Download App
90.47% wiro sableng 212 " rahasia lukisan telanjang " / Chapter 19: RAHASIA LUKISAN TELANJANG 13

Chapter 19: RAHASIA LUKISAN TELANJANG 13

INIKAH Goanya?" tanya Wiro seraya melompat turun dari

punggung kuda. Dalam perjalanan melarikan diri

bersama Permani mereka berhasil mendapatkan dua

ekor kuda hitam milik anak-anak murid Perguruan Garuda

Sakti.

Permani anggukkan kepala lalu turun pula dari

kudanya.

Sebuah batu yang sangat besar menyumpal mulut goa.

Wiro Sableng kerahkan tenaga dalam. Setelah bekerja

keras beberapa lamanya baru batu besar itu bisa dising–

kirkan. Didahului oleh Permani keduanya masuk ke

dalam.Ternyata goa itu cuma delapan tombak dalamnya.

"Kanda Panuluh!"

Tiba-tiba mengumandang pekik Permani. Dara ini lak–

sana diburu sctan lari ke depan dan meraung keras.

Menangis sambil tiada hentinya menyebut nama tadi!

Wiro Sableng berdiri termangu.

Seorang pemuda yang berada dalam keadaan menye–

dihkan tersandar ke dinding goa. Tangan dan kakinya

diikat dengan rantai besi yang dipakukan ke dinding kuat

sekali. Dia hanya mengenakan sehelai cawat. Sekujur

tubuhnya penuh oleh guratan-guratan merah yang dalam

bekas cambukan. Mukanya babak belur. Bibir pecah, pipi

lecet, sedang kedua mata bengkak menggembung. Pada

bawah mata dan hidung kelihatan noda-noda darah yang

telah membeku! Dan Permani menangis memeluki tubuh

pemuda itu.

Wiro menggigit bibir. Dia maklum kalau pemuda itu

sudah tiada bernafas lagi. Tiba-tiba Wiro berteriak,

"Jangan!" Dan secepat kilat melompat ke muka

menangkap tubuh Permani. "Bunuh diri tak ada gunanya!"

seru Wiro.

Menyadari bahwa pemuda kekasihnya telah mati maka

tadi Permani hendak benturkan kepalanya ke dinding goa.

Untung Wiro masih sempat menghalanginya.

"Tenanglah Permani," bisik Wiro coba menghibur.

"Tidak! Lepaskan aku Wiro! Lepaskan!" teriak sang dara

keras dan meronta-ronta laksana orang gila!

"Jangan mengambil jalan sesat!"

"Tak perlu aku hidup lebih lama! Orang yang kukasihi

telah tiada!" Lengking Permani. "Lepaskan! Biar aku bunuh

diri Wiro! Lepaskan!"

Karena Permani adalah seorang gadis yang mendapat

didikan ilmu silat dari ayahnya maka dengan susah payah

baru Wiro berhasil menotok tubuhnya hingga dia lemas dan

disandarkan ke dinding. Suara tangisnya menyayat hati.

Wiro melepaskan dengan paksa rantai-rantai yang

mengikat tangan serta kaki Panuluh lalu membaringkan

pemuda itu di lantai goa. Permani tutupkan kedua

matanya, tak tahan melihat keadaan kekasihnya itu.

"Apakah ayahmu yang melakukan kekejaman ini?"

tanya Wiro.

"Sokananta! Dia dan orang-orangnyalah yang

melakukan!"

"Bangsat itu akan dapat ganjaran dariku kelak!" desis

Wiro Sableng. Dia memandang ke luar goa. "Masih ada

waktu untuk menguburkan jenazahnya petang ini sebelum

senja datang. Apakah kau bisa menahan hati? Kalau tidak,

aku tak bisa melepaskan totokanmu..."

Permani tak menjawab. Suara tangisnya memenuhi

seluruh goa. Wiro Sableng memanggul mayat Panuluh dan

membawanya ke luar goa. Satu jam kemudian ketika dia

masuk, Permani masih juga menangis meskipun kedua

matanya yang seperti bintang timur itu kini telah menjadi

bengkak. Wiro duduk bersandar di hadapannya, tak

berkata apa-apa. Kalau sudah letih tentu dia akan hentikan

sendiri tangisnya, pikir Wiro.

Senja telah turun dan malampun tiba. Di luar angin

malam yang dingin merambas masuk ke dalam goa. Wiro

merasakan perutnya yang sudah lapar menjadi tambah

perih oleh hembusan angin dingin itu.

Bila tangis Permani sudah mereda maka Wiro berkata,

"Aku akan cari makanan buat kita. Kau tunggulah di sini!

Berteriak keras-keras kalau ada apa-apa!"

Kemudian Wiro berdiri dan melangkah. Belum lagi dia

mencapai mulut goa mendadak di luar sana, dalam

kegelapan malam didengarnya suara semak belukar

bergesekan dan suara langkah-langkah kaki yang banyak

sekali. Sesaat kemudian kelihatanlah beberapa sosok

manusia bergerak ke arah goa. Wiro yang maklum akan

datangnya bahaya segera menyongsong ke luar goa. Jika

terjadi pertempuran satu lawan banyak di dalam goa dia

bisa kepepet!

Yang datang berjumlah lima belas orang. Orang

pertama dikenali Wiro adalah bukan lain dari Sokananta,

kemudian Bogananta, menyusul Manik Tunggul. Yang lain-

lainnya adalah anak-anak murid Perguruan Merapi dan

Perguruan Garuda Sakti. Semuanya mencekal pedang!

Ketika Wiro Sableng memandang ke ujung kanan, samar-

samar di kegelapan malam dilihatnya orang yang keenam

belas! Orang ini tak dikenal dan tak dilihat sebelumnya

waktu di puncak Gunung Merapi. Tubuhnya gemuk luar

biasa seperli bola api, lucunya celana panjang dan bajunya

sangat kecil sekali, hampir-hampir tak dapat menutupi

tubuhnya yang macam kerbau buntak itu. Manusia

berkepala botak ini memegang seuntai tasbih di tangan

kirinya dan mulutnya senantiasa komat-kamit tak bisa

diam!

Tiba-tiba Manik Tunggul melangkah besar-besar ke

hadapan Wiro dan membentak nyaring, "Mana anakku?!"

Wiro sunggingkan senyum sinis lalu menunjuk pada

kuburan baru yang tanahnya masih merah.

"Tanyakanlah pada makam baru itu!"

Terkejutlah Manik Tunggul serta yang lain-lainnya.

"Bangsat rendah! Anakku kau bunuh?!" Manik Tunggul

menggeram dan sepuluh kuku-kuku tangannya menyambar

ke muka tapi dielakkan dengan gesit oleh Wiro.

"Mari kita satai beramai-ramai jahanam ini!" teriak

Bogananta seraya kiblatkan pedang dan kirimkan satu

tusukan ke leher Wiro. Sokananta dan dua belas orang

lainnya segera menyerbu! Empat belas batang pedang

berserabutan dan sepuluh jari berkuku panjang mencakar

dengan ganas! Satu-satunya orang yang tak ikut

menyerang ialah si gemuk pendek yang memegang tasbih.

Dia memperhatikan saja sambil mulutnya terus berkomat-

kamit!

"Tahan!" teriak Wiro sambil melompat mundur ke pintu

goa.

Tapi yang menyerangnya terus memburu!

"Sialan! Kalau kalian tak mau hentikan serangan ini

jangan menyesal!"

Bogananta dan yang lain-lainnya tak ambil perduli.

Wiro cabut Kapak Maut Naga Geni 212 dari

pinggangnya.

Wuut!

Sinar putih menyilaukan menderu, suara laksana ribuan

tawon menggerung dan empat anak buah Perguruan

Merapi menjerit roboh mandi darah. Yang lain-lainnya

tersurut mundur sampai lima langkah! Mereka menjadi

kecut dan bimbang untuk menyerbu kembali!

"Manik Tunggul!" kata Wiro dengan suara keras

sehingga semua orang mendengar. "Anakmu masih hidup.

Tapi kehancuran hati yang dideritanya membuat nasibnya

lebih buruk daripada seseorang yang telah mendahu–

luinya!"

"Kalau masih hidup di mana dia sekarang?" tanya

Sokananta lantang.

"Durjana cacingan tak usah buka mulut! Aku tidak

bicara pada kau!" tukas Wiro.

Kelamlah paras Sokananta ditelan kemarahan!

"Lalu ini kuburan siapa?!" tanya Manik Tunggul.

"Jangan pura-pura tidak tahu, Manik Tunggul! Masa kau

lupa pada seorang pemuda bernama Panuluh, yang

ditawan dan disiksa setengah mati oleh durjana cacingan

itu lalu disekap di goa ini sampai akhirnya menemui

kematian dalam cara yang mengerikan?!"

Kagetlah Manik Tunggul. Dia berpaling pada Sokananta.

Tapi saat itu Sokananta sudah membentak Wiro

kembali, "Lekas katakan di mana calon istriku!"

Wiro tertawa gelak-gelak.

"Kekasihnya kau tawan, kau siksa sampai mati! Apakah

kau masih punya muka untuk mengawini gadis itu?!"

Rahang Sokananta kelihatan terkatup rapat-rapat.

Manik Tunggul masih memandang pada Sokananta,

lalu bertanya, "Calon menantuku, apakah yang diucapkan

bedebah ini betul?!"

Sokananta tertawa. "Namanya saja manusia bedebah.

Masa bicaranya bisa dianggap betul? Setelah dia

melarikan Permani di depan hidung kita apakah bangsat ini

masih bisa dipercaya?! Dia hendak mengelabuhi kita dan

mengadu domba kita satu sama lain!"

Wiro menggerendeng. "Keparat, dosamu sudah lewat

takaran! Lekas kau dan kambrat-kambratmu angkat kaki

dari sini! Kalau tidak kau bakal menjadi manusia pertama

yang bakal kubelah kepalanya sesudah empat krocomu

itu!"

"Bangsat rendah! Jangan kira kali ini kau bisa lolos dari

liang kubur yang telah kau gali sendiri!" Sokananta

palingkan kepala ke arah laki-laki gemuk yang memegang

tasbih. "Tasbih Kumala, kau tunggu apalagi?!"

Manusia gemuk pendek kepala botak menyeringai.

Mulutnya dalam menyeringai itu masih terus juga ber–

komat-kamit! Sekali dia bergerak, tubuhnya sudah berada

di samping Sokananta.

"Inikah tampang manusianya yang kau minta aku untuk

membereskannya, Soka?" tanya Tasbih Kumala dengan

mata menyelidik dari atas ke bawah. Sokanantanmengangguk.

Tasbih Kumala tertawa gelak-gelak. Hebat sekali suara

tertawanya, laksana merobek langit di malam hari itu!

Tasbih Kumala melirik pada senjata yang di tangan Wiro

lalu membentak, "Pemuda bau pupuk! Betul kau orangnya

yang bergelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212?!"

"Sobat," sahut Wiro, "melihat kepada gelarmu pastilah

kau seorang tokoh silat yang ternama. Aku hormati kau.

Tapi harap jangan ikut campur urusan orang! Karena kau

tak kuundang untuk datang ke sini, sebaiknya segera

angkat kaki!"

"Bapak moyangmu!" bentak Tasbih Kumala, dia

melangkah ke muka.

"Tunggu dulu!" seru Manik Tunggul. "Sebelum kita

mengeremus budak keparat ini, aku harus tahu dulu

beberapa hal!"

"Ah, kau hanya menambah panjang umurnya beberapa

detik saja, Manik Tunggul!" kata Bogananta.

"Sokananta, betul kau yang menangkap dan menyiksa

Panuluh, lalu menyekapnya sampai mati di dalam goa

ini?!"

Sokananta jadi beringasan! "Kenapa antara kita musti

berprasangka yang bukan-bukan?!"

Wiro menengahi, "Manik Tunggul, kau juga ikut ber–

tanggung jawab atas kematian Panuluh! Kau yang

memaksa anak gadismu untuk kawin dengan jahanam

cacingan ini! Kau gila nama besar! Kau pengecut kelas

satu yang mau menjual anak sendiri karena ditekan oleh

Ketua Perguruan Merapi..."

"Tutup mulutmu!" teriak Manik Tunggul marah.

Tiba-tiba Sokananta berteriak beri komando. Maka

Bogananta, Tasbih Kumala dan anak-anak murid Perguru–

an Merapi segera menyerbu. Manik Tunggul tetap berdiri

dengan bimbang. Dua orang anak buahnya karena melihat

Ketua mereka berdiam diri, tidak berani masuk ke dalam

pertempuran!

Mendadak dari dalam goa terdengar seruan perempuan,

"Wiro!

Wiro!

Kaukah yang bertempur itu? Wiro...!"

Mengenali bahwa itu adalah suara anaknya yang

ternyata masih hidup, legalah hati Manik Tunggul dan

pikiran jernih menyeruak di dalam kepalanya kini. Tiba-tiba

dia melompat ke muka dan berteriak, "Sokananta

bajingan! Kaulah yang jadi biang racun! Kau harus

mampus di tanganku!"

Sepuluh kuku-kuku jari dengan ganas menyambar

Sokananta! Karena tak diduga akan diserang sehebat itu

dan secara tiba-tiba oleh calon mertuanya sendiri maka

Sokananta yang mengeroyok Wiro Sableng tak punya

kesempatan untuk mengelak!


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C19
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login