BUMI
Dengan terburu buru Bumi menyalakan kompor minyak tanah di rumah kontrakannya, dia sedang akan menanak nasi, gadis itu bangun sebelum pagi, dia mencoba mencari tanaman di perkaranya rumah yang telah lama kosong oleh pemiliknya, dia bisa menanam beberapa sayur untuk makanan sehari hari mereka, tadi dia memetik beberapa lembar pucuk daun singkong, dia akan merebus dan menumisnya dengan bumbu seadanya di dapur, apapun sajalah yang penting dia dan adiknya bisa makan
" Maaaarrs.. Ayo bangun dan bantu kakak sebentar ! " panggilan Bumi mendapatkan sahutan lemah dari ruang kamar, kedua adiknya yang satu berumur enam tahun dan akan masuk sekolah dasar, sedangkan Mars berumur dua belas tahun dan akan segera menyelesaikan sekolah dasar
Bumi tak memaksa lagi melihat kedua adiknya tak timbul juga membantunya di dapur, pasti keduanya masih sangat mengantuk, mereka bertiga tidur sangat larut malam tadi, ketiganya sibuk membantu pekerjaan di rumah tetangga yang membuka usaha konveksi pakaian, mereka membantu sebisanya lumayan bisa mendapatkan jajan dan untuk tambahan bekal sekolah
Sudah hampir satu bulan ketiga kakak beradik ini hidup begini,orang tua mereka memutuskan untuk menjadi tenaga kerja di luar negri, ibunya yang akan menjadi pembantu rumah tangga dan ayahnya tak bisa melepaskan ibunya sendiri, jadi mereka berdua memutuskan pergi bersama, dan sampai saat ini belum juga ada kabar. Mungkin sulit untuk memberi kabar karena mereka memang tidak punya telepon yang bisa saling menghubungi
Bumi menyeka keringat, hawa panas kompor membuatnya gerah, dia segera mengaduk nasi yang sudah di aron,dengan cekatan tangan gadis itu mengganti kuali dan menurunkan dandang, dia mulai menumis sayur singkong yang telah lebih dulu dia rebus, wangi goreng bawang semerbak seisi ruangan rumah sempit itu, membuat hidung seperti tergelitik dan ingin bersin bersin
" hahahaaa... " Bumi tertawa melihat Mars dan Pluto bangun sambil memencet hidung mereka
" kakak kompor mu terlalu besar " protes Pluto sok tahu
" kakak sengaja ya biar kami bangun " ketus Mars tak kalah ingin protes
" cepat mandi sana, hari sudah mau pagi, lalu kita sarapan bersama.. " Bumi mendorong kedua adiknya tanpa melepaskan sendok besar ditangannya
" kakak hati hati itukan panas " protes Pluto, dia bergidik ngeri dengan ujung sodet yang menguap
" hayooo.. Buruan mandi ! " Bumi mengancam sambil menyodorkan sodet panasnya membuat kedua adiknya mundur dan segera meraih handuk
Pluto dan Mars berlarian menuju kamar mandi, keduanya berebut siapa yang terlebih dahulu, Bumi hanya bisa menggelengkan kepala mendengar pertengkaran kedua adik nya itu, dia segera menuangkan nasi di piring dan membagi sayur tumis yang baru saja dia olah,gadis itu juga menuangkan gelas minum air putih dan menaruh semuanya di meja, setelah dilihatnya kedua adiknya mulai akur dan Mars mengantri di balik pintu Pluto yang heboh mengguyur badan di dalam sana
Bumi tersenyum tipis, dia segera meraih buku buku pelajarannya dan mulai melihat jadwalnya hari ini, dia memastikan sekali lagi buku bukunya jangan sampai ada yang terlewatkan. Gadis itu menyiapkan kedua tas adiknya juga berikut seragam mereka hari ini, semua dia tata rapi di lantai yang baru saja kering dia pel, gadis itu memandang lipatan rapi kemeja seragam adiknya, dia meraih dompet dan menghitung lembaran uang ribuan di dalam sana, dengan berlahan Bumi menarik dua lembar dan menaruh diatas seragam masing masing, dia menarik nafas dalam
" kakak giliran mu.. " ucap Mars berbaju handuk, gadis kecil itu berjoget joget kecil lalu meraih seragamnya dan segera melangkah untuk berganti pakaian, dia membantu Pluto memakai seragam sekolah pendidikan anak usia dini adiknya, walau masih belasan tahun Mars sudah bisa merapihkan seragam Pluto, dia pun akan menyisir rapi adik laki lakinya itu, sesekali mereka akan berdebat dan berkelahi tapi tak apalah itu sudah biasa
Bumi membantu merapihkan pakaian kedua adiknya hingga dirasa sudah maksimal, mereka sudah menyelesaikan sarapans seadanya dan bersiap meninggalkan rumah
" kakak lihat sepatu ku ! " Pluto setengah berteriak membuat Mars menghentikan mengikat tali sepatunya, dan Bumi belum selesai mengunci rumah mereka , kedua kakak itu memperhatikan sepatu milik Pluto dengan seksama
" lihat aku adalah buayaa yang lapaaar... " ucap Pluto mengangankan ujung sepatunya yang sobek, terlihat jelas sobekan itu mengangkat dan memperlihatkan sisa sisa jahitan persis seperti kata Pluto seperti mulut buaya, sobekan itu menmbentuk seperti taring taring tajam
" hahahahaaa.... " Mars dan Bumi kompak tertawa melihat lelucon Pluto
" apa kau bisa berjalan ? " tanya Bumi sedikit memperbaiki ujung sepatu adiknya, dia mencoba memasukkan sisa sisa jahitan yang mengurai panjang, gadis itu mencoba menyimpul hingga tak terlalu tertarik besar
" bisa ka ! Aku masih bisa pakai sepatu ini sampai kakaik lulus sekolah dan bekerja " ucap Pluto dengan wajah polosnya yang riang
" amiin.. kakak akan cepat lulus dan mendapatkan uang " balas Bumi menarik senyum dan memeluk adik kecilnya
" apa ayah dan ibu tidak membelikan kita sepatu baru ? " tanya Mars tak jelas pada siapa, Bumi merangkul keduanya dan emminta mereka segera berangkat sekolah sementara gadis itu mengunci pintu, Mars dan Pluto sudah menjauh, mereka sudah pergi menuju sekolah masing masing yang tak berjarak jauh, Bumi memperhatikan punggung keduanya yang semakin mengecil, langkah ringan kedua adiknya, wajah polos mereka sikap pengertian semua itu sudah cukup untuk Bumi, dia harus semangat dan percaya akan hari esok lebih baik
" kau kami beri nama Bumi karena kami tahu kau adalah sumber kehidupan dari planet lainnya " Bumi tersenyum kecut mengenang kalimat akhir orang tuanya,matanya menerawang menatap langit yang cerah
" itulah aku Bumi di bawah sini, aku membutuhkan langit di atas sana untuk bisa memberi kehidupan.. " gumamnya pelan lalu pergi meninggalkan rumah
gadis itu melangkah perlahan dan tenang, dia memasang headset yang dibelinya dengan harga murah tempo hari dari penjaja jalanan, suara dari kotak kecil mp3 abal abal yang dia beli beberapa tahun lalu masih bisa di gunakan, Bumi mengisi memori dengan rekaman dari gurunya, ada guru yang berbaik hati memberikan materi lebih dalam bentuk digital pada Bumi, bagaimana pun gadis ini adalah bintang kelas, dia berusaha dengan baik sepanjang waktu untuk terus bertahan dan mendapatkan dana bantuan pendidikan, banyak cara yang bisa dia cari asal usaha tak pernah berhenti
Itulah Bumi, kehidupannya tak sebaik harapan tapi kebahagiaan nya tak sesulit menggapai harapan, kedua adiknya yang bisa tertawa riang dan bertingkah konyol adalah pengobat semua kekurangan hidupnya, Bumi tak menyesali takdirnya dia bisa menjalani semua nya dengan baik walau kini terasa sedikit lebih sulit
***
Jangan tertawa karena mimpi berlebihan mu, karena bisa jadi itu awal dari keajaiban -Bumi dan Langit-
* tolong bantu vote, like dan komen ya !
baca juga : aku kamu dan masa itu dan Bukan salah jodoh
Bumi membawa berapa kotak jajanan dan membukanya di dalam kelas, semua teman temannya segera menyerbu dan mengosongkan kotak ukuran sedang itu
" ah sudah habiss.. besok bawa yang banyak dong sayoong " keluh Miya membuat Bumi membuat senyuman kecil di bibirnya
" besok aku bawa yang banyak ya " ujar Bumi mencoba mengobati kekecewaan Miya, gadis itu segera mengangguk
" bagaimana orangtua mu, apa mereka memberi kabar ? " lanjut Miya bertanya pada sobat sebangkunya itu, Bumi menggeleng pelan, tangannya sibuk merapihkan meja mereka, dia harus membereskan dagangamnya sebelum guru memasuki ruang kelas, gadis itu telihat cekatan, ini adalah pekerjaan rutinnya untuk tambahan uang di rumah
" ayah ku bilang mau membantu biaya sekolah mu, tapi bagaimana dengan kedua adik mu ? " Bumi menatap wajah Miya sebentar lalu melanjutkan mengelap mejanya membuang sisa sisa remah makanan, dia baru saja menghabiskan sekotak donat yang dibuat oleh tetangganya untuk di jual di sekolah
" ayah ku mau menanggung mu, apa kau mau tinggal di rumah ku ? " Miya mencoba meminta perhatian Bumi yang masih saja sibuk
Bumi menyelesaikan juga pekerjaannya, dia sekarang bisa duduk di kursi dengans edikit lebih tenang, sekali lagi matanya menatap wajah Miya dia menggeleng berlahan
" terimakasih Miya, sampaikan pada orangtuamu juga, tapi aku tidak bisa meninggalkan Mars dan Pluto " balas Bumi membuat Miya mengangguk angguk pelan, mereka berusaha saling mengerti
" aku ngerti sih " ucap Miya kemudian, dia mengukir senyuman tipis dan Bumi membalasnya
" terimakasih Miya " balas Bumi juga dengan senyuman
Miya mengulurkan amplop cokelat pada genggaman tangan Bumi, membuat temannya itu tercengang bingung
" Miyaa… " suara Bumi jelas menolak
" ambilah Bumii.. itu dari ayahku " pinta Miya
" tapi keluargamu sudah terlalu baik pada ku " jawab Bumi merasa tak enak, telapak tangan Miya menepuk pundak temannya pelan, raut wajahnya berusaha meyakinkan
" kau butuh itu, simpanlah " pinta Miya tanpa mau ada intrupsi lagi
" terimakasih Miya, aku harus membalasmu suatu saat nanti " ujar Bumi tak tahu harus bagaimana lagi menghadapi kebaikan hati sahabatnya itu, bukan sekali dua kali bahkan sudah beberapa kali orang tua Miya membantu Bumi, dia bahkan juga pernah mengirimkan sekarton mie instan dan perlengkapan isi dapur, semua kebaikan itu semakin banyak saja Bumi terima
" hari ini ikut aku ke toko roti yuk ! " ajak Miya sebelum wali kelas bergabung dan memulai kelas, Bumi mengangguk setuju, keduanya mulai duduk rapi dan siap mendengarkan materi pelajaran
***
Langit melirik jam tangannya dan menunjukkan waktu yang tepat untuk bel berbunyi tanda istirahat kedua di mulai, Edo melambaikan tangan dari balik jendela dan Langit tahu itu
" kau mau kemana ? " tanya Gaza pada Langit, melihat wajah penuh tanya Gaza Langit menggeleng pelan
" tidak ko, biar saja Edo " balas Langit dengan wajah cuek, tapi jelas lambaian Edo tak bisa sepenuhnya di cueki
" kau pergi saja biar aku yang atasi nanti " balas Gaza mendapatkan wajah melongo Langit, wajah apa itu ? bukannya sudah biasa Langit membolos dan dilindungi oleh Gaza atau yang lainnya, selalu ada alasan baik untuk kenakalan Langit
" tidak tidak.. aku tak mau kau dapat masalah " tolak Langit tak enak
" memangnya kau mau kemana ? " sekarang Layla ikut bergabung di meja mereka, gadis cantik dengan rambut curly pendek sebahu itu mengerling ingin tahu
" biasa.. " balas Langit dengan wajah datar
" aahh ikut dong ! " pinta Layla membuat Gaza tercengang
" jangaan.. lagipula kau kan perempuan " jawab Langit melirik ragu ke arah Gaza
" ish kau selalu saja menolak kalau aku ikut, kau menghabiskan waktu dengan cewek cewek di luar sana kan ! " tuding Layla kesal karena permintaannya tak di turuti, Langit terkekeh melihat wajah Layla yang cemberut
" hahaa.. bukan bukan, kami mau main game online ko ", jawab Langit bohong, jelas mereka akan pergi karaoke dan mungkin juga bermain game online
" ish main game mulu, ogah ah " pada akhirnya Layla menyerah sendiri, menemani laki laki bermain game online tanpa kenal waktu itu sangat melelahkan itulah mengapa Layla urung tertarik
" Gaza makan yuk ! " Layla berganti ke arah Gaza, gadis itu segera menarik lengan Gaza, Langit melongo dan tersenyum senang, Gaza menyempatkan diri menoleh dan mgangkat tangannya , jari telunjuk dan jempolnya bertemu membentuk huruf O
Itu artinya sudah oke jika Langit akan cabut kali ini, seperti biasa Gaza akan menjadi bantalan empuk alasan dirinya, Gaza memang empuk badannya berisi dengan kulitnya yang putih, sepertinya Layla juga kerasan dengan bersender di lengan empuk milik Gaza
Langit, Edo dan seorang lainnya memanjat tembok belakang sekolah, mereka tahu betul hanya di sana saja bagian teraman dari gedung mewah ini, dindingnya yang mepet rumah kecil milik penjaga sekolah membuat bagian sini tak bisa di pasangi kawat tajam, kalau sudah berdiri di atas tembok keempatnya kompak menaiki genteng rumah penjaga sekolah, mereka berlari cepat membuat suara gaduh dan ada juga genteng yang retak, kenakalan khas anak remaja, mereka tertawa senang melakukan tingkah konyol seperti itu
BRUUKK !!
Ketiganya melompat turun dan berhambur berlari, mereka membuka paksa kancing kemeja rapi mereka, menarik keluar kemeja dari selipan celana, membiarkan katun putih itu tertiup angin dan mengekspose kaos polos di dada mereka, ya mereka selalu memakai kaos di dalamnya, mereka sudah selalu seperti itu
Edo membuka kedua tangannya dan menarik tas di ujung tangannya, pemuda itu menarik nafas dalam seolah menghirup nafas kebebasan, dia menikmati semilir angin
" kenapa sih sekolah kita fullday, enakan sekolah SMA biasa, masih bisa nongkrong " protes Edo diterima baik oleh teman temannya
Dua orang lagi meraih saku tas nya, keduanya sibuk mengelap dengan kapas dan mengisi ulang cairan penuh rasa di sana, keduanya mulai bersiap menarik dalam ujung benda kecil itu dan menghembuskan asap tebal ke udara, dia menikmati seruputan vape di tangannya
Langit berjalan santai di belakang, dia sesekali menoleh ke kiri dan ke kanan dan menebar senyum manisnya, kedua tangannya menyelip di saku, langkahnya tenang dan santai, bahunya satu menopang tali tas, kemejanya terbuka penuh memperlihatkan kaos putihnya, pemuda itu menggantung jaket diantara tali tasnya, dengan begitu saja dia menawan, beberapa orang yang dibagi senyumnya selalu menyapa ramah
" yuukk.. anak yang lain udah di sana " seru Edo melangkah lebih cepat yang lain pun ikut menyusul dengan wajah riang, begitupun Langit namanya secerah langit siang ini, dia menyukai waktu bermain main seperti ini
* tolong bantu vote, like dan komen ya !
baca juga : aku kamu dan masa itu dan Bukan salah jodoh
Paragraph comment
Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.
Also, you can always turn it off/on in Settings.
GOT IT