"Pagi "Rana!" sapa seorang laki-laki bernama Bayu, anak IPS 4.
"Selamat pagi, "Rana cantik!" teriak Arga dari dalam ruang kelas IPS 2.
"Pagi, Neng Rana," sapa Udin saat melewati Rana.
"Assalammu'alaikum, jodohku." Gilang tersenyum lebar di hadapan Rana.
"Minggir lo! Rana mau lewat! Kaleng kerupuk, ngehalangin jalan aja," sewot Bayu lekas menarik tubuh Gilang agar menyingkir dari hadapan "Rana.
"Lo, air comberan!"
"Kutu kuda!"
"Upil kebo!"
"Upil kutu!"
Rana hanya tersenyum tipis menanggapi sapaan-sapaan tersebut, perempuan itu memilih untuk meninggalkan pertengkaran Bayu dan Gilang, tetap melangkah dengan anggun menuju kelasnya. Berusaha untuk mengabaikan anak-anak itu karena memang dia tidak perduli dengan mereka semua.
Gathan yang berdiri tak jauh di belakang Rana melihat itu semua sembari melotot. Begitu Rana melewati area IPS, pria itu meluapkan kekesalannya.
"Eh, lo berdua ngapain nyapa Rana segala?" tanya Gathan ketus pada pria-pria yang masih nongkrongdi depan kelas.
"Ya elah, Than, nyapa doang. Cantiknya nggak bakalan ilang," sewot Bayu.
"Dia itu udah jadi gebetan gue, jadi lo berdua nggak usah ngarep."
"Iyee, tahu."
"Kalian udah tahu? Dari mana?" tanya Gathan bingung.
"Ya ilah, udah nyebar kali gosip tentang lo yang selalu nangkring di kantin IPA."
"Apaan orang baru dua hari," ceriwis Gathan keki.
"Tetep aja. Lo mana pernah sih, tertarik sama yang namanya PDKT sama cewek. Semua cewek-cewek yang ngejar lo dari kelas 1, primadona sekolah sampai kakak kelas yang udah lulus. Lo tolak semua, nggak lo perduliin sama sekali. Nah, baru dua hari ini lo beda," celoteh Bayu panjang lebar.
"Yo'i. Kelihatan banget kalau lo sedang jatuh cinta," imbuh Gilang tersenyum lebar.
"Masa'sih." Gathan jadi salah tingkah.
"Ck, kayak bocah TK yang habis tukeran bangku lo," cibir Bayu.
"Bener banget. Yang malu-malu singa gitu, gara-gara duduk sama lawan jenis," oceh Gilang ikut meledek.
"Diem lo berdua!" ketus Gathan.
"Hahahahahaha." Gilang dan Bayu semakin tertawa melihat tampang ketus Gathan.
"Eh, si Binar udah datang belum?" tanya Gathan kemudian.
"Udah. Noh, ada di kelas. Biasakah, berantem sama Ibu Negara," oceh Gilang menunjuk kelas dengan dagunya.
"Ya udah gue masuk dulu," pamit Gathan sebelum masuk ke dalam kelasnya. Kelas IPS 1.
"Terserah gue pokoknya," ketus Aneke berjalan keluar kelas dengan langkah kesal. Dia bahkan nyaris menabrak Gathan jika saja pria itu tidak menghindar.
"Keket!" teriak Binar nyaring dari bangkunya.
"Apa lagi sih? Berantem terus lo berdua. Bikin pagi gue suram aja," komentar Gathan sembari duduk di bangkunya. Melirik Binar yang bertampang kusut.
"Aneke kencan sama Loka,' dengkus Binar. Kentara sekali tak suka mengatakan fakta itu pada Gathan.
"Loka? Anak Roma? Kok bisa? Dari mana mereka saling kenal?"
"Pameran fotografi di Senayan. Lo tahu sendiri kalau Keket itu maniak fotografi, eh, ternyata si bangsat itu juga ikut klub fotografi di sekolahnya. Mana fotonya ada yang di pamerin di sana lagi. Makin nyungseplah Keket pada pesona standarnya, bukan jatuh lagi, udah klelep," oceh Binar ketus.
"Hahahahahaha, bisa aja lo." Gathan menyambut curhatanBinar barusan dengan tawa lebarnya.
"Oh, gue semalam lupa mau bilang. Si Rana ikutan klub fotografi lho," oceh Binar menggantitopik yang lain daripada hatinya semakin panas.
"Hah? Kok lo baru bilang sekarang sih?" teriak Gathan kesal.
"Lhah? Gue juga baru tahu kemarin!" kesal Binar. "Pas acara diklat liburan semester 'kan lo ngajak gue ke Belanda liburan ini," imbuhnya membela diri.
"Oh, iya ya. Diklat ekskul 'kan diadakan pas liburan semester," gumam Gathan teringat.
"Tenang aja. Gue akan bantuin lo deketin Rana. Kita akan lebih sering ketemu di klub, jadi gue bisa nyari info tentang dia dan nyomblangin lo sama dia," usul Binar.
"Wah, good idea! Thanks, Sob! Lo emang sahabat gue!" Gathan menepuk pundak Binar saking bahagianya.
Bel istirahat sekolah berdenting nyaring. Bu Rara mengakhiri pelajarannya dan keluar dari ruang kelas IPA 1. Anak-anak bergegas pergi ke kantin untuk mengisi perut, ada juga yang tinggal di kelas, mengobrol di depan kelas atau tidur di pojokan.
"Woy! Bengong aja lo!" tegur Kia, teman Rana yang duduk tepat di belakangnya.
"Kantin yuk!" ajak Moka, temen sebangku Kia.
"Iya, kantin yuk!" ajak Kristi setelah memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Ia melirik Rana yang duduk di sebelahnya.
"Gue titip kalian aja deh," pinta Rana memohon.
"Kenapa? Takut ketemu Gathan lagi kayak kemarin?" tebak Kristi.
Rana mengangguk. "Ntar gue malu-maluin kayak kemarin. Duh, tengsin gue," keluhnya.
Kia dan Moka hanya saling pandang.
"Ya udah, kita yang beli jajan," ucap Kristi pada akhirnya. Melipir ke luar bareng Kia dan Moka.
Rana mengambil ponsel di laci mejanya, memainkan game yang akhir-akhir ini sering ia mainkan. Saat asyik bermain, notif pesan dari Gathan muncul di layar ponselnya. Dia mencoba mengabaikannya dan langsung men-swipenya ke kanan. Tapi pesan itu terus bermunculan dan mengganggunya yang sedang bermain game.
( Gathan ) Siang cantik...
Kok gue nggak lihat lo di kantin?
Nggak laper?
Mau gue beliin aja?
Mau makan apa?
Siomay? Bakso? Ketoprak? Cilok? Gorengan? Roti? Soto? Rujak? Burger? Sandwich? Nasi goreng? Sate? Salad?
[ Rana mendengkus kesal saat membaca pesan dari Gathan. "Ini orang ngapain absenin makanan di kantin sih?" dumelnya. ]
( Gathan ) Kok cuma di read doang sih?
Na!
Irana!
Irana Dirja anaknya Bapak Rajasa!
( Rana ) Apaan sih?
Lo kapan berhenti gangguin gue?
Nggak capek apa ngerecokin hidup gue terus?
( Gathan ) Ya elah, Na.
Gue 'kan baru negerecokin hidup lo, 2 hari ini doang.
Lo, sih! Nolak cinta gue terus!
Kalau lo nerima cinta gue, 'kan gue nggak akan gangguin hidup lo lagi.
Tapi gue akan menemani hari-hari lo.
Wkwkwkwkwkwk
( Rana ) Dasar gila!
( Gathan ) Kenapa lo selalu ngatain gue gila, sih?
( Rana ) Ya karena lo emang gila!
Aneh!
Nggak jelas!
( Gathan ) Hahahahahhaha.
Kayaknya gue emang gila deh.
Tergila-gila sama lo, lebih tepatnya.
( Rana ) Bodoamat!
Suka-suka hidup lo deh!
[ Rana membanting ponselnya sedikit keras ke laci meja. Kesal karena sikap Gathan dan menyesal karena ia menanggapi pesan dari pria itu. ]
"Kenapa lo manyun gitu?" tanya Moka yang baru datang dari kantin, gadis itu membawa 2 bungkus cilok serta 2 kaleng minuman. 1 cilok dan 1 minuman ia serahkan kepada Rana.
"Thanks," ujar Rana.
"Kenapa sih?" Kristi penasaran dengan muka kecut Rana.
"Baru balas chat dari Gathan," sahut Rana.
"Oh," gumam Kristi, Kia dan Moka nyaris bersamaan.
Sudah tak kaget lagi jika Rana mengeluh tentang sikap menyebalkan Gathan. Sudah dua hari ini Rana curhat tentang Gathan yang mendekatinya. Sebagai sahabat yang baik, mereka hanya mendengarkan dan terkadang memberikan solusi bila perlu.
"Udah jangan difikirin terus. Makan gih, keburu nggak enak," suruh Moka melirik cilok di depan Rana.
Rana tersenyum tipis lalu mulai melahap cilok yang dibelikan mereka tadi.
Pulang sekolah Gathan sudah nangkring di atas motornya, sambil mengutak-atik ponselnya. Mengirim pesan kepada Rana.
( Gathan ) Rana cantik!
Pulang bareng Bang Gathan ya?
Kasihan nih Si Rexy nggak ada yang diboncengin.
( Rana ) Nggak usah, Than.
Gue bisa pulang naik angkot atau Bus.
( Gathan ) Bareng gue aja.
'Kan uangnya bisa ditabung buat masa depan kita nanti.
Buat rumah tangga kita.
Eeaa...
( Rana ) Lhah?
Masalah materi 'kan tugasnya suami.
( Gathan ) Cie, cie...
Udah manggil gue suami.
Ngebet banget ya, ingin dihalallin sama gue?
( Rana ) Ih, ngaco' banget sih lo!
Udah ah, gue mau pulang!
( Gathan ) Hahahahahaha.
Hati-hati ya pulangnya.
Bilangin ya ke supir Bus atau angkotnya, jangan ngebut-ngebut.
Rana memasukan ponselnya dengan kesal ke dalam tas. Gadis itu melirik angkot yang sedari tadi ia tunggu mulai berhenti di hadapannya. Dari jauh, Gathan melihat itu dengan senyum kecil di bibirnya. Sebelum kemudian memakai helm dan bergerak pelan mengikuti angkot yang ditumpangi Rana barusan.
*****
Cahaya mentari yang siap kembali ke peraduannya, membuat wajah Rana merona merah, akibat pantulan jingga di ufuk Barat yang mengenai wajah putihnya. Gadis itu sedang duduk santai di kursi kayu yang tepat berada di sebelah kiri café yang dikelola oleh keluarganya itu. Orangtuanya sebagai koki pastry dan juga cake, Mbak Anggun sepupunya yang mengelola keuangan serta bahan-bahan yang diperlukan. Rana sendiri yang bertugas sebagai pelayan merangkap kasir.
Kehidupan yang sangat harmonis dengan kebersamaan mereka sepanjang hari. Membayangkan keharmonisan keluargannya, gadis itu tersenyum penuh arti, berharap suatu saat nanti dia dapat membangun keluarga yang seperti keluarganya.
"Ran! Jangan melamun terus! Cepet bantuin Kakak! Kamu nggak lihat kalau pelanggan café sore ini banyak banget! Cepat masuk!" teriak Anggun melongo lewat pintu samping café memanggil adik sepupunya itu.
"Iya," seru Rana seraya melangkah mengikuti Kakak Sepupunya yang sudah berjalan lebih dulu memasuki café.
Sebenarnya dari tadi Rana sudah tahu kalau café dalam keadaan ramai, terlihat dengan jelas lewat kaca transparan yang membatasi tempatnya melamun dengan ruangan café. Namun dia ingin bermalasa-malasan menikmati senja yang disukainya. Karena coretan warna jingga itu tidak akan pernah terulang untuk hari ini. Dengan malas Rana berjalan menuju pantry tempat Anggun berada untuk mengambil alih tugasnya melayani pelanggan. Sedangkan Anggun beralih untuk membersihkan meja-meja kotor yang sudah di tinggal sang pelanggan.
"Selamat siang, selamat datang di Coffee WHITE SHOP. Mau pesan apa?" tanya Rana ramah pada pelanggan pertamanya sore ini. Gadis itu tengah merapikan cup-cup yang tercecer di sekitarnya.
"Lo... kerja disini?" tanya suara pelanggan itu yang anehnya terdengar cukup familiar bagi gadis yang masih menunduk itu.
Rana menegakkan kepalanya ke arah depan, ia kaget saat mengetahui siapa orang yang berdiri di hadapannya saat ini. Rasa kagetnya membuat ia tak mengucap apa-apa dalam beberapa detik. Sampai akhirnya deheman dari cowok itu membuatnya tersadar. "Mau pesan apa?" tanya Rana ramah.
"Lo kerja disini?" tanya cowok itu tanpa menjawab pertanyaan dari Rana.
"Bisa iya, bisa tidak. Ini café milik keluarga saya," jawab Rana. "Jadi kamu mau pesan apa?" tanyanya kemudian mengulangi pertanyaan yang tadi.
"Jadi keluarga lo punya café dan lo tiap hari jadi pelayan di sini,"gumam cowok itu lagi. "Pantas aja gue nggak pernah lihat lo nongkrong di cafe. Berarti sepulang sekolah lo selalu ke sini dong?"
Rana diam sejenak. "Sebenarnya Anda mau pesan atau tidak?" tanyanya ketus.
"Ck, masih galak aja lo sama gue. Gue ini pengunjung lho. Lo nggak pernah denger istilah 'Pelanggan adalah Raja'?" cibir Gathan sengaja membuat emosi Rana bergejolak.
"Ma'af ya, Tuan Gathan Brawijaya, atas ketidaksopanan saya tadi. Tapi Anda bisa lihat sendiri kalau cafe saat ini sedang ramai. Mungkin kalau Anda belum memutuskan pesanannya, bisa duduk dulu di kursi yang telah disediakan karena antrian cukup panjang," jelas Rana melirik antrian di belakang Gathan.
Gathan melirik ke belakang dan benar saja ada banyak antrian yang sedang menunggu giliran. "Gue pesan green tea latte sama pastry keju deh," ocehnya tersenyum lebar.
"Tunggu sebentar," ucap Rana dan langsung menyibukan diri membuat pesanan cowok itu serta menata piring sajinya dengan pastry keju yang mengunggah selera. "Ini. Semuanya 49 ribu," ucapnya menyodorkan piring saji kepada Gathan.
Gathan menyerahkan beberapa lembar uang ke Rana, lalu mengambil nampan berisi pesanannya. Dia kemudian berjalan ke arah sudut sofa tepat berhadapan dengan kursi kayu tempat favorite Rana melamun tadi dengan dibatasi kaca transparan. Gathan terus saja mengamati tingkah laku Rana yang dengan cekatan melayani setiap pelanggan yang datang. Semakin tertarik saja Gathan pada gadis itu, bertekat dalam hati kalau dia akan sering-sering mampir ke sini.
Kebetulan sekali tadi dia mampir ke coffee shop ini karena motornya harus masuk bengkel di jalan seberang café. Matanya tak pernah lepas dari Rana yang sekarang sedang berdebat dengan seorang ibu-ibu entah karena alasan apa. Sesekali dia meminum coffeenya sambil terus mengamati gadis itu. Pertengkaran mereka akhirnya berhenti dan ibu-ibu itu pergi sambil marah-marah. Rana sendiri juga terlihat kesal.
Gathan tersenyum kecil melihat wajah kesal Rana. "Gue harus bisa jadiin lo pacar gue, Irana Dirja. Bagaimanapun caranya," bisiknya pelan sebelum menyesap coffee green tea-nya.
You may also Like
Paragraph comment
Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.
Also, you can always turn it off/on in Settings.
GOT IT