Sinar matahari yang masuk dari jendela membangunkan Nada yang tidur meringkuknya yang seperti bayi. Matanya sedikit perih akibat menangis semalaman. Ia berusaha membuka matanya perlahan, dan saat kesadarannya sudah penuh ia menatap sekeliling ruangan yang ia tempati. Ruang tidur yang cukup luas, dicat berwarna putih gading dengan aksen classic pada list dindingnya. Bisa Nada katakan ruangan itu sangat mewah untuknya meskipun itu ruang tamu sekalipun. Ia menarik tubuhnya yang sudah sempat ia ganti dengan gaun tidur miliknya untuk duduk. Masih membekas dalam otaknya bahkan sangat membekas bagaimana perlakuan Devian pada dirinya semalam. Nada menarik lututnya lalu memeluknya dengan erat. Nada sangat takut bertemu dengan Devian, bagaimana cara Devian menatapnya penuh kebencian, membuat Nada enggan berdekatan. Kalau boleh, Nada ingin pergi saja dari rumah ini, sebab belum satu hari ia tinggal tapi Devian sudah bersikap kasar seperti itu, lalu bagaimana ia bisa menjalani hidup hari ini, esok dan seterusnya? Ya Tuhan, sebenarnya Nada salah apa? Dosa apa yang sudah Nada perbuat hingga ia mendapat hukuman seperti ini? Ia ingin menangis tapi air matanya bahkan sudah mengering, matanya terlalu sakit untuk menangisi hidupnya. Ia menatap perutnya yang belum membuncit, mengelusnya dengan pelan dan merasakan darah dagingnya hidup disana.
"Sejujurnya Aku takut.... sangat...tapi...."
"Ba-Bagaimana keadaanmu nak? Kuharap kamu baik-baik saja. Maaf ibu tidak menjaga diri ibu dengan baik. Ibu harap kamu tidak ikut merasakan tekanan seperti yang ibu rasakan" Nada memejam, keningnya mengernyit saat perutnya mulai terasa lagi rasa sakitnya, entah kenapa akhir-akhir ini ia sering merasa sakit.
"Hey...hey... apa kau sedang marah? Tenanglah, ibu baik-baik saja. Ayahmu..." Nada menjeda ucapannya, bolehkah dia mengatakan Devian akan menjadi ayah bayi ini? Sejenak ia berpikir kemudian akhirnya ia memutuskan
"ah sepertinya aku tidak bisa mengatakannya, tidak apa ya? Suamiku memang sedikit kasar, tapi setidaknya dia tidak pernah memukulku bukan? Jadi jangan marah padanya oke? Bersikap baik ya, kau sedikit menyakitiku" Sambungnya masih dengan mengusap perutnya, berbicara dengan anaknya meskipun ia berbicara seorang diri, membuatnya sedikit tenang. Setidaknya ada tempat berbagi kesedihan, ia tahu harus berkeluh kesah pada siapa, kendati sebenarnya ia sadar bahwa Tuhan adalah sebaik-baiknya tempat untuk mengadu.
"Tapi tenang saja, asalkan kamu baik-baik saja. Ibu akan berjuang, hal yang seperti itu... ibu pernah mengalami hal yang lebih buruk" Nada tersenyum miris mengingat selama ia hidup rasa-rasanya kebahagiaan enggan sekali menghampirinya. Lalu ia menoleh melihat jam telah menunjukan pukul 8. Dengan panik ia bangun dari duduknya, menuju kamar mandi dengan cepat dan segera membersihkan dirinya. Astaga istri macam apa ia, jam segini baru bangun, bagaimana kalau Devian marah? Akan semakin buruk Nada di mata Devian. Jangan! Jangan sampai terjadi, Nada tidak mau Devian semakin membencinya.
Setelah ia sudah rapi, ia keluar dari kamar dengan perasaan takut. Sebelumnya ia mengintip sebentar, rasanya seperti akan bertemu dengan preman, jantung Nada berdetak dengan cepat, semakin besar ketika ia sudah berada diluar. Matanya memindai seluruh tempat, dan keadaan kosong tak ada siapapun. Apa Devian belum bangun? Atau dia sudah berangkat kerja? Nada menuju kamar Devian, menempelkan telinganya didepan pintu. Tangannya bergerak ingin mengetuk pintu tapi kemudian ia turunkan kembali, Nada terlalu takut untuk melakukannya. "Kenapa rasanya seperti ingin membangunkan srigala? Dibangunkan bisa mati digigit, tidak dibangunkan juga rasanya tidak akan selamat?" Setelah berpikir cukup lama dengan bolak balik didepan pintu akhirnya dengan ragu ia mengangkat tanganya ingin mengetuk pintu dan ternyata belum sempat mengetuk, pintu sudah lebih dahulu terbuka.
Devian keluar dengan ekspresi datar menatap obsidian Nada yang membelalakkan matanya karena terkejut, refleks gadis itu juga mundur beberapa langkah. Nada menundukan kepalanya, tangannya meremat bajunya karena takut. Dan pertanyaan Devian dengan suara rendah semakin membuatnya merinding.
"Apa yang kau lakukan?"
"Ma-maaf aku hanya ingin bertanya, apa kau ingin sarapan?" Devian menarik alisnya keatas, ia segera memandang penuh curiga perempuan didepannya. Sejujurnya ia malas berdebat, ini masih terlalu pagi untuk membuang-buang energi.
"Kau ingin meracuniku?" Nada mendongak dan menggeleng cepat "Tidak! A-aku tidak ada pikiran jahat seperti itu. Sejujurnya aku.. aku belum memasaknya, aku hanya ingin memastikannya dulu, kau ingin dimasakan apa?" Devian tak segera menjawabnya, lama terdiam perlahan mulutnya terbuka "Tidak perlu, aku tidak sudi memakannya"
Katanya lalu berlalu pergi dari tempat itu meninggalkan Nada yang terpaku, lalu tiba-tiba Devian menghentikan langkahnya sebelum dan memutar tubuhnya. Ia melihat Nada yang terlihat syok, mungkin karena perkataannya. Tapi siapa peduli? Lagipula kenapa perempuan itu masih sok berbaik hati padanya, setelah apa yang dilakukannya semalam? Perempuan itu benar-benar sudah tidak tahu malu dan punya harga diri? Sebegitu besarkan keinginannya mendapat harta yang berlimpah sampai harus berpura-pura seperi itu? Menjijikan! Devian muak melihatnya.
"Aku tidak suka jika rumahku kotor! Aku juga tidak menyewa pembantu. Jadi rasanya kau tahu bukan maksudku, kau bisa membalas kebaikanku karena mengizinkanmu tinggal disini dengan membersihkan seluruh isi rumahku"
"Y-ya Devian" Devian mengernyit, semudah itu? Ia tidak mengerti, apa rencana Nada sebenarnya? Berhenti berusaha keras agar Devian menerimanya, karena bagaimanapun Devian tidak akan membiarkan dirinya jatuh pada tipu muslihat Nada.
"Bersihkan dengan benar!"
Nada mengangguk
"Jangan ada debu sedikitpun!"
Lagi Nada menganggukan kepalanya, yang entah kenapa lagi-lagi membuat Devian kesal.
"Nada!" Teriaknya membuat Nada terlonjak
"Y-ya?"
"Kau tidak mendengarku?"
"Ti-tidak Devian, ah maksudku tentu aku mendengarnya. Maaf aku terlalu fokus mendengarkan" setelah mendengus dengan kasar, Devian kembali melangkahkan kakinya, meninggalkan Nada yang kini bernafas dengan lega. Dominasi Devian membuatnya merinding dan ketakutan seolah ingin lari terbirit-birit meninggalkan tempat. Setelah memastikan Devian pergi jauh, ia pun melangkah kan kakinya kedapur, memulai tugasnya yang berat dihari pertamanya setelah ia menikah. Dipikir-pikir ia sedang dijadikan istri atau pembantu? Tapi mengingat awal pernikahan ini terjadi, tidak heran Nada diperlakukan seperi ini.
"Ya Tuhan Nada... kamu kuat kok. Harus kuat!!" Ia kembali mengusap perutnya, sebagai obat penyemangat.
"Yang kuat ya nak, ibu olahraga dulu" Tanpa ia sadari Devian kini dihadapannya memandang Nada dengan aneh melihat apa yang dilakukan perempuan itu. Sampai pada saat Nada mendongak, untuk kesekian kalinya ia terkejut.
"De-devian? Ada apa?"
"Kunci mobilku tertinggal.." Devian mengernyit, kenapa ia menjawab pertanyaan Nada? Aneh tiap kali melihat Nada berinteraksi dengan bayinya, Devian selalu merasakan hal aneh. Dan tentu saja ia tidak menyukainya.
"Mau kubantu carikan" tanya Nada memudarkan lamunan Devian.
"Tidak perlu!" Ucapnya kemudian pergi dari sana.