Download App
16.66% BERMAIN CINTA

Chapter 2: GAME

Angelina melihat para siswa yang menatapnya dengan berbagai macam tatapan seperti mengejek dan menertawakan karena melihatnya yang makan sendiri di kantin tanpa di temani teman setianya Tasya.

Angkuh dan sombong seperti itulah para siswa yang menggambarkan Angelina meskipun memiliki wajah yang tak terlalu cantik gadis itu masih saja sombong hanya karena nilainya yang tinggi. Itulah pendapat orang lain.

Tidakkah Angelina sadar jika gadis itu sudah menjadikan dirinya sebagai orang yang tak seharusnya di jadikan teman, pikir semua siswa disana terkecuali Tasya. Dan tidakkah semua murid disana tahu jika Angelina tidak seperti yang mereka pikirkan, gadis itu sama seperti murid lainnya hanya saja sikapnya yang terlalu Angkuh membuat dirinya menjadi dinilai jelek oleh orang lain. Padahal jika para murid itu mengenal lebih dekat mereka akan tahu seperti apa sebenarnya Angelina, dia adalah gadis yang ceria dan polos itulah kenapa Tasya masih tetap menjadi teman setia Angelin karena hanya Tasya yang berani mengenal lebih dalam seperti apa sifat seorang Angelina.

Sebuah pergerakan kursi yang sedang Angelin duduki membuat gadis itu melihat siapa yang berani duduk di sampingnya.

Devan, pria yang sudah menjadi orang yang akan Angelina jauhi tapi kini pria itu dengan santainya duduk si samping Angelina dan seolah tak peduli dengan tatapan orang lain yang menatap nya terkejut maupun kagum dengan wajah tampan murid baru itu.

"Kau ngapain duduk disini?" tanya Angelina masih dengan nada sinis seperti biasa.

"Sama seperti di kelas tadi, tak ada tempat duduk yang kosong selain di samping mu." entah kenapa ucapan Devan membuat dadanya tiba-tiba berdetak tak normal padahal pria itu hanya mengatakan hal yang terlalu penting, tapi kenapa? Dan ada apa dengan jantungnya?

Mencoba tak peduli dengan Devan yang sedang makan di sampingnya, Angelina lebih memilih pergi dari kantin dan untungnya pria itu tak menahannya. Apa? Menahannya? Angelina pasti sudah gila, kenapa juga Ia berpikir jika Devan akan menahannya dan memintanya menemaini makan. Angelina sudah benar-benar tak waras mengetahui jika otaknya memiliki pikiran seperti itu, yang dimana seharusnya otaknya itu memikirkan bagaimana cara mengalahkan Anggara diakhir semester 6 nanti agar permainan konyol yang Angelina buat dulu tak terjadi.

Ya permainan, sebenarnya bukan sebuah permainan tapi sebuah kecerobohan yang tak sengaja di ucapkan oleh Angelina yang mengharuskan dirinya menuruti keinginan Anggara jika pria itu bisa mengalahkan dirinya di semester 6 nanti. Angelina tidak tahu apa yang di inginkah pria itu tapi Angelina harus berhati-hati dan siap siaga. Siapa yang tahu jika permintaan pria itu aneh-aneh, Angelina tak bisa membayangkannya bagaimanapun dia harus membuat Anggara berada dibawah peringkatnya.

***

Bel masuk masih 10 menit lagi akan berbunyi, Angelina berharap waktu berjalan dengan cepat dia ingin segera memulai pelajaran dan pulang sehingga Ia bisa beristirahat dengan tenang.

Sebuah kebisingan terjadi di kelasnya dan membuat Angelina melihat penasaran apa yang terjadi.

Pria itu lagi, Devan. Saat memasuki kelas sudah di sambut oleh teriakan para siswi yang mengaguminya dan berbagai pujian mereka lontarkan sedangkan Devan menanggaoinya dengan senyuman, pria itu berjalan meninggalkan para siswi yang masih menatapnya dengan mata berbinar, duduk di samping Angelina dan tanpa menoleh lagi ke arah gadis itu. Angelina hanya tertawa samar. Melibat pria itu memasangkan sebuah headset di kedua telinganya terlihat jika Ia sedang memainkan ponselnya untuk memutar sebuah lagu lalu Devan memejamkan matanya dengan tangan yang di silangkan di atas dadanya.

Angelina menelan salivanya sendiri karena merasa gugup sekaligus tak percaya jika memang harus Ia akui Devan pria yang tampan, dengan kulit putih tapi tak terlalu, hidung yang mancung sempurna , Double eyes dengan bulu mata yang panjang dan lentik sehingga menambah kesan yang indah pada matanya yang coklat tersebut, jarang sekali ada pria yang memiliki bulu mata panjang dan letik seperti itu. Tak heran jika para wanita langsunh mengguminya saat pertama kali melihatnya, mata mereka memang masih berfungsi dengan normal sedangkan Angelina baru menyadarinya.

Aissh.

Sudahlah kenapa juga Angelina jadi ikut-ikutan mengagumi Devan, pria yang seharusnya Ia jauhi tapi malah semakin memenuhi pikirannya, memenuhi? Oh tuhan apa yang baru saja Angelin kata, pria itu memenuhi pikirannya tidak mungkin dan dia tak akan membiarkan itu terjadi, mungkin saja karena dia masih kesal dengan sikap Devan yang dingin itu sehingga membuat Angelina memikirkan perilaku pria itu saat pertemuan pertama tadi.

Tapi apa bedanya dengan Angelin yang mungkin saja dia tahu rasanya murid lain yang menilainya seperti dirinya yang menilai Devan saat ini, dingin dan angkuh.

"Angelin..."

Ahh suara itu, suara yang membuat Angelin berdecak kesal.

Anggara berjalan dengan Anthony di sampingnya, mendekati meja yang di tempati gadis itu. Karena Angelina duduk di samping tembong sehingga membuat Devan harus berada di tengah-tengah mereka yang sedang cekcok.

"Bagaimana my girl, kau sudah belajar dengan keras untuk mengalahkanku?" katanya dengan nada mengejek, Anthony hanya diam mendengar ucapan sahabatnya itu.

"Bersiaplah kalah dariku di semester akhir Anggara Francisco." Anggara terlihat menaikan sebelah alisnya kemudian Ia terkekeh bersama Anthony dan itu semakin membuat Angelina emosi.

"Dan jangan memanggilku dengan sebutan my girl, aku bahkan bukan siapa-siapa mu."

"Kuharap perkataanmu tak terkabul My girl, karena seberapa keras kau menolak jika tuhan sudah menakdirkan kita untuk bersama kau tak bisa berbuat apa-apa."

"Bisakah kalian berhenti mengobrol, mengganggu sekali." Devan membuka matanya dan melepaskan headset nya. Anthony dan Anggara saling pandang lalu kembali mengarahkan pandangannya pada murid baru tersebut.

"Ini bukan urusan lo dan loe gak perlu ikut campur." ucap Anggara dengan dingin. Devan tertawa hambar.

"Lagi pula siapa yang mau ikut campur sama urusan tak penting kalian. Cuman orang bodoh yang melakukan permainan bodoh seperti kalian."

"Permainan bodoh lo bilang, kita buktikan saja siapa yang bodoh disini sebenarnya?" Anggara berkata dengan dingin seolah menantang Devan.

"Caranya boss?" tanya Anthony.

"Kita bersaing sampai semester akhir, siapa yang mendapatkan nilai tertinggi dia pantas mendapatkan apa yang di inginkannya dan membuktikan siapa yang bodoh sebenarnya, gue atau lo."

"Anggara apa yang kau__"

"Kamu cukup diam my girl, nikmati hari-harimu kedepannya." katanya dengan mengedipkan sebelah matanya.

"Gue gak tertarik dengan permainan bodoh kalian." Devan menjawab. Menatap Anggara yang menatapnya dengan kilatan marah terlihat jika matanya yang mengatakan hal itu.

"Lo__" Devan melihat ke arah tangan Anggara yang memegang bahunya dengan pelan seolah menegurnya.

"Bukankah sudah sadar jika yang bodoh bukan gue maupun Anggelina. Tapi dengan loe menolak tawaran gue, itu membuktikan jika lo yang bodoh."

"Anggara cukup_"

"Diamlah Angelina, sudah aku katakan kau cukup diam dan lihatlah apa yang akan di lakukan pria bodoh ini." katanya dengan menepuk bahu lebar Devan, karena sudah lama menahan emosinya Devan akhirnya bangkit dan tanpa babibu langsung menghajar wajah Anggara hingga membuat pria itu tersungkur jatuh ke lantai, Anthony segera membantu membangunkan Anggara tapi pria itu menepis tangan Anthony yang akan membantunya, dia berusaha bangkit dan terkekeh kecil melihat sudut bibirnya yang berdarah.

Kegaduhan terjadi saat Devan memukul Anggara, tanpa mereka sadari jika orang-orang sudah berkumpul untuk menonton kejadian itu.

"Cuma segini kemampuan lo?" Anggara bertanya dengan meremehkan.

"Gue terima tantangan lo." setelah mengatakannya Devan mengambil tasnya dan memakainya asal Ia hendak keluar dari kelas tapi Anggara menahannya membuat Devan menoleh dan kesempatan itu tak Anggara sia-siakan untuk membalas pukulan Devan.

"Anggara!" Anggelina berteriak terkejut saat melihat Devan yang terjatuh sama persis seperti saat Devan memukul Anggara.

"Itu balasan karena lo berani mukul gue."

"Ada apa ini?" seorang pria yang tak lain adalah Pak Dahlan masuk melewati para murid yang sedang menonton perkelahian tersebut.

Melihat murid nya sedang berkelahi membuat Dahlan tak bisa berbuat apa-apa lagi selain membawa mereka ke ruang BK.

"Anggara, Devan! Kalian berdua ikut saya ke ruang BK."


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login