Download App

Chapter 9: 08. TERUNGKAP I

Ana tercengang mendengar permintaan Clara.

"Kak?" Ana berkata lemah.

Ana senang Clara bisa jadi begitu perhatian pada dirinya. Tetapi melihat Clara memohon pada orang tuanya untuk mengadopsi dirinya? Bahkan dalam fantasi terliar sekalipun dia tidak berani mengharapkannya.

"Ok!" Papa dengan cuek menyetujui permintaan Clara.

"Ehhh!" Ana terkejut.

"Iya nanti papa sama mama urus." Tambah mama.

"Eeehhh."

"Makasih pa, ma!" Ucap Clara penuh terimakasih pada kedua orang tuanya.

"..."

Melihat apa yang terjadi saat ini Ana terdiam. Jangankan untuk bicara, bersuara saja dia tidak sanggup.

"Kenapa dek?"

"..."

Ana benar-benar tidak bisa menjawab, kejadian ini terlalu tiba-tiba buatnya.

Papa mematikan tv. Lalu menegakkan punggung, mengajak mereka semua bicara dengan tenang.

"Clara sini duduk dulu." Kata papa.

Clara mengangguk lalu duduk disebelah Ana.

"Ana kan?" Tanya papa.

"Emm... Iya om."

"Haha. Kamu santai aja dulu."

"Eh.. iya"

Mama tersenyum melihat sikap Ana, menurut mama sikap ana sangat manis. Dengan lembut mama membelai rambut Ana.

"..."

Sekali lagi hari itu Ana benar-benar tidak bisa menahan bulir air dimatanya. Tetes air mata itu mengalir begitu saja. Dadanya sesak. Bukan sedih, namun perasaan rindu dalam dirinya seperti menekan dadanya. Rindu akan belaian tangan dari seorang ibu.

"Ma..af.. tante." Kata Ana sambil terisak.

"Gapapa nak, jangan ditahan. Luapin semua perasaan kamu. Terlihat lemah bukan sebuah dosa." Jelas mama sambil tetap membelai lembut kepala Ana.

Mendengar kata-kata mama Clara, Ana semakin tak kuasa menahan diri. Mama Clara memeluknya lembut. Ana membenamkan diri dipelukan mama Clara, menumpahkan semua rasa rindunya akan kasih sayang seorang ibu.

Papa dan Clara yang melihat kasih sayang mama pada Ana tersenyum lega. Membiarkan mama menenangkan Ana, papa meminta penjelasan pada Clara.

"Jadi kamu bisa jelasin ke papa Clar?"

"Iya pa."

Clara mulai menceritakan semua kejadian yang terjadi hari ini. Tanpa satu detailpun yang terlewati. Papa hanya mengangguk dan menggeleng untuk menanggapi setiap cerita Clara. Akhirnya Clara selesai bercerita. Giliran papa buka suara.

"Tapi adopsi itu ga gampang lo Clar?"

"Tapi tadikan papa udah iyain. Hehe."

"Ya papa bilang ga gampang bukan ga bisa."

"Hihi.. ayolah pa, kan Clara jarang minta apa-apa."

"Kamu ini. Ya nanti papa sama mama diskusiin dulu ya."

"Untuk sementara yang penting Ana pindah dulu kesini." Tambah papa.

"Beneran pa?"

"Iya."

"Yeyyy, makasih pa... Papa emank papa terbaik didunia. Soalnya papa Clara cuma satu sih. Hehe" Kata Clara senang sambil memeluk Papa.

Mendengar ini papa mendecak pura-pura kesal.

"Hih, Kamu ini. Masih sempet-sempetnya ngejek papa."

"Hehe. Ampun pa."

Ana sudah agak tenang. Tangisnya sudah berhenti.

"Makasih om, tante."

"Apa!" Kata papa dan mama tiba-tiba.

"Eh.."

Ana kaget dan ketakutan melihat ini.

"Maaf om, tan.."

"Loh masih berani panggil om tante?" Potong mama.

"Eh..?"

Ana benar-benar bingung sekarang. Apa yang sebenarnya dia lakukan? kenapa papa dan mama Clara tiba-tiba marah padanya. Dia melihat Clara. Tidak membantu. Kakaknya itu hanya tersenyum jahil melihat ini, seakan dia menikmatinya.

"..."

Ana terdiam tidak berani berkata apa-apa. Hanya menunggu ada yang menjelaskan padanya apa yang sebenarnya terjadi.

"Kamu kan udah jadi adeknya Clara, masa panggil om tante." Kata mama lembut sambil mengelus kepala Ana.

"Eh.. emm iya." Ana kehabisan kata.

"Coba bilang yang bener sekali lagi."

"Em makasih pa... Ma." Kata Ana canggung.

"Nah, gitu baru bagus." Kata papa.

"Ih, papa sama mama jail banget, barusan Ana takut tuh." Clara menimpali.

"Tapi kamu juga diem aja." Sanggah mama yang dibalas tawa jahil dari Clara.

"Hehe.."

Begitulah sisa malam itu mereka lewati dengan penuh canda tawa di ruang keluarga. Menyambut satu orang anggota baru keluarga mereka.

***

Malam harinya di kamar Clara.

Clara sedang mengulang pelajaran tadi pagi, sedangkan Ana duduk di tempat tidur membaca buku catatan matematika Clara saat kelas X.

Selesai membaca, Ana memandang kakaknya yang sedang belajar dengan serius. Teringat semua kejadian hari ini dikepalanya. Tidak dapat menahan diri, akhirnya dia mengucapkan terimakasih pada Clara.

"Kak, makasih banget lo ya."

"Hmm. Buat?" Tanya Clara heran.

"Ya apa yang kakak lakuin tadi. Kakak sampe mintain om.."

"Hei!" Potong Clara.

"Hehe. Iya. Mintain papa mama buat adopsi Ana." Jawab Ana lembut.

Clara hanya tersenyum menanggapi pertanyaan adik barunya itu. Meninggalkan bukunya, dia duduk di tempat tidur di sebelah Ana.

Membelai rambut Ana yang lembut, Clara mulai bercerita kepada Ana.

"Jujur ya, kakak ngelakuin ini bukan karena kasian sama kamu dek."

"Eh?"

"Ya kalo cuma kasian kan kakak tinggal minta papa mama buat kasih duit ke kamu beres."

"Kakak sebenernya ngerasa gimana gitu tadi siang pas Ana meluk kakak."

"Kakak sendiri kan anak tunggal, ga tau gimana rasanya punya saudara." Tambah Clara lagi.

"Tapi kakak ga naksir Ana kan?" Candanya.

TAK!

"Aw.. sakit kak." Ana memegang kepalanya yang baru dijitak Clara sambil cemberut.

"Hih.. kamu sih. Kakak masi nornal tau."

"Hehe. Bercanda kak."

"Lagian jangan jitak kepala dong kak, ini pas lahir keluar duluan." Lanjut Ana lagi.

"Haha.. kamu ini dek."

Tak tahan, Clara mulai mengacak-acak rambut adiknya kesal. Clara tidak pernah menyangka akan seperti ini rasanya punya adik. Atau mungkin hanya kebetulan dia bertemu adik yang lucu dan lugu seperti Ana? Entahlah yang jelas Ana sudah membawa warna baru dalam hidupnya.

"Tau ga dek."

"Nggak kak. Hehe." Jawab ana polos.

"Dasar. Kakak seneng sekarang punya sandaran lain."

"Maksudnya?"

"Ya kaya sekarang ini, kakak ga perlu sedih sendirian lagi."

"Oh.. itu. Siap kak. Ana bakal siap jadi ember tempat nampung curhat kakak."

"Lumayan tambahan gosip." Tambahnya pelan.

Sadar akan ancaman dari mata mematikan kakaknya, Clara langsung menambahkan lagi.

"Bercanda bos. Siap!" Katanya berdiri sambil memberi hormat bak pemimpin upacara.

Begitulah akhirnya malan itu terus bercanda, sampai mama naik dan menyuruh mereka tidur..

Clara senang sekali hari ini, berkat Ana dia benar-benar bisa melupakan kejadian siang tadi.

***

Hari berganti minggu dan minggu berganti bulan. Kini Ana sudah resmi menjadi bagian dari keluarga Clara. Kehidupan Clara sendiri disekolah juga semakin baik sejak adanya Ana.

Ana benar-benar menjaga Clara dari obsesi Nando. Ana juga membantu untuk memulihkan nama baik Clara.

Yang membuat Clara kaget adalah beberapa hari setelah insiden lorong (Insiden yang membuat Ana menjadi adik Clara), Ana dipanggil keruang BK. Ana menampar teman sekelasnya yang adalah fans Nando karena menjelek-jelekan Clara.

Suasana saat itu sempat panas. Ana tidak mau minta maaf akan tindakannya itu. Dia bahkan sempat berkata, "Saya ga salah bu! Lisa ga bisa jaga mulutnya! Dia ngatain kakak Ana pelacur! Meski Ana ga naik kelas karena masalah ini, Ana ga mau minta maaf."

Di CJ nilai sikap nilai kelakuan sangat dilihat, dan tentu saja kekerasan adalah pelanggaran berat. Untungnya masalah itu bisa selesai karena teman sekelasnya itu meminta maaf kepada Clara, sehingga Ana sedikit melunak dan mau berdamai.

Karena kejadian itu Ana menjadi agak dijauhi teman-teman gadis di angkatannya. Ntah mengapa Andre juga terlihat menjauhi Ana sejak saat itu, bahkan sekarang Andre terlihat seperti mengabaikan dirinya. Kini Ana lebih sering berkumpul dengan Clara, Kuin dan Robert.

***

Siang itu mereka berempat sedang makan bersama di kantin. Clara yang sedang santai membuka obrolan.

"Eh, kalian tau si Riki gak?" Tanya Clara.

"Eh, kenapa? Jangan bilang kamu suka." Kuin menjawab sambil menghafal nama Latin untuk ujian biologi besok.

"Nggak lah."

"Cuma kayanya dia suka sama Ana deh."

"Eh? Kok jadi aku kak." Ana langsung menghentikan kegiatannya membaca buku.

"Haha. Jangan-jangan tanya ke kamu juga ya Clar." Timpal Robert.

"Haha kamu juga berarti ya?"

"Iya. Haha"

"Tanya apa kak?" Tanya Ana lagi.

"Ada deh.. anak kecil ga usah tau."

"Ih aku kan yang jadi objek." Kata Ana cemberut.

"Ih kok lucu banget si Clar ademu yang satu ini..ihh gemess deh." Timpal Kuin sambil mencubit hidung Ana.

"Ih.. sakit kak."

Mereka bertiga tertawa melihat respon dari adik baru Clara ini. Anapun juga ikut tertawa pada akhirnya.

"Hi, boleh gabung?" Suara seorang pria bertanya dari belakang.

Mereka semua menoleh untuk melihat pemilik suara yang baru saja bertanya. Ternyata Reza teman sekelas mereka bertiga.

"Eh?" Clara dan Kuin heran.

"Eh, kamu za. Yuk dah gabung." Jawab Robert.

Clara dan Kuin bukannya tidak mengenal Reza. Hanya saja setau mereka Reza biasanya berkumpul bersama teman-teman geng-nya di bangsal.

Reza adalah siswa biasa, tidak seperti Nando atau Robert yang populer tapi juga tidak seperti Andre yang ditakuti. Jika disuruh memilih kata untuk menggambarkan Reza, 'Normal' adalah kata yang paling tepat.

Badannya tidak terlalu tinggi, nilainya rata-rata, wajahnya tidak tampan tapi juga tidak jelek. Yah, begitulah kira-kira penilaian Clara pada Reza.

"Iya za, duduk aja. Tuh di sebelah Ana masi kosong." Kata Clara.

"Ok, makasih."

Reza duduk disebelah Ana. Kuin yang masih agak heran dengan bergabungnya Reza disini pun bertanya tanpa ragu.

"Tumben za kok kesini?"

"Eh? Aku ganggu tah?" Jawabnya dengan aksen jawanya yang cukup kental.

"Ga juga sih. Cuma heran aja biasanya kan ngumpul ama temen-temenmu di bangsal situ."

"Oh, hehe... Aku mau ikut belajar bareng soalnya."

"Ha?"

"Iya, inikan uda deket ujian. Aku juga ga ikut les sama sekali."

"Jadi pengen aja gabung. Kaliankan trio jenius kelas XII."

Mereka bertiga tampak malu dipuji seperti itu oleh Reza.

"Eh, bisa aja kamu za." Jawab Clara malu.

"Haha, beneran Clar. Uda jadi rahasia umum lek itu."

"Udah he. Ya uda yuk belajar kalo gitu." Tutup Clara.

Akhirnya mereka berempatpun mulai belajar bersama. Melihat cara Reza bicara dengan kakaknya membuat Ana merasa curiga. Pasalnya cara bicara dan memandang Clara berbeda ketika dengan Kuin tadi.

"Kak Reza. Udah punya pacar belum?" Kata Ana pura-pura menggoda.

"Eh? Oh kamu Ana kan ya dari kelas X."

"Iya. Hehe."

"Belum. Kenapa? Kok tiba-tiba tanya itu?"

"Nggak, ya kakak Ana juga lagi jomblo sapa tau mau."

"Eh? Siapa emang kakak Ana?"

"Huss... Jangan ngaco dek." Potong Clara cepat-cepat.

"Eh? Loh? Ana ini adekmu Clar?"

"Iya za. Hehe..."

"Iya dong." Tambah Ana bangga tak mau kalah.

"Haha. Baru tau lo aku." Kata Reza lagi sambil menatap Clara.

"Ih, kok Ana dicuekin sih kak."

"Eh?"

"Jadi gimana? Mau sama kakak Ana?"

"Ana!" Potong Clara lagi agak tegas.

Anapun terdiam.

"Udah, gapapa Clar. Yuk kita belajar lagi." Ajak Reza sambil tetap menatap Clara.

Kuin dan Robert hanya memperhatikan obrolan singkat mereka bertiga. Setelah semua kembali memandang buku, secara sembunyi-sembunyi seorang melihat Ana. Ana mengangguk.

Sisa istirahat itu mereka semua habiskan dengan belajar. Bel masukpun berbunyi dan mereka kembali kekelas masing-masing.

***

Remaja itu baru pulang. Setelah masuk kedalam kamar dia langsung duduk di meja belajarnya. Mengambil laptop ditasnya, menyalakannya dan membuka aplikasi skype.

Membuka kontak dirinya melakukan panggilan ganda pada kedua sahabat-nya.

"Halo."

"Halo." Jawab kedua suara itu bersamaan.

"Gimana kabar kalian?"

"Baik."

"Aku juga baik kak." Jawab yang lain.

"Kamu kayanya bahagia banget Na?" Tanya si misterius.

"Hehe. Iya kak. Aku seneng banget deh sekarang aku punya keluarga baru."

"Hehe." Tambah Ana tertawa senang.

"Pasti berat ya harus bohong ke Clara." Tanyanya lagi.

"Banget kak. Aku bener-bener pengen jelasin semua ini ke kak Clara."

"Maaf ya. Gara-gara aku, kamu jadi harus bohong."

"Lagian sampai kapan sih kamu mau kaya gini?" Tanya sahabatnya yang lain.

"Maaf, yang jelas bukan sekarang."

"Tapi aku takut kalo terus gini dia makin benci ke kamu lo."

"Iya lo kak, Ana juga takut nanti malah jadi makin parah."

"Kasian kak Clara." Tambah Ana.

"Ada alasan yang bener-bener bikin aku ga bisa buka sekarang."

"Ya udahlah ini keputusanmu. Aku ga akan maksa."

"Aku harap ini akan jadi yang terbaik buat kalian." Kata sahabatnya lagi.

"Iya kak, Ana juga doain yang terbaik buat kakak sama kak Clara." Tambah Ana.

"Makasih ya kalian udah mau bantu aku."

"Sama-sama kak."

"Iya sama-sama."

"Eh kak aku mau turun dulu, dipanggil mama. Mama janji mau ajarin aku masak hari ini." Sambung Ana.

"Haha. Bener-bener bahagia banget kamu kayanya."

"Selamat ya Na sekali lagi, kamu udah nemuin keluarga yang cocok buat kamu."

"Hehe. Makasih kak, Ana juga ga nyangka bakal dapet hadiah spesial kaya gini dari Tuhan."

"Ya udah sana, nanti mama kamu nyariin lagi." Kata sahabatnya.

"Iya. Bye kak"

Ana menutup panggilannya.

"Huh. Menurutmu Clara bakal marah ke Ana gak ya? Kalo dia tau Ana pura-pura ga tau soal identitasku."

"Ga usah dipikirin. Lagian Ana bukan bohong soal perasaannya ke Clara dan keluarganya."

"Maksudnya?"

"Ya kamu juga taukan, dia emang nganggep Clara itu kakaknya mulai awal ketemu-kan."

"Saran aku sih, lebih baik kalo kamu mau lanjutin ini. Kamu jangan libatin Ana lagi." Tambahnya.

"Aku pikir juga gitu sih. Dia sekarang juga udah bahagia sama keluarga barunya."

"Iya bener." Jawab sahabatnya itu setuju.

"Ya udah deh, sekali lagi makasih ya kamu udah mau bantu aku."

"Ok. Santai aja."

Akhirnya mereka mengakhiri panggilan itu.

"Maafin aku Clara, aku lakuin ini semua karena aku bener-bener sayang sama kamu."

***

Malam itu Clara masih terjaga, belajar untuk tryout nya senin depan. Sedangkan Ana sudah tidur dengan lelapnya di tempat tidur. Sebenarnya Ana diberikan kamar pribadi, tapi dia sering sekali menumpang dikamar kakaknya.

"Hihi. Ana suka aja kak. Kalo bobo sama kakak rasanya kaya ada yang jagain." Kata Ana suatu hari

"Ih, kamu ini dasar."

Mengingat tingkah imut adiknya itu Clara tersenyum sendiri. Tidak pernah terbayangkan olehnya ternyata memiliki adik benar-benar membuat hidupnya jadi lebih menarik seperti ini.

Clara kembali mencoba fokus dengan materi yang dipelajari. Namun belum sempat dia kembali fokus, hpnya berbunyi.

"Eh? Siapa tengah malem gini telpon?"

Clara mengambil hpnya dan mengecek panggilan. Reza.

Sebenarnya Clara merasa aneh ditelpon Reza tengah malam. Tapi karena Reza adalah teman sekelasnya dan dirinya juga agak penasaran dengan alasan Reza, Clara menerima panggilan itu.

"Halo."

"Eh. Halo, Clara."

"Iya, kenapa Za? Kok malem-malem gini telpon?"

"Maaf Clar ya. Aku cuma bingung ngerjain beberapa soal fisika tentang rangkaian paralel sama seri. Bisa bantu ga?"

"Ya bisa sih, tapi kok tumben nelponnya ke aku?" Tanya Clara curiga.

"Maunya si tadi telpon Robert sama Kuin tapi panggilannya sama-sama sibuk."

"Oh, haha. Mungkin sih. Mereka kalo jam segini emang waktunya ga bisa diganggu."

"Ya udah gapapa deh. Soal nomor berapa di latihan soal."

"Makasih ya Clar."

Mereka berduapun mulai belajar bersama melalui telepon. Clara baru tau, ternyata Reza orang yang cukup rajin. Reza benar-benar fokus pada soal-soal latihan.

Setelah kurang lebih tiga puluh menit, akhirnya Reza sudah bisa menguasai materi. Karena sudah lewat tengah malam Clarapun pamit untuk tidur.

"Nah udah paham kan za?"

"Iya Clar, makasih banget ya. Penjelasanmu gampang dicerna."

"Ya udah kalo gitu aku mau tidur dulu ya. Bye. Malem."

"Ok Clar. Bye. Malem juga."

Mereka mengakhiri panggilan. Clara yang sudah mengantuk, merapikan bukunya dan menyiapkan buku untuk sekolah besok.

Selesai, Clara menuju tempat tidur. Melihat adiknya yang tidur dengan anggun, Clara jadi tertawa sendiri mengingat sikap tidurnya. Clara bergumam.

"Dasar, tidur aja masih bisa anggun gitu ni anak." Katanya tersenyum sambil membelai kepala adiknya itu.

Merasa lelah, dirinya membaringkan diri disebelah adiknya.

***

Sebelum Clara tidur, dirinya menyempatkan diri untuk berdoa. Tanpa sadar ditempat lain, si misterius berdoa di waktu yang bersamaan, bahkan dengan isi yang sama pula.

"Terimakasih Tuhan atas semua rahmat yang telah kau beri."

"Aku percaya, baik ataupun buruk. Itu semua adalah hal terbaik yang sudah Kau siapkan bagiku."

"Terimakasih Tuhan aku masih boleh melewati hari ini."

"Tak berani aku meminta banyak dariMu Tuhan, aku hanya berharap Engkau bersedia jagakan mereka yang aku sayang."

"Amin."

.

.

.

.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C9
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login