Download App
73.33% HOT DADDY / Chapter 33: Permintaan Maaf (+18)

Chapter 33: Permintaan Maaf (+18)

"Dad, kenapa kita berhenti di Central Park?"

Oliv sungguh sudah tidak tahan untuk memberikan berbagai pertanyaan kepada Jonathan, karena Jonathan yang tiba tiba menjalankan mobilnya dengan arah yang berlawanan dari rumah pria itu. Dan ketika ia hendak bertanya, Jonathan hanya memberikan isyarat tangan agar gadis itu diam.

"Turunlah, Oliv" ucap Jonathan.

Gadis itu menghela nafas dan turun dari mobil Jonathan. Dia sedikit melongok ke arah mobil ketika melihat Jonathan sedang menempelkan ponselnya di telinga.

"Oliv, pergilah ke perahu kayu yang waktu itu. Aku harus menerima telepon, sebentar lagi aku menyusulmu." ucap Jonathan membuat Oliv mengangguk. Gadis itu berjalan memasuki area Central Park.

Tempat kencan pertamanya bersama Alva.

Tempat pertama yang membuatnya bisa tersentum lebar setelah masa sulitnya di Indonesia. Mendadak, gadis itu tersenyum. Ia melompat lompat seperti anak kecil. Seorang pria tua tampak melambaikan tangan ke arahnya,"Nona Natasha"

Oliv melambai balik seraya menghampirinya,"Hallo Paman Hans, bagaimana kabarmu?"

Pria tua itu tersenyum,"Aku baik baik saja, Nona. Apakah anda ingin menaiki perahu kayuku lagi? Ngomong ngomong, aku tidak melihat anak muda itu?"

Oliv tertawa,"Aku tidak datang bersamanya, Paman. Aku datang dengan seseorang, tapi dia masih menerima telepon di mobil. Jadi dia menyuruhku untuk ke ... " ucapan Oluv terhrnti ketika ia menyadari sesuatu. 'Bagaimana daddy bisa tahu tentang perahu kayu yang aku naiki bersama Alva?'

"Jadi, apakah kau mau aku mengayuh satu putaran untukmu dahulu? Sebelum seseorang itu selesai dengan urusannya?" mendengar tawaran Paman Hans, Oliv mengangguk setuju,"Ya. Lagipula, ku pikir telepon itu akan jadi sangat lama."Oliv akhirnya memasuki perahu itu dan terduduk menggadap danau. Perlahan, perahu itu berjalan karena Paman Hans mulai mendayungnya.

Pandangan Oliv tertuju pada suatu benda di ujung perahu. Dahinya berkerut melihat sebuah boneka beruang. Membuatnya bergegas untuk mendekati boneka itu. Oliv tersenyum melihat betapa lucunya boneka beruang itu. Warnanya cream, bulunya juga halus. Dan yang membuatnya lucu adalah, ada tulisan SORRY yang sengaja diletakkan di atas perutnya. Selain itu, ada bunga warna warni yang tampak segar yang terselip di lengan boneka itu.

Tangan Oliv tidak tahan untuk segera mengambil boneka itu di tangannya,"Orang manis mana yang mendandani boneka secantik ini?"

Oliv tertawa seraya memeluk boneka itu, dan tanpa sadar, boneka itu berbunyi.

"Hello, My Princess, Olivia. Some people are stupid, so is the Prince. Would you forgive Prince Alva and live happily with him?"

Oliv tersentak mendengar boneka itu berbunyi. Perlahan, gadis itu kembali menekan bagian perutnya lagi.

"Hello, my Princess, Olivia. Some people are stupid, so is the Prince. Would you forgive Prince Alva and live happily with him?"

Baiklah, kini Oliv sadar jika dia tidak sedang berhalusinasi.

"Paman Hans, siapa yang ... " ucapan Oliv terhenti ketika menyadari sosok pendayung perahu kayu itu bukan Paman Hans. Ya, entah sejak kapan, si pendayung berubah wajah menjadi Alva Marteen. Pria itu tersenyum. Ia berhenti mendayung dan mulai mendekati Oliv, ketika gadisnya justru memundurkan tubuhnya takut takut, membuat Alva akhirnya berhenti mendekatinya.

"No, Oliv. Jangan memandangku dengan pandangan ketakutan." ucap Alva, membuat Oliv harus meremas bagian samping perahu kayunya hingga telapak tangannya memerah. Berada di dekat Alva membuat Oliv mengingat malam itu. Sungguh, Oliv sudah berusaha melupakannya sekuat mungkin, tapi tidak bisa.

"Jika aku dapat memutar waktu, aku akan melakukan apapun untuk itu, Olivia." ucap Alva.

"Ya, aku memang pria bodoh. Ya, aku juga pria bajingan. Dan, ya, aku seorang brengsek yang sudah sangat menyakitimu.

Oliv menundukkan kepalanya.

"Mengetahui betapa bodoh, bajingan dan brengseknya aku, membuatku ingin menguliti diriku sendiri. Aku hanya ... Oh,sial. Aku tidak pantas berkata seperti ini." Alva menjambak rambutnya. Melihat itu, pegangan Oliv sudah mulai mengendur. Gadis itu mulai memberanikan diri untuk menatap pria di hadapannya.

"Seperti yang kau bilang pada ayahku, maukah kau kembali dan menemaniku hingga aku menjadi pria yang benar?"

Oliv masih terdiam.

"Aku tidak akan memaksamu untuk menerima permintaan maafku, Olivia. Karena jika aku adalah kau, aku sudah mendorong diriku sendiri ke danau sejak tadi."

Alva menatap Olivia yang sama sekali tidak bersuara sejak tadi. Pria itu perlahan mendekati tubuh Olivia yang seakan membeku. Kemudian menyentuh tangan gadis itu yang spontan membuatnya menarik tangannya dari sentuhan Alva. Membuat Alva tampak menatapnya sedih, namun dia bisa memakhluminya.

"Setidaknya, beri aku kesempatan untuk menunjukkan betapa menyesalnya aku" bisik Alva yang masih bisa didengar oleh Oliv.

"Alva" susah payah Oliv menyebut nama itu. Membuat Alva mendongak dan menatap gadis itu dengan pandangan tidak percaya. Oliv mengalihkan wajahnya. Dia masih tidak bisa menatap Alva. Hatinya selalu merasa sakit jika ia menatap pria dihadapannya. Tetapi sebagian lain hatinya meminta ia untuk memberikan kesempatan kepada Alva.

"Apakah Greenwich Village bagus di siang hari?" ucap Oliv membuat pria itu tersenyum lebar.

Alva menoleh ke perahu yang letaknya lumayan jauh dari tempatnya, namun masih dalam jangkauan mata seraya mengacungkan jempolnya. Membuat pria berkacamata di dalam perahu tersebut mengangguk dan mendayung kembali perahunya ke daratan.

❤❤❤❤❤

Oliv menyandarkan tubuhnya di sandaran tempat tidurnya dan lagi lagi menatap boneka beruang yang sejak tadi ada di genggamannya.

"Hello, my princess, Olivia. Some people are stupid, so is the prince. Would you forgive Prince Alva and live happily with him?"

Oliv mengira, dengan berjam jam menghabiskan waktu bersama Alva bisa membuat gadis itu melupakan sedikit saja perbuatan keji Alva kepadanya. Namun kenyataannya, tidak bisa. Oliv bisa mati jika terus terusan berada di sisi Alva. Seluruh bagian dari pria itu mengingatkan Oliv tentang sisi gelap seorang Alva Marteen. Sisi gelap yang Oliv sendiri tidak pernah tahu sebelumnya.

"Hello, my princess, Olivia. Some people are stupid, so is the prince. Would you forgive Prince Alva and live happily with him?"

Oliv mendesah dan melempar boneka beruang itu ke sebelah tempat tidurnya. Sialan. Sudah jam 11 malam dan Oliv sama sekali tidak bisa tidur. Gadis itu menatap pintu kamar mandinya yang terbuka, dan lagi lagi air matanya kembali turun. Dia masih bisa mengingat dengan jelas bagaimana Alva menjambak rambutnya dan menyeretnya ke kamar mandi. Bagaimana Oliv bisa memaafkan Alva jika semua hal tentang pria itu mengingatkan Oliv padamalam yang membuat seluruh lukanya kembali terbuka?

Oliv mendesah seraya meraih ponselnya dan mengetik sesuatu di sana.

✉ To : Hot Daddy

Kau sedang apa?

send,sent.

Oliv menghela nafas seraya memandang langit langit kamarnya. Ketika ponselnya berdering.

✉ Hot Daddy

Menandatangani beberapa berkas.

Ini berkas terakhirku.

Kenapa kau belum tidur, oliv??

✉ To : Hot Daddy

Aku tidak bisa tidur.

Apakah Alva sudah tidur?

Oliv kembali merasakan ponselnya bergetar. Bukan Sms, melainkan nama 'Hot Daddy' yang tertera sebagai panggilan masuk. Oliv segera mengangkatnya.

"Dia sudah tidur. Dan kenapa pula kau menanyakan tentangnya kepadaku? Apakah kau begitu merindukannya, padahal sudah seharian kau pergi dengannya?"

Entah kenapa, suara Jonathan membuatnya tersenyum. Segala kegundahan yang ia rasakan sejak tadi mendadak hilang dengan sendirinya.

"Kau ada di mana?" tanya Oliv membuat Jonathan membalas,"Di gazebo"

"Oh ya? Kau mengerjakan tugas disana? Kau tahu, angin malam tidak baik untuk kesehatan pria tua sepertimu."Oliv tertawa seraya memakai sandalnya. Gadis itu mengeluari kamarnya dan menuju ruang keluarga.

"Aku pria tua seksi dan sehat." ucap Jonathan membuat Oliv tertawa.

"Apakah Alva benar benar sudah tidur?" tanya Oliv lagi, membuat Jonathan mendengus di seberang sana.

"Kenapa kau harus bertanya tentang pria itu berulang kali kepadaku, sih?! Jika kau begitu merindukannya, kau bisa menghampirinya di kamarnya!"

Oliv menghela nafas dan menatap Jonathan yang sedang menyandarkan tubuhnya di tiang gazebo dari ruang keluarga,"Daripada merindukannya, aku lebih merindukanmu. Lalu aku harus bagai mana?

"Eehh??"

Oliv segera memutuskan sambungan telepon dan melangkahkan kakinya oelan pelan memasuki kolam renang. Oliv tersenyum seraya merangkul leher Jonathan dari belakang. Membuat pria itu menoleh, ia sedikit tertawa, dan mencium puncak kepala Oliv sangat lama.

"Aku merindukanmu, Daddy."

Jonathan tertawa, pria itu meletakkan Oliv di sebelahnya dan merangkul bahu gadis itu dari samping erat-erat,"Salah siapa seharian ini kau sibuk sendiri?"

Oliv menatap Jonathan kesal dan menggigit bibir pria itu keras,"Kau yang meninggalkanku di Central Park!"

Jonathan tertawa seraya mengecup bibir Oliv,"Aku hanya ingin memberi kalian privasi"

Senyum Oliv hilang. Gadis itu menarik nafas berkali-kali, berusaha untuk menghilangkan rasa sesak di dadanya. Hal itu membuat Jonathan menaikkan alisnya bingung,"Baby?"

Oliv masih terdiam, membuat Jonathan kembali mencium bibirnya,"Kau kenapa?"

Mata Oliv berkaca-kaca. Gadis itu menatap Jonathan dalam dan berkata,"Dad? Apakah aku ini orang jahat karena aku tidak bisa memaafkan Alva begitu saja?"

Oliv menutup matanya, membuat air mata menetes membasahi kedua pipinya. Menatap itu, Jonathan mengeratkan rangkulannya di bahu Oliv seraya menyandarkan kepala gadis itu di bahunya.

"Kau tidak jahat." Jonathan tersenyum,"Setiap orang butuh proses, Oliv. Dan karena seseorang sedang berjalan di atas proses itu, bukan berarti orang itu tidak bisa."

"Tapi Dad .... aku"

Oliv kembali menangis,"Aku tidak sanggup, dad. Berada dalam satu tempat yang sama dengannya membuatku sakit. Semua hal tentangnya membuatku mengingatnya betapa dia begitu menyakitiku."

Jonathan mencium puncak kepala gadis itu sangat lama.

"Baiklah, tetaplah menangis, Olivia. Aku akhirnya tahu betapa tersiksanya kau hari ini. Aku tahu betapa banyak air mata yang kau tahan hari ini. Menangislah, Olivia."

Mrndengar itu, Oliv semakin menangis. Gadis itu menenggelamkan kepalanya di dada bidang Jonathan. Membuat pria itu memejamkan matanya seraya terus mempererat pelukannya.

"Daddy" Oliv menatap wajah tampan Jonathan,"Setelah aku pikir-pikir, aku ingin pergi dari rumah ini."

Jonathan membulatkan matanya,"Apa maksudmu, Oliv?!"

Oliv mendesah,"Mengertilah, daddy. Aku sangat berterima kasih akan kebaikanmu. Tetapi, sungguh, aku tidak akan sanggup, dad"

Jonathan menggeleng,"Tidak!! Kau tidak bisa, Olivia!! Kau tidak punya siapa-siapa disini!! Setidaknya, tunggu satu bulan. Tunggu hingga uang beasiswamu keluar"

Pria itu berusaha membujuk Oliv, namun gadis itu menyahut,"Aku sungguh tidak bisa Dad. Rasanya aku tidak bisa bernafas disini. Semuanya menyesakkan."

Jonathan menarik bahu gadis itu agar menghadap jelas ke arahnya,"Olivia!"

Sebelum Jonathan melanjutkan omongannya, Oliv kembali berbicara,"Dad. Ku mohon, mengertilah keadaanku. Aku berjanji tidak akan membuatmu menghawatirkanku"

Pria itu menggerang,"Jangan memaksaku untuk memilih, Oliv."

"Memilih? Alva bujan suatu pilihan,Jonathan!! Aku tidak bisa selamanya berada di antara kalian tanpa ikatan yang jelas!!"

Jonathan menghela nafas,"Baiklah. Aku akan mengizinkanmu, tapi kau harus tinggal di apartment milikku. Memang sedikit jauh dari kampus, tapi tempatnya strategis. Ada halte.bus beberapa meter di depannya."

Oliv menggeleng,"Aku tidak mau. Aku sudah terlalu banyak merepotkanmu. Aku akan mencari kerjaan dan aku akan ,,,,"

"Kalau begitu, jangan pernah keluar dari rumahku!" Nada Jonathan meninggi. Pria itu menatap Oliv dalam,"Kau ini tanggung jawabku, Oliv. Aku tidak bisa melepaskanmu begitu saja!!"

"Kenapa aku harus menjadi tanggung jawabmu?!" Oliv balas meninggikan suaranya,"Apa karena kau merasa bersalah atas apa yang Alva lakukan?!"

"Olivia Natasha, jangan menguji kesabaranku!!" bentak Jonathan. Bagaimana bisa Oliv mengatakan kata kata seperti itu? Bagaimana bisa Oliv menganggap Jonathan hanya kasihan kepadanya? Demi Tuhan, Oliv begitu menyakitinya dengan kata katanya.

"Oliv"

Mereka berdua terdiam dengan suara yang tak asing itu. Dan benar, sosok Alva sudah berada di ujung pintu, menatap mereka dengan pandangan sayu.

"Jika kau ingin keluar dari rumah ini karena keberadaanku, lebih baik aku yang pergi."

Oliv menatap mereka berdua tak percaya,"Apa ini?!"

"Apakah kalian memperlakukan semua orang asing sebaik ini?? Hentikan!!"

"Kau bukan orang asing!!" baik Alva maupun Jonathan menyahut, membuat Oliv menghela nafas panjang,"Dengar. Aku benar benar tidak bisa. Aku ..." Oliv menatap Alva sebelum menundukkan kepalanya,"Maafkan aku, Alva. Rasanya sakit sekali."

"Dad, bisakah kau tinggalkan kami sebentar?!" ucap Alva. Jonathan menghela nafas dan membawa kerjaannya ke dalam. Kini, Alva hanya berdua dengan Oliv. Pria itu menatap gadis itu sendu,"Tampar aku, Oliv. Pukul aku. Lakukan semua hal yang ingin kau lakukan. Tapi ku mohon, jangan keluar dari rumah ini. Aku sudah cukup merasa bersalah dengan.perbuatanku. Jika kau keluar dari rumah ini, aku akan semakin tersiksa dengan perasaan bersalah ini."

"Alva"

"Oliv"

Alva menggenggam tangan gadis itu begitu lembut,"Aku pernah berkata padamu jika ayahku adalah orang yang pilih pilih. Dia tidak pernah sekalipun menyukai gadis yang dekat denganku. Tapi lihat betapa dia menyayangimu. Betapa dia begitu menjagamu. Betapa dia tidak peduli dengan segala resiko yang akan dia terima hanya untuk membuatmu merasa aman."

Ucapan Alva begitu menusuk jantung Oliv. Gadis itu memejamkan matanya untuk mengingat segala hal yang Jonathan lakukan untuknya. Jika sehari saja Oliv tidak melihat Jonathan, ia tidak bisa membayangkan hal apa yang akan terjadi pada dirinya.

"Dia begitu peduli padamu hingga ia membunuh perasaannya sebagai seorang ayah, untuk melindungimu, Oliv." Alva semakin manatap mata Oliv,"Dan dengan mengesampingkan fakta bahwa aku adalah pria yang menyakitimu, aku juga adalah seorang anak yang ingin membuat ayahnya tersenyum."

Alva membelai wajah Oliv,"Dan kau, gadisku, kau alasan ayahku untuk tersenyum."

Oliv menarik nafas panjang,"Keberadaanku disini akan menyakiti perasaanmu, Alva. Aku tidak ingin kau sakit hati dengan sikapku yang mungkin akan kasar dan tidak peduli akan keberadaanmu."

Alva menatap gadis itu semakin dalam,"Itu adalah resiko yang harus aku terima, Oliv. Kau terlalu suci untuk memikirkan tentang perasaanku. Aku berjanji, dengan caraku sendiri, aku akan membuatmu memaafkanku. Tapi selama aku berusaha, tetaplah tinggal, Oliv. Jika bukan demi aku, maka tinggallah disini demi Jonathan, demi ayahku."

Oliv menggigit bibir bawahnya gugup. Membuat Alva semakin menatapnya menuntut jawaban.

"Aku akan pergi dari rumah ini." tambah Alva membuat Oliv menggeleng,"Ini rumahku. Kau dan Aku akan tinggal di sini."Oliv hendak beranjak ketika ia kembali memanggil Alva, membuat pria itu menatapnya. Oliv menghela nafas dan berkata,"Kita break dulu untuk saat ini."

Mendengarnya, Alva tersenyum. Pria itu hendak membelai rambut Oliv ketika Oliv tampak menghindar. Membuat Alva semakin tersenyum,"Baiklah. Kembali ke kamarmu."

Oliv meninggalkan Alva untuk masuk kekamarnya tanpa mengatakan apapun. Membuat pria itu menghela nafas dan segera memasuki kamarnya, setelah mematikan lampu ruang keluarga.

Setelah merasa Alva sudah masuk kamar, Oliv membuka pintu kamarnya pelan pelan. Gadis itu melongokkan kepalanya, memastikan bahwa Alva memang sudah benar benar tidak ada. Kemudian, Oliv berjalan mengendap-endap ke arah kamar ....

Well, tentu saja kamar Jonathan Marteen. Oliv membuka pintu kamar Jonathan pelan pelan, kemudian menutupnya dari dalam.

Jonathan sedang bersandar dengan laptop di pangkuannya. Melihat kedatangan Oliv yang lebih mirip maling membuat pria itu meliriknya sebentar seraya tersenyum tipis. Oliv mengunci pintu Jonathan dan melompat untuk duduk di sebelah pria itu.

"Dad ... " panggil Oliv, namun Jonathan mengabaikannya. Pria itu masih sibuk memainkan jarinya di atas laptopnya.

"Dad, kau marah padaku, kan??" ucap Oliv. Gadis itu menghela nafas dan berkata,"Aku tahu kau marah padaku."

Jonathan masih terdiam, membuat Oliv kembali menyahut,"Aku tahu aku salah. Aku terlalu emosi, aku tidak berfikir panjang. Maafkan aku."

Tidak ada Jawaban.

"Daddy!!" Oliv mulai kesal. Gadis itu merasa terabaikan karena Jonathan sejak tadi seolah tidak mendengarnya. Pria itu justru sibuk dengan laptopnya.

"Jangan menguji kesabaranku, Jonathan!!!" Oliv mengucapkan kata yang sama dengan yang diucapkan Jonathan tadi, membuat pria itu menahan tawanya, namun masih mencoba fokus pada laptopnya. Oliv mendengus. Gadis itu segera mengambil alih laptop Jonathan, membuat pria itu mendelik tak percaya,"Wait, wait, what are you doing?!"

Oliv tidak menjawab. Gadis itu segera menekan folder yang membuat mata Jonathan hampir melompat dari tempatnya,"No, no, no!! Don't do that, don't ever do that!!"

Oliv menyeringai seraya menjauhkan laptopnya dari tubuh Jonathan, membuatpria itu menarik pinggang Oliv untuk mrndapatkan laptopnya kembali.

"Wait, yang mana ya?? Sebentar, ah, daddy!! Diamlah sebentar!!" ucap Oliv. Gadis itu menyeringai ketika mendapatkan apa yang ia cari,"Here it is!!"

Click. Clicked.

"Noooo!!!" Jonathan kini menutup wajahnya yang sangat memerah.

Kini, layar laptop Jonathan menunjukkan ruang kerja Jonathan dengan pria itu yang tampak sibuk dengan berkas berkasnya.

"Dad. Apakah kau selalu menghabiskan waktumu di ruang kerja?" Oliv menopang dagunya. Dia tengah memperhatikan sosok Jonathan yang sibuk setengah mati dengan berkas berkasnya. Tapi Oliv melarang pria itu untuk memutuskan sambungan mereka.

Tidak dijawab, bukannya Oliv kesal. Gadis itu justru tertawa kecil,"You look hotter when you are about being so busy just like now."

Mendengarnya Jonathan tersenyum tipis,"Don't flirt on me sweetheart"

"Gotcha daddy. Aku tidak bisa meragukan pesonamu." Oliv tertawa, membuat Jonathan mengangguk-angguk seraya memainkan bolpoin di atas berkas berkasnya,"You better not."

Melihat Jonathan yang sama sekali tidak memperhatikannya, Oliv mendadak kesal. Gadis itu merubah posisinya menjadi duduk dan berteriak,"What the hell, if I was there, I would seriously climb on your lap and kiss you hardly and rudely until you cant even reach any oxygen so you just pay your attention to me!!"

Jonathan menghentikan aktifitasnya. Pria itu tidak bisa tahan, jika yang mengganggunya adalah Olivia Natasha. Ditutupnya semua berkas itu, kemudian menarik laptopnya hingga ia bisa melihat dengan jelas wajah Oliv yang tampak cemberut. Jonathan terkekeh,"Imajinasimu liar juga ya??"

Mendengarnya, wajah Oliv tiba tiba memerah,membuat Jonathan semakin tertawa,"Well, aku akan menagihnya."

Pria itu mengerling jahil. Membuat Oliv tertawa,"Aku bercanda!! Lagipula, kita tidak akan bertemu, but see?? I got your attention!!"

Jonathan memberhentikan videonya,"Cukup."

Pria itu mendesah seraya menutup laptopnya,"For God's shake!! Bagaimana bisa kau tahu, oh shit!!"

Oliv tertawa melihat wajah Jonathan yang sudah seperti kepiting rebus. Gadis itu mengubah posisinya untuk berada di pangkuan Jonathan, membuat pria itu semakin memerah,"Now, what?!"

Oliv mengalungkan tangannya di leher Jonathan dan berkata,"Memenuhi imajinasi liarku, mungkin?"

Gadis itu segera menyambar bibir Jonathan dan melumatnya dengan kasar. Membuat Jonathan sempat kewalahan untuk membalas lumatan Olivia. Kemudian, Oliv memasukkan lidahnya dan memainkan lidahnya di dalam mulut Jonathan dengan keras dan kasar. Membuat Jonathan melingkarkan lengannya di pinggang Oliv. Sedikit nakal, Oliv mengangkat roknya dan menggerak-gerakkan bokongnya di atas pangkuan Jonathan. Membuat pria itu mengerang tidak tahan. Oliv menggigit kecil leher Jonathan, membuat pria itu mendesah nikmat.

"Ahh, shit, aahhh"

Oliv tersenyum nakal. Gadis itu membuka kaos Jonathan dan menciumi tubuh pria itu, membuatnya semakin mendesah tak karuan.

"Daddy" Oliv mendesah. Tangannya merambat untuk mengelus-elus celana pendek pria itu.

"Yes sweetheart,"

"Kau tahu, ketika aku melihat tubuh telanjangmu untuk pertama kalinya ... " Oliv semakin meremas celana Jonathan, membuat pria itu menutup matanya dan terus mendesah.

"Yes sweetheart."

"Aku selalu berpikir melakukan ini kepadamu. Jadi .... bolehkah aku?"

Jonathan masih mendesah,"My pleasure ..."

Mendengar jawaban Jonathan, Oliv tersenyum dan membuka seluruh celana Jonathan. Membuat pria itu telanjang seluruhnya. Oliv menatap kagum junior Jonathan yang sudah mengeras.

"Daddy, kau sangat sexy" desah Oliv, membuat Jonathan mengerang tidak tahan,"Shit, Oliv, just suck my dick, oohh ... "

Jonathan merasakan kenikmatan ketika juniornya masuk ke dalam mulut kecil Oliv yang terasa sangat hangat dan lembab. Oliv terus melumatnya dan lagi lagi membuat pria itu mendesah merasakan kenikmatan yang sudah lama tidak ia rasakan. Oliv senantiasa memainkan junior Jonathan dengan tangannya ketika ketukan di pintu Jonathan menghentikan apa yang ia lakukan.

"Daddy!!" itu suara Alva

"Yes, Alva?" jawab Jonathan dengan wajah yang memerah. Oliv tersenyum geli melihat wajah pria itu dan kembali memainkan junior Jonathan dengan mulutnya, membuat pria itu mengerang tertahan. Oh, sialan, mulut Oliv begitu nikmat.

"Kau masturbasi?!" teriak Alva lagi, membuat Jonathan mengerang,"I-iya, eh, oh, maksudku, ti-tidak!"

"Demi Tuhan, dad!! Ini sudah malam, suaramu bisa mengganggu Oliv!!" teriak Alva.

"Iya, aku akan menyudahinya!" ucap Jonathan. Namun pria itu tidak bisa. Mulut kecil Okiv benar benar membuatnya merasa nikmat.

Jonathan kembali mendesah, membuat Alva kembali mengetuk pintunya lebih keras,"Daddy!! Lakukan itu di lantai dua!! Kau benar benar mengganggu!!"

"Oh, shit," Jonathan membawa Oliv ke bawahnya dan melumat bibir gadis itu.

"Dad, kau harus memasang pengedap suara" bisik Oliv membuat Jonathan tak tahan. Pria itu kembali melumat bibir Oliv tanpa memberikan sedikitpun celah pada gadisnya untuk bernafas. Mereka berdua benar benar gila, namun sama sekali tak mau ambil pusing.

"Daddy, jika kau tidak berhenti,aku bersumpah akan mendobrak pintu ini!!"

Oliv mendelik,"Alva marah!!" Jonathan tertawa,"Jangan pedulikan dia"

"Dad!! Aku serius!!" ucap Alva lagi. Oliv tertawa dalam bisunya dan segera menghentikan aktivitasnya. Gadis itu meninggalkan Jonathan begitu saja, membuat pria itu menatapnya tidak terima karena lagi lagi, gadis itu berhenti di tengah jalan.

"What the fuck, Oliv?!" bisik Jonathan tertahan.

"Itu hukuman untukmu yang mengabaikanku." Gadis itu mengerling jahil dan memasuki kamar mandi Jonathan. Membuat pria itu mengerang kesal dan segera memakai pakaiannya kembali sebelum membuka pintu untuk menemui Alva.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C33
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login