Mobil milik Gathan berhenti di lampu merah, tangannya mengetuk-ngetuk setir mobil sembari bersenandung ria. Hatinya berbunga-bunga setelah mendapat nomer telfon dari gadis pujaannya yang bernama Irana Dirja.
"Ck, kayak anak perjaka pas malam pertama aja Lo," cibir Binar mengejek sikap berlebihan Gathan.
"Gue emang masih perjaka, geblek!" sungut Gathan tak urung tertawa. "Gue senang aja, Lo pasti tahu kalau gue nggak gampang ngasih feedback untuk cewek yang deket sama gue."
"Nah, itu dia! Gue jadi heran apa pesona cewek itu sampai bisa membuat lo jadi kayak monyet minta dikawinin gini."
"Entahlah, gue juga bingung. Suka aja gitu, tanpa alasan." Gathan tersenyum menerawang.
Lampu tinggal 20 detik lagi akan menyala hijau.
Gathan tak sengaja melirik ke arah halte bis yang ada di seberang kanan jalan zebracross di depannya. Dia melihat Rana berdiri di antara beberapa orang yang tengah menanti Bus datang. Tanpa fikir panjang, Gathan langsung melepas seatbelt yang dipakainya.
"Eh, Than, lo mau kemana?"tanya Binar heran.
"Cabut," balas Gathan singkat. Pria itu segera keluar dari mobil dan menyebrangi zebracross karena bus yang ditunggu Rana sudah datang. Mauk ke dalam bus yang melaju pelan.
"Aish." Binar menggaruk rambutnya yang tak gatal. Tak habis fikir dengan tingkah Gathan barusan.
Tin! Tin!
Bunyi klakson dari mobil di belakang, membuat Binar panik. Buru-buru dia keluar dari mobil dan berganti duduk di balik kemudi. Menjalankan mobil milik Gathan, sembari mengomel tidak jelas.
Di dalam Bus, Gathan mengambil tempat duduk di nomer dua paling belakang, menatap punggung Rana yang duduk dua bangku di depannya.
"Tuh cewek cantik juga kalo dilihat-lihat," gumam Gathan seraya terus memandangi wajah Rana dari samping tanpa berkedip sambil tersenyum kecil.
Tak berapa lama, Rana turun di salah satu halte. Gathan mengikuti Rana turun dari bis. Melihat ke sekeliling dan merasa asing dengan wilayah ini.
Kaki Gathan terus melangkah mengikuti sepasang kaki yang berjalan dahulu di depannya. Tak jarang ia bersembunyi karena Rana menoleh ke belakang dengan wajah curiga.
"Aneh, kok kayak ada yang ngikutin gue ya," gumam Rana dengan alis menyatu.
Setelah berjalan kurang lebih 15 menit akhirya Rana sampai di depan sebuah gang yang menuju ruko-ruko.
"Ngapain Rana ke sini?" gumam Gathan pelan sembari terus memperhatikan Rana sembunyi-sembunyi. Pasalnya kawasan ini hanya dipenuhi oleh ruko-ruko dan bukannya perumahan.
Tring! Binar calling!
Gathan buru-buru meraih ponselnya dan mematikan sambungan sebelum Rana mengetahui keberadaannya. Huft. Gathan menghela nafasnya lega saat Rana trus berjalan dan tak menyadari keberadaannya. Ia kemudian mengecek kembali ponselnya saat sudah berada cukup jauh dari Rana.
"Halo, apaan sih?" tanya Gathan buru-buru, sesekali melirik ke depan takut kehilangan jejak Rana.
"Gue yang harusnya nanya! Maksud lo apa ninggalin gue gitu aja," sungut Binar.
"Sorry, gue lagi ada misi penting ini."
"Halah, misi penting apaan. Ini gueudah ada di rumah lo. Mendingan lo sekarang pulang deh."
"Gue lagi buntutin Ran… Eh, kok ngilang?" Gathan panik karena punggung Rana sudah tak terlihat lagi. Pria itu membiarkan ponselnya terus menyala dan berlari ke arah depan, melihat ke sekeliling dan tak menemukan sosok Rana lagi.
"Halo, Than! Halo, eh, lo dengerin gue nggak sih? Gathan!" Binar terus memanggil nama Gathan karena pria itu tidak meresponnya.
"Iye, bawel! Gara-gara lo gue kehilagan jejak Rana lagi nih," dumel Gathan.
"Bodo amat! Buruan pulang!"
"Ck, lo kayak nyokap gue deh." Gathan menggerutu sembari berjalan ke depan gang. Pria itu menoleh ke belakang sebentar sebelum kembali berjalan. Rencananya untuk membututi Rana gagal sudah dan untuk keduakalinya ini disebabkan oleh Binar.
*****
"Nah, itu dia anaknya, Tan," seru Binar saat melihat Gathan muncul dari ruang tamu. Binar tengah menikmati kue buatan Ratih saat Gathan datang. "Lo darimana aja sih?"
"Lo gangguin gue cumi! Nggak usah sok nanya lagi," ketus Gathan lalu duduk di depan Binar.
"Hahahaha." Binar tertawa nyaring.
"Udah ah, sana mandi! Bau matahari," perintah Ratih pada anaknya.
"Ya udah, kita ke kamar dulu, Ma," pamit Gathan menarik lengan Binar supaya ikut dengannya ke kamar.
Sampai kamar, Gathan langsung membuang tasnya ke atas kasur. Pria itu kemudian berjalan ke kamar mandi, menyegarkan badannya yang sudah lengket keringat dengan air dingin. Sedangkan Binar memilih untuk bermain gitar milik Gathan di beranda kamar Gathan. Menyenandungkan beberapa lagu yang ia ketahui sembari memetik kunci gitar. Binar memang ikut ekstra musik, jadi ia bisa beberapa alat musik terutama piano.
Beberapa menit kemudian Gathan keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk sebatas pinggul ke bawah. Pria itu mengacak-acak rambutnya yang basah, lalu meraih tas di atas kasur mencari ponselnya. Mengcek beberapa sosial media miliknya, lantas menaruhnya di atas kasur saat sudah selesai memeriksa.
Gathan mengambil satu kaos warna hitam dan juga celana panjang warna putih. Memakainya di closet dan kembali ke kamar dengan setelan yang tadi. Pria itu menghampiri Binar yang masih duduk di beranda.
"Jadi lo tadi kemana?" tanya Binar menoleh ke arah Gathan yang baru bergabung dengannya.
"Gue nggak begitu tahu daerahnya sih, tapi ke arah Sudirman. Gang ruko-ruko," sahut Gathan.
"Ruko?" Binar menaruh gitar yang tadi dipegangnya ke atas meja. "Dia punya ruko? Atau kerja partime? Jangan-jangan dia ketemu sama pacaratau gebetan dia."
"Nah, itu dia! Kalau aja lo tadi nggak nelfon gue, pasti sekarang gue udah tahu alasan Rana pergi ke sana," sungut Gathan masih kesal dengan kejadian tadi.
"Hahahaha, sorry-sorry." Binar tertawa sembari meminta maaf. "Game yuk! Lagi stres gue!"
"Kenapa? Sahabat lo punya pacar baru lagi?" ledek Gathan yang hafal dengan penyebab Binar jika lagi stres.
Binar hanya tersenyum kecut.
"Nar, Nar. Salut sih, gue sama lo. Temenan dari kecil, naruh perasaan dari SD, nggak pernah dianggap lebih dari temen, tapi lo masih betah aje. Sabar, Sob, badai pasti berlalu."
"Heleh."
Sambil menunggu makan malam, mereka memutuskan untuk bermain game.
Makan malam di rumah Gathan terlihat hikmat. Adipura, Papa Gahtan duduk di paling ujung meja makan. Di sebelah kiri ada Ratih, istrinya kemudian di depannya ada Gathan, samping Gathan ada Binar yang numpang makan. Hanya denting sendok dan garpu yang terdengar ruang makan rumah mewah Gathan.
"Jadi gimana, Than? Cewek yang kamu taksir udah takluk apa belum?" tanya Ratih tiba-tiba.
Gathan nyaris tersedak setelah mendengar pertanyaan Ratih barusan. Pria itu kontan menoleh ke samping, melotot pada sahabatnya yang ember. Binar hanya melengos dan pura-pura fokus pada makanannya.
"Gathan punya pacar?" tanya Adipura, suaranya terdengar berat dan berwibawa.
Gathan menelan ludahnya gugup.
"E-enggak, Pa," jawabnya kemudian.
"Tapi lagi suka sama cewek, Pa," sahut Ratih tersenyum mengejek.
Adipura menatap tajam putra semata wayangnya. "Papa nggak masalah kalau kamu mau pacaran," ujarnya membuat Gathan menghembuskan nafasnya lega. "Asalkan kamu tidak melupakan kewajibanmu sebagai pelajar, juga tanggungjawabmu sebagai anak. Membanggakan orangtua."
Adipura memang keras pada Gathan jika menyangkut pendidikan dan masa depan pria itu. Dari kecil Gathan selalu di didik untuk hidup mandiri, bisa melakukan banyak hal, dia sudah terbiasa dengan ikut les apapun. Berkuda, panahan, renang, musik, ikut berbagai macam lomba, bahkan ia sekarang sudah belajar tentang ilmu bisnis sampai masalah trading.
Padahal di umur segini, kelas 2 SMA.
Seharusnya Gathan masih bersenang-senang menikmati masa remajanya. Masa depan memang penting, tapi bukankah kebahagiaan jauh lebih penting. Terkadang Gathan lelah dengan semua aturan dari Papanya, tapi ia bisa apa kalau Adipura sudah berkehendak. Adipura adalah ayah yang tegas dan juga keras. Apapun keinginannya harus terpenuhi.
"Iya, Pa. Gathan ngerti." Hanya itu yang selalu Gathan katakan jika Adipura menuntut sesuatu.
Suasana tiba-tiba saja menjadi tegang. Semua orang fokus pada makanannya masing-masing, terlalu canggung untuk memulai obrolan kembali. Mereka makan dengan tenang.
Selesai makan malam, Binar pamit pulang dan tidak jadi menginap. Sedangkan Gathan langsung kembali ke kamarnya. Pria itu tiduran di atas kasurnya, menatap langit-langit kamarnya menerawang. Beberapa menit kemudian ia bangkit duduk, meraih ponselnya yang ada di atas kasur.
Mengutak-atik ponselnya, mencari nama Rana di deretan daftar kontaknya. Setelah menemukan, ia menekan gambar pesan.
Ping!
Ini nomernya Rana ya?
*****
Rana tengah tiduran di kasurnya saat ponselnya berbunyi. Notif dari salah satu sosial media miliknya menyembul di layar ponselnya. Chat dari seseorang yang nomernya tidak di simpan oleh Rana.
Rana memutuskan untuk mengetik pesan balasan untuk orang itu. Siapa tahu penting dan berkaitan dengan tugas atau hal apapun.
( Rana ) Rana siapa?
( Gathan ) Rana anak Deandles, 'kan?
[ Rana memutar bola matanya. ]
( Rana ) Iya. Yang mana?
( Gathan ) Lhah, emang Rana yang sekolah di
( Rana ) Deandles ada banyak, ya?
[ Rana berdecak pelan. Pesan lain muncul saat ia tak kunjung membalas. ]
( Gathan ) Irana Dirja.
Anak IPA 1.
Itu elo, 'kan?
Oh, iya.
Oke sip.
Malam Minggu.
Jam 7.
Gue jemput ke rumah lo.
Kita nge-date.
[ Rana bangkit duduk setelah membaca pesan aneh dari orang itu. ]
( Rana ) Hah?
Obat lo habis ya?
Buruan beli obat di apotik sana!
Daripada gila lo makin parah.
( Gathan ) Lhah, gimana sih?
Gue itu baru aja ngajakin lo kencan, bukannya konsultasi kejiwaan.
Kok malah di suruh beli obat.
( Rana ) Ya lo ngapain tiba-tiba ngajakin gue kencan?
Kenal juga enggak!
Itu tanda-tanda orang sakit jiwa, 'kan?
( Gathan ) Sembarangan aja kalau ngetik!
Gue masih wara, ya!
Masih sehat walafi'at.
Gue Gathan Brawijaya.
Anak IPS 1.
Kenal, 'kan?
Kenal dong pastinya.
[ Lama Rana menatap pesan chat dari orang yang mengaku bernama Gathan Brawijaya. Dia tahu nama itu. Dia juga tahu orangnya. Dia hanya heran kenapa cowok sekelas Gathan mengiriminya pesan. ]
( Rana ) Tetap aja kita nggak kenal dekat.
Gue tahu nama lo karena emang lo terkenal.
Cuma sebatas itu.
Anak tipe kayak lo pasti nggak mau repot kenal sama orang-orang kayak gue.
Nama temen-temen aja, pasti lo nggak hafal.
Trus sekarang maksud apa lo ngechat gue kayak gini?
Mau iseng doang? Prank? Taruhan?
( Gathan ) Astagah, masih nanya mau ngapain!
MAU NGAJAK LO KENCAN!
Gue anti maini taruhan, prank atau apalah.
Ini serius.
Siapa bilang gue nggak tahu tentang lo? Gue tahu kok.
Nama lo Irana Dirja. Sekolah di SMA Deandles. Anak kelas XI IPA 2. Hobi baca, dengerin musik, nonton. Punya mantan 1 pas kelas X. Sekarang masih single. Anak dari pasangan Ibu Saras dan Bapak Rajasa. Rumah lo di Perum Bukit Cemara No 7.
Gue tahu apa agama lo.
Gue juga tahu siapa Tuhan lo.
( Rana ) Ck.
Lo copas dari Dilan ya?
Sorry ya, tapi gue bukan Milea yang bisa luluh dengan kalimat semacam itu.
( Gathan ) Yah, gagal bahagia.
Lo belum luluh ya?
Ya udah.
1 jam lagi, gue coba lagi deh.
Gathan meninggalkan obrolan
1 Jam kemudian
[ Rana geleng-geleng kepala saat membaca pesan terakhir dari Gathan. Perempuan itu lalu menaruh ponselnya di atas kasur, di dekatnya. Ia kemudian beranjak menuju meja belajarnya, mengerjakan PR Kimia dari Bu Ambar hari ini. Satu jam berlalu dan ponselnya berbunyi lagi, tepat saat ia menutup lembar buku Kimianya. Rana berjalan menuju tempat tidur lantas meraih ponselnya.]
( Gathan ) Ping!
Na!
Masih inget gue nggak?
[ Rana menghembuskan nafasnya saat membaca pesan dari Gathan. Lagi. ]
( Rana ) Lo baru aja chat gue 1 jam yang lalu.Bege'!
Ya gue masih ingatlah.
( Gathan ) Alhamdulillah, kalau gitu.
Itu tandanya lo juga tertarik sama gue.
Lhah, kok gitu?
Ya itu lo nggak lupain gue. Artinya lo kefikiran terus tentang gue, 'kan?
Iye, 'kan?
( Rana ) Astagah!
Gimana gue bisa lupain lo, kalau chat lo aja notifnya masih 1 jam yang lalu!
Gue bukan nenek-nenek yang udah pikun!
;-D ;-D ;-D ;-D ;-D
( Gathan ) Jadi ini lo udah luluh belum?
Mau nerima ajakan gue buat ngedate?
( Rana ) Enggak.
( Gathan ) Oh, ya udah.
( Rana ) Apa?
Lo mau coba 1 jam lagi?
1 jam lagi gue udah tidur!
Jangan gangguin gue!
( Gathan ) Tenang aja, gue gangguinnya besok kok.
Cie, yang udah kebelet ingin gue gangguin.
Sabar ya, besok gue gangguin lagi kok.
Sekarang gue udah ngantuk.
Bye cantik ;-p
Gathan meninggalkan obrolan.
"Lhah, kok kesannya jadi gue yang ngarep sih?" gumam Rana menatap layar ponselnya yang menampilkan percakapannya lewat chat dengan Gathan. "Dasar! Nyebelin emang," ketusnya kemudian menaruh ponselnya dia atas nakas. Memilih untuk tidur karena besok pagi ia harus berangkat sekolah.
Hehm, kayaknya galak banget ya, Papanya Gathan? Ada kasusnya kayak gini juga nggak?
Kita tungguin aja guys!
PYE! PYE!
You may also Like
Paragraph comment
Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.
Also, you can always turn it off/on in Settings.
GOT IT