Pada akhirnya kesempatan yang di tunggu-tunggu oleh Revaline alias Relina bertemu dengan ibunya kembali, Yasmin, menjadi kenyataan. Takdir baik berpihak kepadanya.
Jauh sebelumnya Revaline berpikir bagaimana caranya bisa pulang ke Kalimantan setelah pelariannya ke Singapura dengan menjadi orang lain. Dia berpikir pasti sangat sulit baginya untuk kembali. Tetapi ternyata ia bisa pulang kembali secara terhormat dan menjadi orang yang berbeda. Semua terjadi dengan mudah.
Seandainya dia seorang yang beriman tentulah dia banyak bersyukur atas karunia hidup dengan kesempurnaan rencana. Rencana Tuhan.
Menikah dengan Yanuar adalah bagian rencananya untuk bertahan hidup dengan mewah dan menyenangkan, tanpa pernah menduga kalau Yanuar berteman baik dengan Hidayat, malah mereka menjadi rekan bisnis. Sempurna sekali.
Pertemuan kembali dengan Andy bahkan diluar skenario hidupnya. Andy adalah bonus. Bagaimanapun Relina yang berubah wujud menjadi Revaline, adalah wanita yang di benci setengah mati oleh Andy. Relina penyebab kerusakan hidupnya, rumah tangganya. Kenyataannya sekarang mereka menjadi pasangan kekasih gelap yang saling membutuhkan. Andy membutuhkan Revaline sebagai bayangan cintanya kepada Realita. Mantan istrinya yang sekarang menjadi istri dari mantan suami adik kembarnya, Relina.
Revaline membutuhkan Andy untuk memenuhi kebutuhan m
biologis yang tidak didapatkannya dari Yanuar. Suaminya itu tidak hebat di ranjang. Revaline benci kenapa kehidupan rumah tangganya dengan Yanuar tidak sempurna. Tidak seindah impiannya.
Sekarang ia berada disini. Di rumah Hidayat dan Realita. Rumah ini tidak semewah rumah yang dimiliki Yanuar di tiga negara. Rumah ini terlalu sederhana untuk Hidayat yang sekarang pengusaha batubara dan kelapa sawit. Rumah ulin yang besar dan klasik. Di sekitar rumah ditanami aneka sayuran hidropolik dan kebun anggrek yang memikat hati bagi pecinta tanaman hias tersebut. Hidayat memang hobi berkebun.
Rumah yang teduh dan nyaman. Revaline membenci kenyataan, Hidayat hidup tenang dan bahagia dengan kakaknya. Sedangkan dirinya dulu, ketika hidup sebagai istri Hidayat, dia sengsara dengan kemiskinan, Hidayat berpura-pura bangkrut.
Kurang ajar kamu Hidayat!! Revaline menyimpan kebenciannya. Mukanya memerah menahan marah.
"Ada apa kok wajahmu merah begitu?" Suaminya menegurnya. Revaline tergagap. "Panas!" Yanuar tersenyum. "Iya Kalimantan udaranya memang panas, sebentar lagi hujan. Alam tropis memang begitu", suaminya mengambil kertas map di meja, membuatnya jadi kipas. Dia mengipasi wajah istrinya yang merah seperti kepiting rebus.Dia tidak tahu kalau Revaline sedang terbakar emosinya karena iri dengan kebahagiaan Hidayat dan Realita.
Hidayat keluar dari dalam kamar. Melihat Yanuar mengipasi wajah Revaline dia segera nengambil remote AC, menghidupkan pendingin di ruangan itu. "Maaf lupa menghidupkan AC, kasihan nyonya Yanuar jadi kepanasan. Saya jadi malu", Hidayat menyalami tamunya. Ketika ia bersalaman dengan Revaline, wajahnya sesaat berubah hatinya berdesir. Tangan ini seperti tangan seseorang....! Seperti Dia! Hidayat membuang jauh perasaannya.
Revaline tersenyum misterius melihatnya. Dia mengerti. Hidayat sangat menyukai tangan dan jari jemarinya yang lembut dan halus seperti bayi. Karena itulah Hidayat tidak membolehkannya memasak dan mencuci. Hidayat sebenatnys dangat memanjakannya. Relina saja yang tak sabarsn. Dia ingin hidup enak Dulu Hidayat rela melakukan semuanya agar tangan istrinya tetap lembut enak di sentuh. Hidayat suka di belai wajahnya oleh tangan lembut Relina.
Realita keluar dari dapur. Wajahnya polos tanpa riasan. Ia hanya mengenakan baju daster batik rumahan ala-ala ibu Indonesia. Dia terlihat cantik dan sedergana dan lugu. Dia tidak secantik dan seanggun seperti saat makan malam itu. Revaline mencibir dalam hati. Kampungan, Ga kelas. Realita tidak menunjukkan dirinya istri orang kaya. Ia terlihat seperti pembantu rumah tangga di mata Revaline.
"Oh ada tamu, maaf tadi saya dari kebun belakang, maaf saya permisi dulu" Realita mengatupkan kedua tangannya di dada. Ia buru-buru masuk kembali ke dalam. Yanuar memang tidak memberii tahukan kedatangannya ke rumah Hidayat. Ini memang kunjungan mendadak Yanuar ingin sekali berkunjung ke rumah Hidayat. Rumah asli Kalimantan. Rumah ulin yang dingin saat panas dan hangat saat hujan. Rumah ini sebenarnya tidak menerlukan AC karena sejuk oleh pepohanan buah-buahan di sekitar rumahnya. Hidayat menanam banyak jenis buah-buahan di sekitar rumahnya. Rambutan, Mangga, Nangka, Pisang, Durian. Rumah kebun yang nyaman. Saat ini semua pohon-pohon itu berbuah. Sekitar rumah Hidayat wangi buah durian. Menyenangkan, Yanuar menyukainya.
Realita muncul kembali dengan dandanan cantik dan rapi. Kecantikannya lebih terlihat nyata sekarang. Hidayat tersenyum mesra ke istrinya, menarik Realita duduk disisinya, tangannya tidak jauh dari bahu istrinya. Terlihat romantis. Yanuar tertawa melihat kemesraan tuan rumah itu. Dia memberikan pujian. "Kalian berdua pasangan serasi!" katanya. Hidayat tertawa. "Biasa aja!" Ia menepuk-nepuk pundak istrinya lembut. Realita tertawa malu. Hati Revaline panas mendidih. Dia terbakar iri dan cemburu. Dia benci Hidayat. Dia benci Realita. Ia ingin sekali melenyapkan Realita. Mengambil kembali miliknya. Hidayat.
Wajah Revaline berubah merah kembali. Panas terbakar di dalam. Suhu udara dingin di ruangan itu tidak mampu mendinginkan suhu panas di hatinya.
Pintu rumah terbuka. Ibu Yasmin masuk membawa kereta bayi. Di dalam kereta dua bayi kembar montok tertidur pulas.
"Ada tamu...kalian berdua....tamu dari Singapura itu kan? Selamat Datang!" Yanuar dan Revaline berdiri. Mereka bersalaman. Yasmin memeluk Revaline erat dan lama. Revaline hampir menangis. Ia merasakan pelukan hangat ibunya yang dirindukannya. Mereka berpelukan lama. Membuat Yanuar dan yang lainnya heran. Mereka saling pandang. Yasmin melepas pelukannya. Ia sedikit menangis. Di dalam batinnya merasakan, Revaline adalah Relina. Perasaan seorang ibu memang tidak pernah Salah!!
Hidayat menawarkan tamunya dari Singapura, Yanuar Abdulah dan istrinya menginap di guest house miliknya yang baru selesai di bangun. Guest House itu di bangun Hidayat diperuntukkan khusus untuk para tamu mitra bisnisnya, supaya lebih hemat, tentunya. Keberadaan guest house sebenarnya tidak kalah dengan kamar hotel, nyaman dan memuaskan.
Yanuar tidak keberatan menginap di tempat itu, lagi pula ia ingin beberapa mitra bisnis lainnya di ibukota provinsi, jaraknya tidak jauh dari rumah Hidayat. Revaline tidak masalah dengan hal ini, ia ingin lebih dekat dengan ibunya selama di sini. Selain itu, ia ingin lebih tahu kehidupan keluarga Hidayat. Ia singguh iri dan sakit hati dengan kebahagiaan mereka, di tambah lagi pasangan ini memiliki bayi kembar tampan dan menggemaskan.
Sore harinya, ketika Yanuar menemui rekam bisnisnya, Tevaline tidak ingin ikut. "Aku ingin berbincang dengan ibu Yasmin, dia mengingatkanku pada ibuku", Revaline menunduk, air matanya menetes di blouse batik miliknya. Yanuar tersentuh. Di peluknya Revaline penuh kasih. Revaline sungguh-sungguh menangis. Ia jujur dalam hal ini. Yasmin memang ibunya. Ingin rasanya Revaline mengungkapkan jatidirinya. Tetapi ia tak ingin mengalah dengan perasaannya. Cita-citanya belum tercapai. Balas dendam. Entah apa rencananya. Ia belum punya memikirkannya. Yang jelas, berada disini sudah membantu beban batinnya. Dekat ibunya, dekat Hidayat, dia masih mendambakan mantan suaminya itu.
Revaline bertamu ke rumah ibunya. Ia membawakan makanan khas Malaysia dan kain songket dari Aceh. saat itu Yasmin sedang mengasuh si kembar. Dua bayi ini sangat lengket dengannya. "Untuk ibu", katanya sembari meletakkan barang bawaannya di meja. Yasmin terkejut dengan hadiah dari Revaline. "Aduh kok jadi repot-repot begini, ibu jadi g enak", kata ibu Yasmin sungkan. Revaline tersenyum. Ibunya palung suka susu coklat buatan Malaysia. "Ibu sudah membantu saya saat di Jakarta, saya malah belum sempat mengucapkan terima kasih", Revaline tersenyum manis. Yasmin terkesiap. Revaline hampir menyerupai Relina.
Batin Yasmin beranggapan Revaline adalah Reline. Keduanya memiliki gerak gerik yang sama, suara mereka juga sama. Jika Revaline dan Realita dikumpulkan dalam satu tempat dan diajaknya bicara, mendengarkan suara mereka dengan menutup mata, mendengarkan mereka bicara Maka, Dia bisa merasakan dengan mata hatinya, bahwa mereka sama. Dan meskipun mereka berdua berdiri atau duduk bersama, Revaline dan Realita, seperti adik kakak saja.
Yasmin memperhatikan Revaline dihadapannya dengan seksama. Revaline mengerti kalau ibunya mencurigainya. Ia menjaga sikap dan gaya bicaranya dengan hati-hati. Dia tak ingin ibunya bisa mengenalinya. Bisa kacau rencananya. Ia berpura-pura mengajak Arjuna bermain. Bayi itu tertawa riang. Giginya tumbuh satu. Revaline mengangkat bayi itu kepelukannya. Arjuna kesenangan. Dia memang ingin di gendong. Tak lama, Arjuna tertudur, Revaline meletakkannya di kereta bayi. "Sebentar ya nak Reva, ibu mau antar si kembar", Yasmin berdiri hendak mendorong kereta bayi ke pintu. Terdengar suara di dapur. Dia sedang memasak air di dapur. Ceret air berbunyi. "Bu biar saya saja yang mengantar mereka ya bu!" Revaline menawarkan jasanya. Senyumnya mengembang dengan manis. Yasmin ragu-ragu. "Tak usah repot, nak, biar ibu saja" Revaline mengambil alih kereta bayi dengan cepat dan membawanya ke rumah utama di sebelah. Yasmin mengikutinya dengan matanya, kemudian pergi ke dapur.
Revaline masuk rumah itu dengan pelan-pelan. Hampir tak bersuara. Dia bermaksud meletakkan kedua bayi itu ke kamarnya. Dia melewati kamar utama milik Hidayat dan Realita. Aaaahhh! Terdengar suara mendesah perempuan dari dalam kamar. Suara erangan orang bercinta. Revaline menghentikan langkahnya. Oohh! Suara Hidayat. Kaki dan tangan Revaline terkepal dingin, tapi hatinya serasa terbakar. Kurang ajar mereka! Revaline menyumpah dalam hati. Rasa cemburu dan sakit hati meledak di dalam dadanya.
Revaline membawa kedua bayi itu keluar pintu. Menekan bel rumah berulang kali. Ia sengaja ingin merusak suasana bercinta pasangan itu. Tangannya mencubit telapak kaki Pandu yang tertidur. Bayi itu menangis.
Hidayat melompat. Menghentikan percintaan setengah jalan itu. Realita terkejut. Bayinya menangis. Ia keluar kamar dengan cepat. Untunglah ia tidak membuka bajunya saat bercinta dengan suaminya tadi. Di luar pintu, Revaline sedang membujuk para bayi. Keduanya kompak menangis. Revaline kerepotan. Realita membuka pintu, mengangkat Pandu yang menangis kencang. Anak ini jarang menangis. Tapi ia menangis keras begini. Hidayat menyusul, ia mengangkat Arjuna. Bayi itu berhenti menangis. Tapi Pandu tetap menangis. Realita membuka kancing bajunya menyusui bayi itu. Revaline dapat melihat dada Realita merah tanda kiss mark. Revaline geram dalan hati. Dengan rasa sakit di hati Ia pamit meninggalkan pasangan itu ke guest house. Hidayat dan Realita masih sibuk mengurus kedua bayinya. Revaline tersenyum puas. Setidaknya ulahnya tadi mencegah mereka klimaks. Tapi rasa marahnya tidak hilang.
Di dalam Guest House dia terperanjat, Andy di sana. Andy tak kalah kaget. Revaline mendorong Andy ke dinding sudut ruangan tempat itu. Menciumnya dengan buas. Rasa sakitnya mendengar percintaan Realita dan Hidayat tadi terbalas. Andy kebingungan. "Kamu?Suamimu?' Andy melepaskan ciuman Revaline. Ia ingin bertanya lebih banyak kenapa Revaline bisa disini. Pertanyaannya di bungkam Revaline dengan ciuman panas. Andy gelagapan. Ia menarik Revaline ke kamarnya. Revaline membalas pertanyaan Andy dengan membuka bajunya. Andy tak kuat menahan godaannya. Tak ada gunanya bertanya. Jawabannya adalah erangan Revaline.
Revaline menutup mulutnya sendiri dengan bajunya. Rasa sakit di hatinya telah hilang. Rindu dendamnya pada Hidayat terbalaskan bersama Andy.
Yanuar terkejut. Ketika pulang, Istrinya tertidur pulas. Hasrat bercintanya buyar. Revaline terbangun di tengah malam, suaminya tak kuat menahan gejolak asmaranya. Revaline pasrah. Melayani suaminya dengan setengah tenaga. Tubuhnya serasa remuk. Tubuhnya lunglai tak berdaya. Ia serasa hancur karena dendamnya