Tawaran yang diberikan pria dewasa di depan Sean membuat mata anak 18 tahun di sana membelalak. Mulutnya terbuka, tunjukkan betapa dia terkejut. Yah, tak salah kan? Jiwa muda ini sudah merasakan lika-liku jatuh bangun sendiri. Orang sekelilingnya mencibir, mengatai dia tak masuk akal … lalu tiba-tiba diberi afeksi orang yang baru pertama dia temui? Ya jelas shock dong!
"Kenapa? Apa kamu keberatan?"
Duh mana omnya setiap memberikan dorongan positif diikuti tatapan penuh kepedulian …
Hati Sean jadi berdentum-dentam tak karuan, darah berdesir hebat, rasanya pun begai ada yang beterbangan di dalam perut.
Ih, Sean melting deh!
Berusaha menjaga kontur mukanya agar tidak nyengir lebar, Sean tertawa kecil. Om Doni yang tak paham makin memberikan tatapan penuh keprihatinan. Hnngh, ujung bibir pemuda itu rasanya sudah berkedat-kedut untuk makin melengkung lebar. Karenanya, cepat-cepat Sean menggeleng sambil meletakkan sendoknya di atas piring yang sudah kosong.
"Bukan keberatan om, saya nggak nyangka aja om sampai berbuat begini untuk orang asing seperti saya ..." kata Sean dalam senyuman. Maniknya lurus memandang kelereng abu-abu tua lelaki di hadapannya selagi tangan menjulur, mencabut beberapa lembar tisu. AAAAA, dia butuh tisu untuk menutupi bibir biar nggak makin nyengiiiir!
"Haha. Nggak apa kok. Om juga sedang mencari seseorang, kalau kita join hand kan makin asik." Tak disangka-sangka, dua insan ini berbicara sudah cukup lama. Sarapan rumahan yang disajikan, sup dengan lauk tempe goreng, sudah habis termakan. Doni pun sudah selesai dengan santapannya, dengan penuh hati-hati dia mendorong alas makannya ke sisi. Berikutnya ia menjelaskan alasan yang membuat dia tiba-tiba menawarkan diri begini.
Sean yang mendengarkan manggut-manggut mengerti. Dia jadi bersemangat. Acara sarapan berubah menjadi pembicaraan serius. Sean menjelaskan pula langkah nyata apa saja yang sudah dia lakukan untuk mencari cinta.
Menggebu-gebu, anak muda ini menjelaskan panjang lebar. Dia menceritakan tentang tagar stmxmahasiswa di media sosial, kemudian doujinshi yang cukup marak dibuat fujodan—para penggila batang menganu batang—atau bahkan fanfiksi yang beredar, lalu ada fb grup super besar tempat fujodan berkumpul untuk menggibah event satu ini. Oh. Tak lupa pula cuitan netizen di tweeter yang mengglorifikasi hubungan baik stm dan mahasiswa. Jadi … semua aspek itu sudah Sean masuki. Tak lupa Sean menjelaskan jika dia membuat lagu khusus yang lirik pun secuil note-notenya dimasukkan ke dalam doujinshi pun fanfiksi yang sudah ia komis (dia mintakan orang pro menggarapnya).
Doni menganga mendengar pemaparan Sean. Wow. Dia sempat mengira anak muda ini cuma menginginkan sesuatu tapi mager mengawali, seperti anak muda lainnya. Biasanya kan anak muda terlalu fokus pada napsu tanpa mengambil langkah riil. Karenanya … melihat Sean begini membuat Doni tahu seserius apa cinta Sean pada lelaki yang cuma bertemu dengannya satu waktu itu. Wow.
Dua insan itu bercakap lebih lanjut. Saking asyiknya mereka berdiskusi, mereka sampai luput menyadari pemilik rumah ini dari tadi tak terlihat batang hidungnya. Tidak, lebih tepatnya mereka tak menyadari jika di balik sekat yang membatasi ruang makan ini dengan ruang bersantai, atau di bagian tangga yang melingkar di atas, terdapat sosok yang berdiam diri dan mendengarkan pembicaraan mereka dengan seksama.
Untuk Herma, dia adalah sosok yang duduk di anak tangga. Kepalanya bersandar di tembok, tangannya terkulai di atas lututnya yang tertekuk. Mata memandang lurus ke atas, menembus langit-langit dan entah kemana. Pikirnya melayang.
Mendengar curcolan Sean yang menekankan betapa tak ada yang mendukungnya menggapai kakak tercinta … Herma hanya bisa tertawa hampa. Hatinya mencelos atas tuduhan ini. Dia bukan orang agamis, tapi dia ingin nyebut sekali saja mendengar Sean yang begitu.
Kok bisanya … astaga Tuhan … Anak itu benar-benar terlalu berpikir tentang dirinya sendiri, self centered sekali!
Dia beneran nggak mikirin hati orang yang dia ajak untuk menggila mencari kakak yang cinta dia saja belum tentu!
Astaga, Tuhan … astagaaa!
Herma ingin cek jadinya, itu otak Sean masih di tempatnya apa sudah raib entah kemana!
Goddamit! Herma emosi!
Herma menggertakkan giginya kuat-kuat. Tangan terkepal, napas naik turun tak beraturan. Karena tak sanggup lagi mendengar kelanjutan pembicaraan tolol bin goblok Sean dan Om Doni, dia bangkit. Dia memilih kembali ke kamarnya!
Herma berjalan sambil menghentak. Sudiro melihat hal ini. Tak perlu jadi jenius, dia bisa membayangkan mimik yang anaknya buat bagaimana.
Kondisi itu membuat lelaki berambut panjang yang diikat asal menghela napas kasar.
Sambil tak tahu harus berkomentar bagaimana, ayah remaja yang melarikan diri itu hanya memandang dua insan di ruang makan dengan pandangan nanar. Namun tanpa mengomentari mereka, lelaki berbadan tegap itu mengambil langkah, mengikuti Herma yang menghilang.
***
Hari ini sungguh sangat cepat sekali berlalu. Sean menganggapnya demikian. Dia banyak sekali mendapat ilmu hari ini, baik dari Om Doni atau Om Diro. Tadi selepas ngobrol banyak dengan Om Doni nih akhirnya pemilik rumah nongol juga. Herma tampak cemberut awalnya, tapi setelah itu mereka berempat memutuskan nobar dan aura kekikukan yang terbentuk karena Herma tiba-tiba dieeeem aja, hilang.
Nonton apa mereka?
Anu … film kebugaran jasmani. Senam antara dua lelaki.
Senam yang … you know lah …
Sean terdiam dalam kegiatan ini. Dia fokus banget melihat adegan smoch smoch aw aw nyannnh~ dan entah mengapa badannya menegang. Pikirannya traveling. Muka orang di depan sana berubah jadi kak Hesa dan dirinya.
Dia membayangkan kakak mahasiswa itu tersenyum padanya, membelai rambut dengan mesra sebelum mendorongnya pelan ke atas kasur dan berkata seksi, "aku mau memakanmu sekarang juga. Bagaimana menurutmu, hm?"
Huwoooooo. Sean merasakan hatinya jedug-jedug tak karuan daaan tiba-tiba sosisnya tegang.
Sean membenamkan kepalanya ke dalam bantal mengingat apa yang terjadi tadi. Dia malu sekali. Mana Herma tertawa meledek melihat dia tegang begitu. Santai sekali dia menunjuk kamar mandi dan menyuruh Sean coli di sana biar nggak ngotorin karpet. AAAAA. Sean malu sekali.
"Hnnngh … tapi tadi hawt sekali …," Sean menggembungkan pipinya. Muka manis itu masih merah. Ingatannya kembali ke film yang dia tonton. Biasanya dia tak sampai sebegininya kalau nonton bokep, lihat cewek digangbang aja dia tak masalah. Tegang? Tidak. Terus kenapa tadi …
"Tunggu!" Sean bangkit dari posisi terlungkupnya. Dia duduk tegak, matanya membulat.
"J-jangan-jangan gua dari awal memang ... " jantung Sean berdebar kencang memikirkan sebuah kemungkinan. "Gay?" bisiknya lirih pada keheningan rumahnya.
Damn it.
Akhirnya setelah 18 nggak pernah ngaceng, dia tahu salahnya dimana!!
Tapi … masa sih? Yakin nih? Jangan-jangan kagak lagi?!
Sean menelan ludahnya. Dia memang awam sekali dengan pacaran atau semacamnya. Untuk hubungan sesama jenis dia tak pernah benar-benar memikirkan itu semua sampai setidaknya dia bertemu kak Hesa. Dia sudah pesan segambreng doujinshi, fanfiksi atau lalala yang lain. Jujur dia memang terangsang dengan bacaan yang begitu, tapi dia mengira … selama itu kak Hesa maka tubuhnya bereaksi demikian.
Namun tadi??? Dia nonton yang lain loh! Ada visualisasinya! Ya meski wajah pemeran tiba-tiba berubah bentuk dan Sean bayangin kak Hesa sih.
Menelan ludah, Sean buru-buru mengambil ponsel. Dia memutuskan untuk nonton film panas lagi. Dia ingin mengecek, benarkah preferensinya memang laki-laki atau dia Hesasexual.
[]
Am I Hesasexual?