Ramel terlihat panik saat dilihat tubuh Reista tak bergerak, keringat dingin bercucuran dari dahinya. ia tidak tau mengapa Reista bisa ada di tempat seperti tadi. ia sudah menyuruh Reista menunggu dikamarnya, tapi orang suruhannya berkata bahwa Reista tak ada disana.
"Cepat panggilkan dokter kesini!!" Ramel sudah berteriak daritadi, namun memang disini pulau kecil dan susah menemukan dokter untuk kemari.
"maaf tuan Ramel, dokter sangat jauh untuk kita temui". salah satu penjaga berbicara sedikit panik dan takut, ia tau saat ini Tuannya benar benar sangat gelisah.
"Aku tidak mau tau, aku ingin kalian datangkan Dokter saat ini sekarang juga!!". Ramel benar-benar marah, ia tidak tau mengapa Reista bisa seperti ini. mengapa lampu bisa tiba-tiba mati dan mengapa dia bisa tidak mengetahui bahwa ada yang sedang ingin membuat makan malamnya dengan Reista berantakan.
"Tuan saya mendatangkan seseorang pria tua, yang kata orang sini. dia salah satu dokter tradisional di pulau ini".
"suruh dia masuk". Ramel memegang tangan Reista sedari tadi, kamarnya yang indah mendadak hampa dan sesak. ada sesuatu yang membuat Ramel merasakan sesuatu yang telah lama dia kubur, rasa takut kehilangan, rasa yang dulu sekali pernah ia rasakan.
Seorang pria tua dengan pakaian seadanya masuk kedalam kamar mereka, Pria itu hanya tersenyum. Ramel hanya memberi isyarat untuk dia melihat keadaan Reista, ia tau Dokter tradisional ini tidak bisa berbahasa inggris. Ramel tidak terlalu mempermasalahkan bagaimana pakaian sederhannya saat ini. yang dia [ikirkan adalah Reista secepat mungkin ditangani.
Dilihatnya pria tua itu mengecek nadi ditangan Reista, lalu ia terdiam. ia mengeluarkan sesuatu dari tas nya dan menumbuk sesuatu, seperti daun atau entahlah Ramel tidak tau apa itu, Tumbukan daun diberikan disekitar dahi Reista lalu air dari dauh itu dipijat disekitaran pergelangan dan kaki Reista
Pria tua ini melihat keseliling seperti ingin mengatakan sesuatu, Ramel memberikan isyarat mata dan menyuruh bawahannya yang mengerti bahasa indonesia untuk tanyakan apa yang ingin dia katakan
Ia mengatakan banyak hal kepada bawahan Ramel, lalu ia pergi keluar dan tak lupa tersenyum kearah Ramel. Ramel hanya mengangguk sebagai ucapan terimakasih.
"Maaf Tuan, Dokter tradisional tadi mengatakan bahwa Nyonya Reista mengalami serangan panik, pria itu juga mengatakan sepertinya Nyonya Reista memiliki riwayat Fhobia akan sesuatu hal, dia sudah memberikan obat Tradisional untuk menenangkan pikiran Nyonya dan membuatnya Rilex agar nyonya cepat sadar".
"Baiklah, kalian pergilah keluar. dan tetap jemput Dokter terbaik dari kota. aku ingin Reista diperiksa dengan benar". Ramel mendudukan dirinya disamping Reista, wajah pucat istrinya membuat Ramel seperti terpukul oleh ribuan kayu.
Ramel pikir ada seseorang yang sengaja membuat Ramel tidak sadar akan keamanan Reista, jelas-jelas ia sudah menyuruh maid untuk mengantar Reista ke pulau samping, yang jaraknya memang lumayan jauh sekitar 700 meter dari kamarnya, tempat disana bagus dan dapat melihat bintang-bintang. pesisir pantai yang rendah dan memang jauh dari pemukiman serta Resort ini.
Tapi siapa?
Bahkan beberapa penjaga yang Ramel suruh menjaga kamar Reista pun, mereka mengatakan bahwa mereka disuruh istirahat oleh seorang perempuan yang mengaku sebagai maid suruhan Ramel. jika memang ia orang jahat, mungkin sekarang ia sudah menculik Reista dan membawa Reista pergi. Tapi mengapa dia hanya membuat Reista panik dan ketakutan?. dia tau kelemahan Reista dan tau Fhobia yang dideritanya. apa dia orang terdekat Reista?.
"ughhhh.....". Ramel melihat Reista mengernyitkan matanya, dia seperti kesakitan saat ini.
"kau sudah sadar?, tenanglah ada aku disini". Ramel mengelus pelan tangan Reista.
"kau darimana saja, aku mencarimu sejak tadi". Reista berucap saat matanya sudah benar-benar melihat Ramel, walaupun kepalanya sangat sakit. tapi ia ingin mendnegra jawaban dari Ramel.
"aku menunggumu di meja makan, aku menunggumu hampir 30 menit. aku panik saat Maid yang kusuruh menjemputmu mengatakan bahwa kau tidak ada dikamar dan beberapa penjaga pun tidak ada disana".
"sejak aku keluar dari kamar ini, memang sekeliling sudah sangat sepi, aku mencari kalian dikamar Renandra dan kalian tidak ada. bahkan jalanan pun sangat sepi, kukira kalian meninggalkan aku".
"mana mungkin aku meninggalkan kau Reista, mungkin ini kesalahanku yang tidak serius dalam menjaga keamananmu ditempat ini. mau bagaimanapun kau istriku, dan sudah pasti kau menjadi incaran musuh-musuhku".
"sudahlah, aku sudah baik-baik saja. tapi mungkin kepalaku sedikit sakit dan badanku nyeri, dan apa ini yang ada di keningku?". tanya Reista, Reista memegang pelan sesuatu yang basah dikeningnya. dan sedikit bau yang menyengat, seperti obat herbal pikirnya.
"aku juga tidak tau apa yang ada dikeningmu ini, seperti obat herbal yang diberikan oleh dokter tradisional ditempat ini. ia juga mengatakan bahwa kamu mendapatkan serangan panik, apa kamu mempunyai Fhobia?". tanya Ramel penasaran.
"ya aku sedikit phobia akan tempat yang sepi dan gelap, aku akan sangat ketakutan saat itu". Reista mengingat kembali saat ia merasa sangat takut tadi, ia ingin membuang jauh-jauh pikirannya yang konyol, namun memang tidak bisa. kepalanya semakin sakit saat bayang-bayangan akan kegelapan menghantuinya.
"sudahlah, kau istirahat lagi. aku akan disini menemanimu". Ramel mengelus pelan Rambut Reista, dia tetap terlihat cantik walaupun wajahnya sangat pucat. gaun yang ia pakai juga sangat pas ditubuhnya.
"kau jangan pergi, maaf ya Ramel. kita tidak jadi makan malam karena aku".
"tidak apa Reista, kau jangan menyalahkan dirimu sendiri. aku yang salah karena tidak menjagamu dengan baik, aku tidak tau bagaimana nasibku jika tadi kau kenapa-napa".
"aku baik-baik saja Ramel, kau gantilah bajumu. pasti sangat panas memakai jas itu disuasana Tropis seperti ini". Ramel mengangguk, dia membuka jasnya, dan menggulung kemejanya. sebenarnya ia tidak terlalu merasa panas, namun saat ini ia tidak ingin berdebat dengan Reista.
"aku sudah melakukannya, sekarang kau istirahatlah. nanti akan ada maid yang mengganti bajumu".
"oh ya, mengenai bajuku. makasih ya, gaun ini sangat cantik".
"makasih? untuk gaun? maksudmu apa?". Ramel bertanya Heran pada Reista.
"ya kau mau repot repot memberikan gaun,sepatu, dan jepit rambut yang kupakai tadi. ah sekarang sudah tidak ada dikepalaku jepit Rambutnya, mungkin terjatuh". REista tertawa sendiri, mengingat jepit Rambut yang cantik itu.
Ramel mengernyitkan dahinya bingung, ia merasa tak memberikan apapun pada Reista. tidak dengan gaun,sepatu ataupun jepit Rambut. Ramel ingin mengatakan bahwa bukan ia yang memberikannya. tapi yang tidak tega dengan senyum tulus yang ditampilkan Reista.
"ya sama-sama".
"aku suka jempit Rambutnya, bisakah kau mencarinya untukku? mungkin jatuh saat aku pingsan tadi".
"ya aku akan mencarinya, seperti apa ciri-ciri jepit Rambutnya". tanya Ramel.
"kau ini bagaimana Ramel, kau yang memberikannya namun kau lupa bentuknya". Reista tertawa pelan pada Ramel.
"yah kau taulah, aku mempunyai banyak pikiran. dan mudah melupakan banyak hal". elak Ramel.
""ya akan kuingatkan padamu, jepit Rambutnya berwarna silver. lebarnya tiga jariku, berbentuk bunga berkelopak empat kalau tidak salah, lalu ada ukiran daun, sekitar 5 helai daun. sangat cantik, aku suka".
Ramel sedikit membeku mendegar ciri-ciri dari jepit Rambut itu. sangat familiar diingatannya. jepit Rambut yang pernah ia berikan kepada seseorang... tapi apa mungkin itu jepit Rambut yang sama?. tapi.. tapi jepit Rambut itu sudah terkubur bersama perempuan itu...
Ramel hanya mengangguk kepada Reista, ia sepertinya akan mencari jepit Rambut itu sendiri. memastikan bahwa itu bukan jepit yang sama...