Download App
29.26% Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang / Chapter 96: Kau Bilang Bathtub-nya Menyenangkan?

Chapter 96: Kau Bilang Bathtub-nya Menyenangkan?

Catatan author:

Bab ini tadi ketuker ya. Silakan baca bab sebelumnya saat Haoran dan Emma menikah dulu.

.

.

>>>>>>>>>>>>

Haoran mencium Emma dengan sepenuh hati, dan gadis itu membalas ciumannya. Dadanya masih berdebar keras dan diikuti dengan perasaan bahagia yang membuncah. Secara spontan tangannya dikalungkan ke leher Haoran sementara tangan Haoran memeluk pinggangnya.

Mereka berciuman mesra selama beberapa menit. Haoran menyusupkan lidahnya lewat celah bibir Emma yang sedikit terbuka dan menjelajah mulut gadis itu. Emma membalas dengan inisiatif yang sama.

Sejak memutuskan untuk menjadi kekasih, mereka telah terbiasa memadu kasih dan berciuman. Kadang kala mereka harus menahan diri kalau ciuman mereka menjadi terlalu panas karena keduanya tidak mau melangkah lebih jauh dengan melakukan hubungan seksual. Mereka belum siap.

Haoran juga sama sekali tidak mau mengambil risiko Emma hamil, walaupun mereka berusaha mencegahnya. Nol koma nol nol nol sekian persen tetap bukan nol. Emma masih terlalu muda dan ada begitu banyak rencana yang harus mereka lakukan. Begitu banyak tujuan yang harus dicapai.

Tetapi kini... dengan mereka menikah.. dan mungkin segera memiliki anak, justru akan membuat mereka berdua menjadi aman. Haoran akan menjadi bagian dari keluarga Emma, dan apa pun yang terjadi mereka tidak akan dapat dipisahkan.

Karena itulah, kali ini keduanya sama sekali tidak menahan diri. Haoran merasa bibir Emma hari ini lebih manis dari biasanya. Oh.. ia merasa tidak pernah puas melumat dan mengisap bibir gadis cantik itu.

"Mmm..."

Suara desahan Emma yang keluar dari bibirnya saat Haoran menjelajahi mulutnya segera membuat suhu tubuh Haoran naik beberapa derajat. Ia melepaskan bibirnya dari Emma dan menatap wajah istrinya dengan sepasang mata berbinar-binar.

"Aku mencintaimu," bisiknya lalu menyentuhkan hidungnya ke hidung Emma.

Emma menatap wajah Haoran dan menyentuh pipinya. Ia sering melihat wajah pemuda ini dari dekat dan mengaguminya, tetapi rasanya kini ia melihat Haoran seolah berbeda.

Astaga.. benarkah mereka sekarang sudah menjadi suami istri? Rasanya sulit dipercaya.

"Aku juga mencintaimu," kata Emma pelan, namun tegas. "Aku ingin selalu bersamamu."

"Aku pun begitu," bisik Haoran.

Haoran menciumnya lagi. Kali ini hanya sebentar. Ia lalu menarik pinggang Emma dan menggendong gadis itu dengan tangannya, seperti seorang putri.

"Aku sudah mengatakan bahwa kita akan melakukannya di tempat yang pantas bagi seorang putri," bisik Haoran ke teling Emma dengan mesra. "Apakah Tuan Putri menganggap tempat ini pantas?"

Emma hanya bisa mengangguk dengan wajah tersipu. Ia spontan mengalungkan tangannya ke leher Haoran dan menikmati suaminya menggendongnya masuk ke dalam kamar. Pemuda itu lalu mendudukkan tubuh Emma di atas tempat tidur dan kemudian bersimpuh untuk melepaskan sepatunya.

Emma tidak sempat mencegah, Haoran telah membuka pengait sepatunya dan melepaskannya dari kakinya. Ia juga membuka sepatunya dan duduk di samping Emma.

"Kau bilang bathtubnya menyenangkan?" tanya Haoran dengan nada suara jahil.

Emma mengangkat sepasang alisnya dengan keheranan. Apa maksud pertanyaan Haoran ini?

"Iya, menyenangkan," kata Emma.

"Kau mau berendam bersama-sama?" tanya Haoran lagi.

Emma seketika terkenang pikirannya sendiri kemarin saat ia sedang menikmati berendam di bathtub. Kamar mandi mereka sangat luas dan megah. Di dalamnya ada bathtub pualam yang indah berukuran sangat besar. Ia ingat betapa menyenangkannya berendam di sana dengan sabun wangi dan garam himalaya.

Emma tersenyum malu-malu dan mengangguk. Haoran bertepuk tangan gembira, lalu bangkit dari tempat tidur.

"Ahh.. kalau begitu aku akan menyiapkannya agar kita bisa menikmati mandi berdua. Ini akan sangat menyenangkan. Ah... kau tidak tahu berapa kali aku membayangkan mandi bersamamu..."

Ia tertawa kecil dan buru-buru menghilang di balik pintu kamar mandi sebelum Emma bisa protes.

Emma tidak dapat menyalahkannya, tentu saja. Dari yang ia baca, laki-laki bisa memikirkan seks setiap lima menit. Sebagai lelaki normal, tentu saja Haoran akan membayangkan hal-hal yang berhubungan dengan seks bersama kekasihnya. Ahem.. sekarang istrinya.

Emma sendiri masih muda dan tidak berpengalaman dalam hubungan seksual, tetapi ia juga telah mendapatkan pendidikan seks di sekolah, sehingga cukup mengetahui apa yang akan terjadi dan bagaimana prosesnya.

Tetapi tetap saja ia merasa berdebar-debar. Ia sama sekali tidak mau membaca isi pikiran Haoran. Ia dapat melihat bahwa pemuda itu sama gugupnya dengan dirinya. Haoran lebih dewasa dan memiliki EQ yang sangat tinggi, sehingga ia dapat selalu tampil tenang dan percaya diri dalam segala situasi. Namun, ia juga masih perjaka, sama seperti Emma masih perawan.

Ia belum pernah berhubungan seks dengan siapa pun sebelum ini, sehingga di dalam hatinya juga ada rasa kuatir jika ia tidak berhasil menampilkan performa yang baik. Ah...

Sementara menunggu Haoran menyiapkan air di bathtub untuk mereka, Emma memutuskan untuk membersihkan wajahnya dari riasan dan menyanggul rambutnya di atas kepalanya. Suara panggilan Haoran terdengar sepuluh menit kemudian.

"Airnya sudah hampir siap. Bisakah kau membawakan jubah untuk kita?" tanya pemuda itu dari dalam kamar mandi.

"Sebentar," Emma mengambil dua buah jubah dari dalam lemari dan masuk ke kamar mandi. Ketika ia masuk, Emma seketika tertegun dan berdiri di ambang pintu dengan wajah tercengang. "Astaga..."

"Kenapa? Kau tidak suka?" tanya Haoran dengan wajah tersenyum menggoda.

Emma terkesima. Ia melihat bathtub sudah berisi air hangat hingga setengah bak, lengkap dengan sabun wangi, kelopak bunga, dan lebih dari selusin lilin wangi yang dinyalakan untuk memberi penerangan. Lampu kamar mandi telah dimatikan.

"Ini..." Ia hanya melihat adegan ini di film-film. Emma tidak pernah mempedulikan penataan romantis seperti ini sebelumnya, tetapi saat ia melihat sendiri betapa suaminya menyiapkan kamar mandi yang demikian cantik dengan lilin dan bunga-bunga... mau tak mau ia merasa terharu. Suaranya terdengar parau ketika ia berbisik. "Ini bagus sekali..."

"Aku senang kau menyukainya," kata Haoran. Ia lalu berjalan menghampiri Emma dan mengambil jubah dari tangannya. "Terima kasih ya."

Ia menaruh jubah di atas konter dan kemudian membuka kancing kemejanya satu persatu. Emma masih berdiri terpaku di tempatnya. Haoran kemudian memanggil gadis itu. "Ehmm... apakah kau mau membantuku?"

Emma mengerjap-kerjapkan matanya keheranan. Haoran kan sudah dewasa? Ia bisa membuka pakaiannya sendiri kan? pikir gadis itu.

Namun demikian, ia tetap mendekati Haoran dan membantunya membuka kancing pakaiannya satu persatu. Pemuda itu hanya memperhatikan Emma dengan wajah tersenyum. Setelah kancing kemejanya yang terakhir sudah lepas, ia membuka tangannya dan Emma melepaskan kemejanya.

"Mmm.. terima kasih," kata Haoran. "Sekarang.. giliranku."

Ia mencium Emma lalu tangannya bergerak menurunkan tali gaun Emma melewati bahunya. Emma merasakan suhu tubuhnya meningkat saat Haoran menciumnya dengan mesra, sambil tangannya bergerak menelusuri kulit tubuh atasnya sambil menurunkan gaunnya pelan-pelan.

Tangan pemuda itu meraba bahu, leher, dan kemudian dadanya. Setelah gaun Emma turun hingga ke pinggang, pemuda itu lalu melepaskan kaitan branya. Ciumannya perlahan turun ke ceruk leher Emma, lalu hinggap di dadanya.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C96
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login