Download App
51.21% Berandalan / Chapter 21: Kencan

Chapter 21: Kencan

Setelah hari itu Jovan dan Violet jadi sering bertemu di gudang peralatan sekolah. Jovan tak perlu lagi menyuruh Dani untuk membawa Violet padanya. Cukup ia kirimkan pesan saja dan Violet akan datang. Bukan tanpa alasan Violet mau datang. Tapi karena Jovan sudah mengancam seperti biasanya.

"Sebaiknya kamu dateng waktu aku suruh dateng. Atau aku yang bakal nyamperin kamu. Dan jangan kaget sama apa aja yang bisa aku lakuin saat itu juga tanpa liat situasi sama kondisi."

Violet lagi-lagi tak mau ambil resiko karena memang Jovan adalah manusia paling nekat yang pernah ia kenal. Ancamannya sungguh tak bisa diremehkan begitu saja.

__

Satu hari di jam pulang sekolah...

"Vi, aku duluan ya," pamit Risa sebelum naik ke boncengan ojek online pesanannya.

Violet mengangguk dan melambaikan tangan padanya. Sepeda motor itu melaju dan Risa segera menghilang dari pandangan.

Violet berdiri di halte menunggu busnya datang. Tak bisa duduk karena sudah penuh diduduki anak lain.

Tak berselang lama seorang anak menghentikan motornya tepat di depan Violet. Membuat para gadis di belakang Violet histeris. Jovan mematikan mesin lalu membuka kaca helmnya tak begitu mempedulikan mereka.

"Yuk!!" ajaknya menatap Violet.

"Apa sih Jo?" keluh Violet jadi gugup. Menoleh menatap para gadis itu, ingin tahu tanggapan mereka. Kebanyakan dari mereka menatapnya heran, bingung dan penasaran.

"Kenapa? Gak level naik motor? Perlu dibawain mobil, baru kamu mau ikut?" tanya Jovan pura-pura tak tahu.

"Hmm," jawab Violet mengangguk membenarkannya saja, tak ingin mendebat. "Duluan sana! Aku naek bus aja," lanjutnya.

"Ok, besok aku bawa bus ke sekolah, biar kamu mau ikut sama aku," jawab Jovan menggerutu.

Sukses membuat Violet tertawa. "Ok," katanya manggut-manggut. "Aku mau ikut kalo kamu bawa bus," lanjutnya.

Jovan tersenyum melihat Violet tertawa karena candaannya.

"Ayok ah," ajak Jovan lagi kembali serius.

Violet menggeleng pelan.

"Busnya masih lama loh," kata Jovan menakut-nakuti.

Violet malah tertawa geli mendengarnya.

"Tuh udah dateng," katanya menunjuk bus yang sebentar kemudian berhenti di depan halte.

"Nyebelin banget ini bus," gerutu Jovan mendelik pada bus kota tak berdosa.

Violet kembali tertawa.

"Aku duluan," kata Violet melambaikan tangannya sebelum berbalik pergi.

"Eeeh..." cegah Jovan memanggil Violet. "Sembarangan main pergi seenaknya. Sini!! Salim dulu!!" protes Jovan mengulurkan tangannya.

Violet heran melihat tingkah pacarnya itu.

"Udah buruan!! Keburu ditinggal bus ntar," kata Jovan masih setia mengulurkan tangannya.

Violet akhirnya mengalah, menghampiri Jovan dan menyalaminya. Namun selesai itu Jovan tetap tak melepaskan tangannya.

"Cium tangan yang bener!" tegur Jovan.

"Apa sih Jo, lebay deh," kata Violet jadi jijik.

"Udah buruan!!!" kata Jovan tak mau tahu.

Violet menghela napas berusaha sabar. Mengalah dan akhirnya mencium punggung tangan Jovan. Namun setelah itu Jovan tetap tak melepaskan tangannya. Violet jadi curiga, dan benar saja Jovan tersenyum nakal padanya.

"Udah Pak, dia gak ikut," seru Jovan pada kernet bus kota.

Bus segera melaju meninggalkan halte.

"Jovan," kesal Violet memukulnya pelan.

Jovan melepaskan tangan Violet sambil terkekeh. "Buruan naik! Udah nggak ada yang liat, kan?" Jovan menghidupkan kembali mesin motornya.

Violet tersenyum, tak habis pikir dengan tingkah pacarnya. Mau tak mau akhirnya naik juga.

"Mau ke mana?" tanya Jovan menoleh.

"Bulan," jawab Violet masih sedikit kesal gara-gara keisengan Jovan barusan.

"Jauh amat," keluh Jovan. "Ke KUA dulu kek, ke hotel kek, ke mana aja yang penting bisa ngamar gitu," lanjutnya.

Violet memukulnya keras. Dan Jovan tertawa puas.

*

"Kok gak langsung pulang sih Jo?" keluh Violet saat Jovan tak mengantarnya pulang malah membawanya ke sebuah pusat perbelanjaan.

Jovan tersenyum menatap pacarnya. Meraih tangannya untuk digandeng.

"Sekali-sekali Vi. Selama pacaran kan kita gak pernah jalan bareng," terangnya.

Violet baru menyadarinya. Sebelum ini ia tak begitu peduli karena memang dia anak rumahan dan tak begitu suka hang out. Satu-satunya teman yang ia punya yaitu Risa pun sama seperti dirinya. Anak rumahan yang lebih suka berdiam diri di kamar daripada jalan-jalan atau shopping ke mall. Mungkin bahasa gaul anak jaman sekarang menyebutnya introvert. Entahlah, Violet tak begitu paham, yang pasti ya seperti inilah adanya dia.

Jovan menggandeng tangan Violet dan menariknya masuk ke bangunan megah itu. Violet langsung saja merasa tak nyaman. Postur Jovan yang tinggi, wajahnya yang tampan juga seragam SMA lamanya yang memang terkenal, cepat saja menarik perhatian orang-orang. Apalagi anak SMA lain yang sama-sama hang out sepulang sekolah. Menatap Jovan tersenyum dan cepat saja merasa jengkel menyadari ada gadis cupu yang digandengnya.

Violet tak mengenal mereka, tapi cara mereka memandang membuatnya tak nyaman. Apalagi raut kekecewaan mereka yang seolah tak rela lelaki seindah Jovan harus bersanding dengannya, membuat Violet merasa nyeri di ulu hati. Violet menunduk dan pelan-pelan menarik tangannya dari genggaman Jovan.

Jovan yang belum menyadari apa yang sedang terjadi menoleh pada Violet menatap heran.

"Kenapa?" tanyanya.

Violet mengangkat wajah menatap Jovan. Memaksakan senyum lalu menggeleng.

Jovan merasa ada yang aneh tapi tak mau ambil pusing. Ia meraih tangan Violet lagi. Jadi kembali heran saat Violet kembali menarik tangannya.

"Kenapa sih?" tanya Jovan mengerutkan kening.

"Jalan sendiri-sendiri aja," jawab Violet tersenyum masam.

Kini Jovan yakin memang ada sesuatu. Ia berkacak pinggang menatap Violet yang kembali menunduk.

"Ini bukan sekolah Vi. Masa iya aku gak boleh gandeng tangan kamu?" keluh Jovan pelan.

Violet tak menjawab, ia sudah khawatir Jovan akan marah. Jadi menyesal. Kini diam-diam sudah membuat keputusan, kalau seandainya Jovan coba menggandengnya lagi setelah ini, ia tak akan melawan lagi walau nantinya banyak mata yang akan mengamati.

Jovan menatap arah lain dan menghela napas. Agak kesal karena Violet hanya diam menanggapinya. Dan kemudian barulah ia menyadari tatapan orang-orang padanya. Jadi mengerti, pantas saja Violet kembali minder walaupun mereka sedang tidak di sekolah.

Jovan kembali menatap Violet. Memperhatikan penampilannya. Sejujurnya bagi Jovan kacamata itu benar-benar tak punya pengaruh apa pun, Violet tetap cantik dengan ataupun tanpa benda itu. Dan seragam yang kebesaran itu, Jovan justru menyukainya. Kenapa? Karena Jovan tahu betul ada tubuh indah yang begitu menggoda di dalamnya. Ia senang karena seragam itu sukses menyembunyikan bentuk tubuh Violet hingga lelaki lain tak bisa melihatnya. Hanya dia yang tahu dan itu terasa menyenangkan merasa ia memiliki gadis ini untuk dirinya sendiri.

Jovan tersenyum mengingat hal itu. Kemudian menghela napas pelan mendekati Violet. Ia usap kepala Violet lembut dan Violet mendongak menatapnya. Jovan tersenyum manis mengambil kacamata itu dari wajahnya. Setelah itu menarik Violet berjalan menuju toko terdekat. Ia memang tak ingin ada orang lain yang bisa melihat bentuk tubuh Violet, tapi benar-benar menyebalkan melihat Violet begitu rendah diri sampai tak mau ia gandeng begitu.

"Pilih yang kamu suka!" kata Jovan begitu masuk.

Violet menatap Jovan tak mengerti.

"Aku kesel kamu minder gitu. Pilih baju mana yang bikin kamu nyaman, biar enak kencannya," terang Jovan.

Violet melihat ke sekelilingnya dengan ragu. Pelan-pelan menghampiri satu gantungan. Tetap tak yakin pakaian mana yang ia inginkan. Tempat itu berisi pakaian wanita berbagai model. Sedangkan ia biasanya hanya menggunakan kaos oblong atau sweater.

"Cepetan Vi keburu sore," keluh Jovan berdiri di belakangnya.

Violet mendongak menatap Jovan.

"Aku jadi bingung Jo," katanya.

Jovan mengerjap tak percaya dengan yang didengarnya sendiri. Sebenarnya perempuan macam apa pacarnya ini? Bagaimana bisa ada perempuan yang tak antusias diajak belanja begini? Jovan mengusap belakang kepalanya beberapa kali, kemudian jadi ikut memilah-milah pakaian yang tergantung di depannya.

Jovan menarik satu yang berwarna peach. Mengangkatnya ke udara supaya bisa melihatnya lebih jelas. Tapi bukannya makin jelas, menurutnya justru makin rumit. Ia jadi bertanya-tanya, bagaimana cara memakainya? Kenapa ada banyak tali juga lubang di sana? Jadi mengerti kalau Violet bukannya tidak tertarik, tapi memang bingung.

Jovan menggantungkannya lagi. Lanjut memilah baju lainnya. Ia menoleh saat Violet menepuk lengannya pelan.

"Ini gimana cara makenya?" tanya Violet menunjukkan satu gaun berwarna kuning kepada Jovan.

Jovan tertawa karena bahkan Violet menanyakan hal yang sama dengan dirinya.

"Kita salah masuk apa gimana sih Vi? hahaha," tanya Jovan masih tertawa.

Violet menepuk lengannya pelan tertawa juga. Sebentar kemudian mengembalikan baju di tangannya ke gantungan.

"Pindah yuk!" ajak Violet menarik lengan Jovan.

Jovan menurut, tak lama kemudian langkahnya terhenti.

"Eh, Vi.. Vi..." panggilnya antusias.

Violet berhenti dan menoleh. Jovan tersenyum dengan menggoda, dengan iseng menunjuk lingerie berwarna merah yang digantung tak jauh dari sana.

Violet menyipitkan mata, sedikit kesulitan melihatnya tanpa kacamatanya. Setelah yakin benda apakah itu, Violet menampar bahu Jovan sekeras-kerasnya. Dan Jovan kembali tertawa.

Keduanya keluar dari sana. Berjalan sebentar dan kemudian memasuki distro lainnya. Kali ini pakaiannya lebih wajar. Kaos, blouse, sweater dan lainnya sesuai untuk berbagai usia.

Yang pertama Violet hampiri adalah deretan kaos dan sweater. Jovan mengikutinya saja, sekarang yakin kalau Violet sama dengan perempuan lainnya, memang tempat tadi saja yang terlalu aneh. Jadi ingin tertawa lagi setelah mengingatnya.

Sambil menunggu Violet mencari, Jovan menilik ponselnya yang bergetar. Ada satu pesan dari Sendy. Foto sepeda motor Jovan yang terparkir. Mengisyaratkan kalau Sendy sedang di pusat perbelanjaan ini juga. Jovan tak membalas, tak mau ambil pusing.

Tak butuh waktu lama bagi Violet menemukan pakaian yang ia sukai. Ia menarik satu sweater berwarna putih dan menempelkannya di tubuh lalu minta pendapat Jovan mengenai itu.

Jovan tersenyum dan mengangguk. Ia pikir yang mana saja terserah, toh sebenarnya dengan seragam Violet itu pun ia tak masalah. Violet lah yang tak percaya diri, jadi dia oke-oke saja asal Violet nyaman.

"Aku ganti baju dulu," kata Violet, dan Jovan mengangguk menyetujuinya.

Violet masuk ke ruang ganti dan memakainya. Memasukkan seragamnya ke dalam tas, lalu keluar.

"Sekarang udah boleh digandeng?" goda Jovan.

Violet tertawa dan lalu mengangguk pelan.

______

bersambung...


CREATORS' THOUGHTS
Lina_dianita Lina_dianita

sudah terbit...

buku dapat ditemukan di online shop (Rp.146.500)

e-book dapat ditemukan di playstore (Rp. 58.500)

Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C21
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login