Download App
3.63% Royal Family Series : Pengantin Sang Raja (The King's Bride) / Chapter 2: 002 : Thief and Thief

Chapter 2: 002 : Thief and Thief

Bevait, Spring

Seorang gadis duduk di tepi jendela sebuah rumah, tangannya sibuk mengelap kaca dan kakinya berayun-ayun ke depan dan kebelakang. Mengabaikan fakta bahwa ia duduk di tepi jendela pada kamar di lantai tiga rumah. Gadis itu memakai kemeja putih, dengan rok terusan biru tua selutut dan blazer warna senada. Dari penampilannya bisa ditebak gadis ini adalah seorang pelayan. Gadis itu punya kulit kecoklatan, rambutnya berwarna hitam ikal panjang dengan ujung-ujungnya yang berwarna abu-abu. Wajahnya manis dan matanya berbinar bersemangat, sesekali gadis itu bersenandung dan berdecak-decak antusias.

"ASTAGAA!! REDD MANSENNN!! TURUNNN!!!"

Teriakan itu memekakkan telinga siapun yang mendengar dan yang paling parah, teriakan itu membuat gadis yang ada di jendela nyaris terjungkal. Jika saja ia tak berpegangan pada kusen jendela erat-erat.

"Bibi Mayy!!" Gadis itu berteriak kesal setelah berhasil menyeimbangkan tubuhnya, walau jantung gadis itu masih berdentam keras karena kaget.

"Kau menyalak padaku Redd?" ucap wanita yang dipanggil bibi May.

Redd-gadis di jendela-mengerutkan bibirnya. "Kenapa bibi teriak-teriak? Aku jadi kaget. Kalau aku jatuh bagaimana?"

Bibi May berkacak pinggang dan jika saja ini adalah dunia kartun, perempatan siku-siku sudah muncul di keningnya. "Kau yang membahayakan dirimu sendiri anak muda."

"Aku cuma mengelap kaca," Redd cemberut. "Bukankah bibi bilang Raja akan datang sore ini?"

"Ya. Tapi itu bukan berarti kau boleh duduk di jendela dengan kemungkinan besar untuk jatuh ke bawah," oceh bibi May kesal.

"Bibi~," Redd merengek.

"Turun anak muda," Bibi May mendelik. "Sekarang juga!!"

Redd mendengus kesal, tapi menurut untuk menyingkir dari jendela. Ia memutar tubuhnya kebelakang dan masuk ke dalam kamar. Gadis itu kemudian melongok ke bawah, dan menemukan Bibi May sudah melangkah pergi sambil mengomel seorang diri.

"Aku kan hanya mencoba untuk membantu," dumel Redd kesal.

Dengan langkah menghentak, ia meraih lap dan kaleng kecil yang ia taruh di bawah jendela dan melangkah pergi dari kamar itu.

Ia berlarian kecil di koridor istana, sesekali menyapa pelayan lain yang sibuk membersihkan bufet, perabotan dan lantai istana.

Hari ini adalah hari yang sibuk, karena hari ini Yang Mulia Raja akan datang ke Kastil Bevait-kastil peristirahatan keluarga kerajaan di musim panas- yang ditempati mendiang Putra Mahkota selama 5 tahun terakhir. Menurut rumor Raja datang untuk beristirahat dan untuk berkabung atas kepergian mendiang Pangeran.

Redd selalu bertannya tanya seperti apa sosok Rajanya itu. Bukannya di tidak tahu, ia dan mendiang Pangeran dulu cukup dekat karena usia nyaris mereka sama. Jadi ia sering melihat foto muda Rajanya, dan juga ia sering melihat sosok Raja muda itu di televisi. Jadi ia merasa tak asing, hanya saja ia tak pernah bertemu Raja secara langsung dan ia benar-benar penasaran.

"Redd!" panggilan itu membawa kepala Redd menengok ke belakang. Terlihat seorang lelaki berjalan ke arahnya dengan langkah tergesa.

"Hai, Edmund." sapa Redd, "Ada apa?"

"Aku akan pergi untuk menjaga instal kuda malam nanti, dan aku akan melihat bintang dengan teleskop baru pemberian ayah nanti. Kau mau ikut?"

Mata Redd membola, ini dia yang ia suka. Redd dan Edmund berteman sejak Redd datang ke kastil ini saat usianya dua belas tahun bersama adik perempuannya, Edmund adalah anak kepala pelayan. Jadi karena usia mereka sama, ia mengajak Redd berkeliling kastil dan kemudian menjadi temannya hingga sekarang. Edmund suka dengan dunia astronomi, ayah Edmund sering membelikannya benda-benda yang berhubungan angkasa dan kemudian teleskop saat Edmund berusia enam belas. Sejak saat itu Edmund sering keluar saat petang untuk melihat langit, dan ia sering mengajak Redd bersamanya.

"Oke," jawab Redd antusias. "Aku ikut."

"Aku senang mendengarnya, dan apa yang kau lakukan di sini Redd? Bukannya tadi kau bilang, kau mau membersihkan jendela?"

Redd seketika cemberut, "Bibi May mengusirku, dia bilang aku tidak boleh membersihkan jendela."

Edmund terkekeh, "Itu karena kau pasti melakukan hal aneh saat membersihkan jendela."

"Aku tidak kok,aku-" Redd mendecak. "Baiklah, iya aku memang duduk di pinggir jendela tadi."

"Sudah aku duga."

"Tapi aku kan hanya ingin membantu, aku ingin menyambut Raja juga." ucap Redd.

"Raja bahkan tak akan tahu kalau kau ikut menyambutnya," canda Edmund yang langsung membuat Redd memukul lengannya.

"Aku bercanda," Edmund meringis.

"Raja juga tidak tahu kalau kau membantu," guman Redd. "Memangnya kau tahu Raja itu seperti apa?"

Edmund mengerutkan kening, "Katanya sih. Raja itu sebenarnya orangnya angkuh sekali, dia itu dingin dan posesif. Katanya, bahkan ia yang memaksa mendiang Pangeran yang sakit untuk mengurus kerajaan."

Redd meragu, "Sungguh?"

"Ya," Edmund mengangguk mantap. "Aku tak sengaja mendengar pembicaraan bibi-bibi di dapur kemari, katanya Raja itu adalah gay, dan jangan dipotong," -ucap Edmund cepat saat Redd sudah siap menyela karena kaget. "Karena Raja tak suka berdekatan dengan wanita dan tidak pernah mau menikah, ia membenci semua wanita."

Redd menatap takjub pada Edmund yang baru menyelesaikan ceritanya dengan nada puas.

"Darimana kau tahu itu Ed?"

Edmund menepuk dadanya bangga, "Aku adalah telinga di kastil Bevait ini."

"Itu karena kau adalah lelaki tukang gosip," desis Bibi May yang tiba-tiba muncul sambil memukul kepala Edmund dengan kemoceng.

Pria itu mengaduh, sementara Redd terkikik geli.

"Jangan tertawa nona muda," ucap Bibi May marah. "Dan kau Edmund, aku menyuruhmu untuk mengambil taplak di dapur bukan untuk bergosip seperti penjual ikan di pasar."

"Iya bibi, aku pergi."

Edmund melangkah cepat menuju ke dapur setelahnya untuk mengambil taplak, sementara Redd meringis pada Bibi May yang mendelik padanya.

"Ayo nona muda, aku punya pekerjaan untukmu."

°°°

Pintu gerbang raksasa Kastil Bevait terbuka dengan suara nyaring. Sebuah mobil mercedez hitam mengkilap berjalan masuk di ikuti oleh lima mobil bermerek sama kemudian. Mobil-mobil itu berjalan melintasi taman mewah Kastil Bevait dan berhenti tepat di depan kastil.

Seluruh pelayan berdiri siaga di depan pintu gading kastil yang megah, beberapa berdiri di pilar-pilar marmer raksasa yang menopang atap kastil yang berbentuk seperti kubah.

Pintu mobil yang berada di tengah dibuka oleh seorang bodyguard dan sepasang kaki jenjang melangkah keluar. Sosok itu kemudian berdiri tegap, dan seluruh orang di sana membungkuk rendah.

"Selamat datang Yang Mulia," ucap seorang lelaki dengan jas hitam dan rambut yang disisir kelimis.

Richard tersenyum tipis, "Terimakasih Hanson."

"Suatu kehormatan Yang Mulia," ucap Hanson sambil membungkuk lebih dalam.

"Aku tidak tahu kalau aku akan mendapat sambutan sebaik ini," ucap Richard.

"Sudah lama anda tidak berkunjung kemari," kata Hanson. "Kami ingin membuat anda merasa senang."

Richard tersenyum sembari melangkah masuk dalam kastil, ia tersenyum saat melihat aula depan yang tidak berubah. Masih sama. Tempat itu masih mempunyai dinding putih tulang, dengan lantai marmer yang mengkilap. Lampu krystal yang besar menggantung di atap yang berbentuk lancip dan tangga raksasa yang melingkar menuju lantai atas. Semua tetap seperti dulu, seperti terakhir kali ia kemari. Semua tidak berubah kecuali adanya sebuah pigura berisi foto James di samping pigura keluarga besar kerajaan pada masa ayah Richard. Dimana dalam foto itu Richard dan James masih duduk di bangku sekolah dasar.

"Apa Yang Mulia merasa lelah? Anda mau istirahat?" tanya Charles yang berada di sisi Raja muda itu.

Richard menganguk, "Ya. Aku pikir istirahat sebentar tidaklah buruk."

°°°

Malam sudah sangat larut saat Richard sibuk dengan ipad dan berkas di hadapannya. Ia duduk di ruang kerja yang disediakan di Kastil Bevait, ruang itu ada di sisi kamar tidurnya yang merupakan kamar utama. Terhubung melalui sebuah putih yang kini ia biarkan terbuka, menampakkan pemandangan kamarnya yang luas dan ranjangnya yang tertutup sprei merah.

Richard tahu ia harusnya menghabiskan waktunya untuk istirahat disini. Tapi sulit karena ingatan tentang James menyulutnya lebih kuat, jadi ia lebih memilih untuk tetap sibuk pada pekerjaannya mengurus negara. Apalagi ia juga harus segera mencari calon penerus tahta dan mengecek seluruh putra Duke yang kemarin dikirim oleh Perdana Menteri.

Raja muda itu kemudian memutuskan untuk bangkit saat merasakan kepalanya mulai pusing, efek dari cahaya ipad yang dilihatinya selama berjam-jam dan efek dari begadangnya. Ia kemudian bangkit dan melangkah ke jendela, menatap pemandangan malam yang tampak dari jendela yang terbuka lebar. Angin berhembus masuk, menerbangkan gorden berwarna nila dan helaian rambut Richard.

Di kejauhan tampak pandangan berkelip dari Desmarais, pulau terbesar di Negara Chevailer yang juga merupakan ibukota bagi negara kepulauan itu. Yang posisiya berseberangan dengan Pulau dimana Kastil Bevait berada.

Richard menghela nafas, menjadi Raja bukanlah hal mudah. Apalagi baginya yang menjadi Raja saat usianya baru tujuh belas tahun. Ia kehilangan ibunya dan lalu kehilangan ayahnya yang tidak menyayanginya, terasa begitu miris.

Kadang ia merasa beruntung karena memiliki Charles disisinya, pria itu setia dan membuatnya tahu seperti apa rasanya hidup memiliki seorang ayah yang menyayanginya. Degan dukungan pria itu dia bisa membangun Chevailer sedemikian rupa, hingga kini negara yang itu menjadi negara terkaya nomor empat di dunia.

Richard masih memandang ke  arah Desmarais dengan kosong, dengan perjalanan yang hanya memakan waktu satu jam. Jarak antar pulau ini cukup dekat dan tidak sulit baginya untuk melihat keindahan kota. Cahaya gedung bertingkatnya tampak lemah tapi cahaya mobil dan jalanan benerang dan tampak kabur. Richard membayangkan keadaan adiknya di sini, yang mungkin selalu berdiri di jendela memandang ke sana. Menanti dirinya untuk menjenguknya sesekali, sebuah janji yang hanya ia tulis dalam surat namun tak pernah bisa ia wujudkan.

Ia kadang menyesal kenapa harus mengabaikan adiknya begitu saja.

Raja itu mengeluh saat perutnya berkeroncong lapar, ia belum makan malam dan waktu sudah menunjuk pukul satu pagi. Ia tidak mungkin memanggil pelayan di jam segini, ia mungkin raja yang angkuh tapi ia tidak akan bersikap semena-mena pada pelayannya. Ia tidak sekejam itu.

Jadi dengan mata yang memerah dan perut yang menggila, Richard meraih sweater rajut merahnya di gantungan. Menutupi kemeja putih yang dipakainya, ia kemudian membuka pintunya pelan. Dikedua sisi ambang pintu, ia bisa melihat dua bodyguard pria berjaga. Mereka bersandar di tembok dan tidur, jadi karena kasihan Richard berusaha menutup pintu dengan tenang dan melangkah pelan. Ia memutuskan untuk mencari dapurnya sendiri, sekalian mencoba melatih ingatannya tentang kastil ini.

Orang nomor satu di Chevailer itu berjalan dengan tangan yang teggelam dalam saku celana, ia menatap datar pada lukisan dan hiasan di sepanjang lorong. Richard agak heran saat menyadari kebanyakan lampu bergaya moderen yang  menempel di langit lorong masih bersinar kekuningan dijam segini. Tapi ia memutuskan untuk mengabaikannya dan mencoba mencari letak dapur kembali.

Richard sampai di perempatan lorong dan tengah menoleh kebingungan saat ia melihat ada sosok bercoat hitam yang mengendap di ujung lorong sebelah barat. Richard menatap tajam, kemudian dengan langkah lambat dan tanpa suara ia berjalan menuju sosok itu. Richard meyakini dia adalah seorang perampok, atau mungkin pembunuh bayaran yang dikirim untuk membunuhnya, mengingat bahwa ia ada di kastil ini tanpa penjagaan seketat di istana. Dalam hati ia mengomel tentang kepala keamanan di kastil dan berencana untuk memecatnya.

Langkah Raja muda itu semakin dekat dengan sosok gelap itu, ia sudah siap untuk memukul sosok itu dari belakang saat tiba-tiba sosok itu berbalik dan menerjangnya kuat

Richard mengadu keras ketika punggungnya menabrak ubin lanta dengan keras, ia terengah dan membuka mata dengan cepat.

Sosok di atasnya menatapnya tajam, matanya berwarna coklat tua dan Richard tertegun saat menyadari bahwa dia adalah wanita.

"Siapa kau?!" sosok itu bertannya tajam padanya.

Richard butuh waktu setengah menit, sebelum menyadari bahwa sosok wanita itu ada di atas tubuhnya dan dia itu adalah pencuri.

"Aku bilang kau siapa?!" wanita itu bertannya lagi.

Richard menggeram kesal, "Aku yang harusnya bertannya. Siapa kau? Kau pencuri kan?"

Wanita itu membolakan matanya kaget dan menekan bahu Richard keras, membuat pria itu meringis sakit. Bukan karena sakit akibat tekanan pada bahunya-karena jujur itu tidak terasa sama sekali- tapi karena kuku panjang wanita itu menancap di bahunya. Ia berpikir bahwa mungkin saja wanita ini adalah vampir dengan kuku tajamnya, tapi ia segera menyingkirkan opsi itu saat merasakan hembusan nafas panas menerpa wajahnya.

"Beraninya kau bilang aku ini pencuri? Aku jelas bukan. Sudah jelas kau yang seorang pencuri."

"Lalu kau siapa jika bukan pencuri?" tanya Richard tenang. "Atau kau mungkin seorang simpanan pegawai di sini?"

"Yak!" gadis itu menyalak. Membuat telinga Richard berdenging. "Aku bukan wanita seperti itu!!! Aku ini orang penting."

"Orang penting ya?" bisik Richard sinis.

"Ya. Aku orang terhormat."

"Kalau begitu," Richard menyeringai. "Aku yakin kau  akan merasa lebih terhormat lagi

jika bisa membuatku senang."

Richard terkekeh sinis lalu dengan cepat meraih pinggang wanita itu dan membalik posisi mereka. Ia diatas dan wanita itu dibawah.

Secara hukum alam. Ini baru posisi benar.

Wanita itu membelalak panik, tubuhnya memberontak dengan keras. "Apa yang kau lakukan," geramnya. "Lepaskan aku dasar cabull!!!"

"Aku tidak cabul kok."

Wanita itu menjerit dan mulai memukul dada Richard keras, raja itu dengan cepat membekap mulutnya dan meraih kedua tangan wanita itu dengan satu tangannya yang lain. Menahannya di atas kepala.

"Jangan berteriak pencuri," desis Richard kesal.

Wanita itu berguman kesal dalam bekapan Richard, ia menggigit telapak tangan raja itu dan langsung membuat sang raja mengaduh sakit.

"Tolong!!! Tolongggg akuuuu!!! Ada pencuri!!!"

Richard mendelik marah, ia hendak membekapnya lagi ketika wanita itu menyentak tangannya dan itu membuatnya langsung menindih sosok dibawahnya karena hilang keseimbangan.

Sudah jatuh tertimpa tangga.

Mungkin itu sangat cocok untuk diberikan pada keadaan dua orang itu kali ini. Karena fatalnya, saat Richard akan bangkit dan serabut kain sweaternya tersangkut pada anting sosok dibwahnya. Lebih sial lagi, derap langkah terdengar di lorong. Menandakan teriakan wanita itu berhasil membangunkan seluruh isi kastil dan membuat mereka semua menuju ke sumber suara.

"Apa yang kau lakukan pencuri?" wanita itu menyentak. "Menyingkir!"

"Ini tersangkut bodoh!" desis Richard sambil menarik tubuhnya yang mana membuat sosok itu menjerit karena telinganya ikut tertarik.

"Kalau begitu benarkan ka-," ucapan sosok itu terhenti. Karena akibat kepalanya yang menoleh ia sekarang bertatap muka secara langsung dengan Richard, dan ia tidak bisa tidak terpesona pada sepasang mata tajam yang-ia bersumpah-warnanya sangat gelap.

Wanita itu diam sebentar, sebelum otaknya mulai memutar suatu memori yang mengusiknya. Ia tidak asing dengan mata ini, ia tidak asing dengan wajah ini dan ia merasa pernah melihat sosok itu di suatu tempat.

Dimana ya?

Dalam memorinya ia melihat sosok ini di televisi kemarin, bersama Perdana Menteri dan memakai baju kebesaran kerajaan. Ia melihatnya saat makan puding dengan Edmund kemarin, sepertinya...

Di televisi.

Bersama Perdana Menteri.

Memakai baju kebesaran kerajaan.

Loading 50%

.

Loading 80%

.

Loading 90%

.

Loading....

.

Mata wanita itu melotot ngeri.

Mati kau.

"An..an..anda..," Wanita itu menelan ludah kasar. "Yang.. Yang Mulia Raja?"

Richard menaikkan sebelah alis heran. Takjub dengan waktu yang dibutunkan wanita ini untuk mengenalinya. Lama sekali, dan bahkan perlu sedikit acara saling berteriak.

"Ya. Aku Yan-,"

"Astaga Yang Mulia!!!!!!"

Teriakan itu berhasil membuat dua anak manusia itu mendongak dan mereka sama-sama membeo saat melihat prajurit, pelayan bahkan Charles ada di sana. Di depan mereka dengan wajah tak terjelaskan.

"Ini tidak seperti yang terlihat," Richard panik dan segera menarik tubuhnya. Namun ia meringis saat mendengar sosok di bawahnya menjerit keras, yang mana langsung membuat seluruh orang memasang wajah yang lebih mencurigakan.

"Jangan berteriak," desis Richard.

"Tapi ini sakit... ."

"Redd?" panggilan bernada ragu itu membuat Richard mendongak, ia melihat seorang pria berambut pirang terengah di barisan depan penonton. Rambutnya yang pirang berantakan, dan wajanya yang mengkilap menunjukkan bahwa ia berkeringat parah. Ekspresinya juga terlihat sangat syok.

"Redd, kau-aku menunggumu di instal. Tapi kau-maksudku kau tidak-maksudku.. Aku.."

Richard menatap sosok dibawahnya yang ternyata bernama Redd dan kemudian menatap pria pirang itu.

"Siapa kau?" tanya Richard dingin.

Sosok itu gelagapan sesaat sebelum kemudian menunduk dalam, "Saya Edmund. Anak kepala pelayan, saya teman Redd."

"Redd?" ulang Richard. "Nama anak ini?"

"Anak?" pekik Redd. "Aku wanita berusia dua puluh tiga tahun!!"

"Redd!!" gertak Bibi May yang juga ada di sana dan terkejut dengan sikap Redd yang berani berteriak pada Raja.

Richard menatap sosok Redd skeptis, ia tahu bahwa ia berurusan dengan gadis ini sekarang. Apalagi ia tak akan bisa lepas dengan keadaan sweaternya yang menyangkut, ia akan menyakiti telinga wanita ini. Ia juga tak mungkin meminta tolong pelayan untuk melepaskannya di sini. Astaga Richard itu raja bung, mau ditaruh mana wibawanya nanti?

Sudah ketahuan malam-malam, bersama seorang wanita, ditambah mereka ada di posisi yang akan membuat semua orang menjadi ambigu, yang anehnya tidak membuat Richard risih, padahal selama ini ia sangat anti berdekatan dengan wanita.

Atas dasar menimbang kualitas dan kuantitas, terutama untuk mempertahankan wibawa dan imagenya. Ia meraih punggung gadis itu dan bangkit berdiri. Membuat Redd memekik dan para pelayan menahan nafas. Karena akibat gerakan Richard itu keadaan Redd sekarang ada di gendongan Richard, dengan posisi koala hug. Redd membeku, ia sudah akan mencoba menberontak saat telinganya yang tertarik membatalkan niatnya. Ia memilih menunduk dengan wajah memanas,  bersembunyi di ceruk leher sang raja sekaligus mencari posisi aman bagi telinganya.

"Bawa air hangat dan kompres ke kamarku, bawa juga salep pereda nyeri dan kapas." titah Richard yang langsung dituruti oleh beberapa pelayan yang merasa aneh dengan perintah Rajanya.

"Lalu bagaimana dengan nona Redd Yang Mulia?" tanya Charles tenang.

"Dia?" Richard berguman. "Akan berada di kamarku dan aku tidak tahu apa ia akan keluar."

Redd mendongak bebarengan dengan pekikan tertahan para pelayan saat mendengar ucapan ambigu Richard. Ia hendak marah saat Richard memegang punggungnya erat dan mulai berjalan pergi.

"Setelah pesananku diantar, tidak ada yang boleh mendekat ke kamarku."

Redd merinding dengan ucapan itu. Ia memberontak karena kalimat aneh Richard lagi, mengabaikan perih di telinganya ia mulai bergerak dan menjerit.

"Lepaskan aku!!" teriaknya. "Hanya karena kau Raja, kau tidak bisa bertingkah sesukamu. Aku mau turunnnnn!!!"

"LEPASKAN AKUUU!!!!!"

Teriakan itu melengking, namun terdengar samar saat dua anak manusia itu berbelok di lorong, meninggalkan sosok-sosok manusia yang masih memandang takjub peristiwa barusan.

"Itu tadii..," Edmund kehilangan suara.

Charles sendiri tersenyum, entah kenapa walau tidak yakin ia merasa akan ada takdir menarik yang akan segera terjadi.

Takdir untuk rajanya yang mungkin akan mengubah segalnya.

"Sepertinya permintaan terakhirmu akan dikabulkan Pangeran James,"guman Charles pelan.

.

.

.

.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C2
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login