dari tiang lampu, kira-kira tujuh meter disana. Dan tepat di samping kirinya terdapat tiang lampu juga, yang tingginya sama-sama dua setengah meter.

Namun ada yang berbeda dengan yang satunya, tidak terdapat sumber cahaya di puncaknya, hanya sebuah tiang saja namun sedikit lebih lebar. Ia membuat kesimpulan singkat bahwa tiang cahaya itu telah rusak tersambar oleh petir.

"Mungkin masih banyak kerusakan lagi di luar sana" bisiknya dalam hati.

Arion kembali memusatkan perhatiannya ke tiang tanpa cahaya itu. Tiba-tiba kilat kembali muncul menerangi dan memutihkan seluruh yang ada di depan mata sehingga sekilas Arion dapat melihat bahwa benda itu bukanlah tiang lampu.

Melainkan sesosok makhluk yang berdiri menghadap ke samping dan mengarahkan pandangannya ke arah Arion sembari menatapnya sinis dengan wajahnya yang pucat dan datar, tubuhnya tinggi jangkung dan memakai jubah berwarna hitam menutupi sebagian kepalanya yang kecil.

Arion dengan lekas melemparkan lampu penerangnya ke lantai dan berlari terbirit-birit ke arah Joah dan Shany. Kulit anak itu semakin memutih, tubuhnya bergeletar melihat apa yang ia lihat dengan mata kepalanya. Anak itu terduduk lemas dan hampir tidak sadarkan diri, matanya membesar dan mulutnya menganga. Ia memeluk pundaknya erat-erat, dan seluruh tubuhnya menggigil dan bergeletar kencang

Dengan pelafalan yang tidak jelas, Arion berusaha menjelaskan dan meyakinkan Joah dan Shany tentang apa yang baru saja ia lihat, ia sangat yakin kalau ia tidak salah lihat. Kedua temannya itu pun hanya mampu berusaha untuk menenangkannya.

Namun, hal ini justru memacuh Joah untuk membuktikan apa yang Arion alami. Ia mengambil lampu penerangnya, menatap jendela itu dengan tajam dan mengumpulkan nyalinya untuk melangkah.

Joah mulai berjalan mendekati jendela. Lalu mendekatkan wajahnya ke kaca jendela, ia tidak menunggu kilat muncul dan hanya mengandalkan lampu penerangnya untuk menguji dan memeriksa apa-apa yang dikatakan oleh Arion. Joah berusaha memusatkan perhatiannya ke tiang lampu itu dan ia sama sekali tidak melihat apa-apa di sekitar itu.

"Cukup Arion, kau tidak sepatutnya bercanda saat keadaan mencekam seperti ini!" ucap Joah membalikkan badannya, kemudian melihat Arion menggigil dan menggeletar kencang dengan Shany disampingnya mencoba menenangkan. Ia menelaah kembali ucapannya.

Shany berusaha membagi fokus kepada Joah dan Arion, ia tampak panik dan kesulitan untung menenangkan Arion. Yang ia tahu, ini adalah rumahnya, rasanya dia harus segera bertindak. Shany kemudian bangkit dan bersuara,

"SEMUANYA TENANG!!!" pekiknya kencang memecahkan malam dan seisinya. Shany menarik nafas panjang dan menghelanya, kemudian ia berjalan beberapa langkah sambil berkata,

"Ingat! Ini adalah rumahku! Dan tidak ada yang layak untuk aku takuti di sini, melainkan akulah yang layak untuk ditakuti disini!" ucapnya berusaha memupuk keberaniannya yang tumbuh layu.

Ia berjalan mendekati Joah dan menyambar lampu penerang dari tangan anak itu. Sejenak ia menatap mata Joah dengan dalam, berharap Joah dapat memberikan keberanian buatnya.

"Kali ini giliranku untuk memeriksa." ucapnya dengan nada yang lembut.

Keberanian yang ia kumpulkan terasa cukup, Shany berjalan mendekati jendela sembari berdoa, berharap kali ini nasibnya seberuntung Joah. Dan sebagai bukti penggenapan bahwa apa yang Arion lihat adalah kesalahan.

Ia berusaha mengingat kembali apa yang ia ucapkan, bahwa tidak ada yang layak untuk ia takuti di rumahnya sendiri, hal itu menguatkan dirinya untuk tetap melangkah mendekati jendela.

Hingga saat ia hanya berjarak satu jengkal dengan kaca jendela, langkah gadis itu mendadak terhenti. Gadis itu hanya terlihat berdiri diam menghadapkan wajahnya ke jendela tanpa bereaksi apapun untuk waktu yang cukup lama.

Joah beberapa kali memanggil Shany dan ingin mengetahui apa yang ia temukan, namun respon dari gadis itu hanyalah diam tanpa suara. Lama-kelamaan, gadis itu benar-benar terlihat seperti patung anak perempuan menggenggam lampu penerang yang sedang menghadap ke jendela.

"Benar-benar aneh" pikir Joah yang mulai menyadari kejanggalan ini.

Joah meraih lampu penerang yang sebelumnya dilempar oleh Arion ke lantai, lalu mendatangi Shany. Begitu Joah berada tepat di belakang Shany, ia dapat melihat wajah Shany yang terpantul di kaca jendela.

Wajah gadis itu terlihat terpaku dengan mata terbuka lebar dan mulut menganga seakan-akan sedang memperhatikan sesuatu dengan dalam. Namun, matanya terlihat tidak berkedip dan bola matanya tanpa pergerakan sedikitpun. Joah menepuk-nepuk pundak Shany bahkan dengan tepukan yang lebih kuat, tetap tidak ada respon dari gadis itu.

Joah menyadari ini merupakan hal yang aneh, ia segera memutarbalikkan badan gadis itu ke arahnya lalu memeluknya. Nafas Joah mendadak tersengkal-sengkal dan dadanya berdebar kencang saat memeluk erat Shany, hanya untuk memastikan bahwa gadis itu aman berada dipelukannya.

Joah berusaha untuk mengatur nafasnya sambil mengarahkan pandangannya ke luar jendela, berharap ia melihat apa yang dilihat oleh kedua temannya ini. Matanya terlihat membara-bara, seakan-akan menginsyaratkan bahwa ia tidak akan gentar menghadapi teror yang mereka terima pada malam ini.

Joah berusaha memberikan keamanan bagi Shany dengan pelukannya, berharap ia pun mendapatkan keamanan dengan itu. Ingin sekali memejamkan matanya, namun itu artinya mengundang bahaya.

Mendadak Joah merasakan ada sesuatu yang sedang menjalar di dadanya, seperti sedang berusaha mendapatkan sesuatu. Kemudian ia tersadar bahwa itu adalah tangan kanan Shany yang sedang mengenggam erat liontin yang terkalung di lehernya sampai-sampai urat-urat telapak tangannya timbul.

Ini merupakan suatu perbuatan yang tidak biasa, belum pernah sekalipun Shany tertarik untuk menyentuh kalung Joah. Ia tidak mengerti apa maksud Shany melakukan ini. Ia pikir Shany sudah tersadar dari kejadian tadi, namun tampaknya dugaannya keliru.

Tiba-tiba, tangan Shany meremuk liontin kalung Joah itu dengan sangat keras sampai-sampai liontin itu retak dan pecah, kemudian menariknya hingga terputus dari leher Joah. Kepingan-kepingan kalung itu benar-benar hancur, terurai, dan tersebar di lantai.

Bunyi dentingannya terdengar sangat mengenaskan. Ia tidak menyangka bahwa kalung yang selama ini telah menemaninya dapat dengan mudah dihancurkan oleh temannya sendiri, bahkan tanpa alasan yang jelas. Hal ini membuat Joah benar-benar merasa terancam, ia tak mampu berpikir jernih dan menemukan apa yang seharusnya ia lakukan.

Tiba-tiba, terdengar pekikan kencang dari mulut Shany, sampai-sampai Joah tercengang dan menjauh darinya. Shany memandang Joah dengan sinis dan tersenyum menyeringai, matanya tidak berkedip sama sekali. Perlahan-lahan, ia berjalan mendekati Joah, sepertinya ada sesuatu yang ingin ia perbuat.

Semakin ia berjalan mendekati Joah, semakin memundur pulalah langkah Joah. Mereka melangkah menjauhi jendela dan mengarah ke Arion. Setelah beberapa langkah, kemudian Shany berhenti, sehingga Joah pun ikut berhenti untuk melangkah mundur. Jarak mereka masing-masing kira-kira hanya satu meter.

"Sh-sh-Shany?" tanya Joah terbata-bata, nafasnya tersengkal-sengkal.

"Atau aku salah memanggilmu?" tambahnya, ia tidak melihat diri Shany di tubuh gadis itu.

Lalu tiba-tiba, Shany mendorong tubuh Joah dengan sangat kuat, sehingga ia tersungkur dan terseret hingga tepat di atas lukisan wanita burung yang berada di lantai. Kemudian, anehnya setiap guratan dari lukisan itu memunculkan sekelebat cahaya dari bara api.

Dari lukisan itu pula secara misterius muncul makhluk setengah burung setengah manusia, muncul dengan posisi dan bentuk tubuh yang sama seperti yang tergambar di lantai. Makhluk itu memiliki dua sayap gagak berwarna hitam di tubuhnya, dan kedua kakinya yang menyerupai kaki gagak. Hanya badan, tangan, dan kepalanya saja yang berbetuk manusia.

Dengan cepatnya makhluk setengah manusia itu mencengkeram leher Joah dari bawah. Kuku-kuku hitamnya yang tajam dan menjijikkan seakan ingin menusuk pembuluh darah Joah. Joah berusaha memberikan perlawanan, namun sedikit saja melakukan pergerakan yang salah, artinya membiarkan kukunya yang menjijikkan itu menusuk pembuluh darahnya.

Rasanya makhluk itu makin-makin mencengkeramnya. Hal yang bisa ia lakukan hanyalah berteriak kecang meminta pertolongan dari Arion yang semakin mengigil ketakutan melihat makhluk itu, dan Shany yang bahkan belum sadarkan diri.

Di tengah cengkeramannya, ia memberikan ancaman kepada Joah dengan memamerkan sebilah kukunya tepat di hadapan Joah, kemudian menggoreskan benda itu ke lengan kanan Joah dengan goresan yang cukup panjang sehingga kulitnya terkelupas, memerah, dan meneteskan darah.

Makhluk itu menyeringai puas dengan yang ia perbuat kepada Joah, seakan-akan ia telah menunggu sangat lama untuk itu. Hingga akhirnya terror yang menimpa mereka diakhiri dengan teriakan penderitaan yang kuat dan panjang dari Joah yang memecahkan malam berbadai itu.

Namun, terikan Joah itu bukan lah yang pertama terdengar di Slanzaria, melainkan yang ke dua.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login