Download App
36.75% My Teacher My Husband / Chapter 68: Ch. 68

Chapter 68: Ch. 68

Jiyeon tak ingat sudah berapa lama ia pingsan. Yang ia ingat hanya ayahnya yang dengan kejamnya memperlakukannya dengan sangat kasar.

Jiyeon kembali terkaget. Ini sudah jam sembilan.

"Matilah. Aku ada janji dengan nona Oh itu. Astaga." Jiyeon segera berlari menuju kamar mandi. Tak mempedulikan rasa sakitan pada tubuhnya yang belum juga hilang.

"BUKA PINTUNYAAAAAA!" Teriak Jiyeon. Menggedor bahkan mendobrak pintu kokoh di depannya. Namun, sia-sia.

"SETIDAKNYA KEMBALIKAN PONSELKU!!!" Jiyeon kembali berteriak. Menendang pintu didepannya dan mengambil kursi pada meja riasnya, dan kalian tau? Melemparnya menuju pintu hingga remuk tak berbentuk.

"WOIIIIIIII! BUKA PINTU DAN KEMBALIKAN PONSELKU!!" Tak mau menyerah. Jiyeon terus saja berteriak, menendang, melempar, dan mendobrak.

"Akh... sakit." Rintih Jiyeon, memegangi gagang pintu dengan peluh yang sudah menetes di pelipisnya.

"B... buka pintu." Rintih Jiyeon lagi. Suaranya makin mengecil, sakit di tubuhnya makin terasa, bagaikan terjerat rantai berduri dan meremukan tubuhnya. "Hiks... sakit."

Ceklek.

Pintu terbuka, menampilkan beberapa sosok pelayan yang ia yakin sudah berdiri di depan kamarnya dari tadi, hanya saja mereka pura-pura tuli.

"Nona, anda baik-baik saja?" Tanya salah satu dari mereka. Menyentuh bahu Jiyeon dengan wajah khawatirmya.

"Sakit." Rintih Jiyeon lagi.

"Panggilkan dokter!" Perintah yang Jiyeon tunggu-tunggu dari tadi malam. Saat ia akan sekarat dan meregang nyawa.

Beberapa dari mereka membantu Jiyeon berdiri. Hendak membawanya ke ranjang, namun... tiba-tiba.

Dug.

Bruk.

Akh.

"Aku tidak selemah itu!" Desis Jiyeon. Segera keluar dari kamarnya dan melihat sekitar. Sunyi. "Bagus."

"Nona. Tuan besar akan sangat marah, kembalilah, Nona." Panggil pelayan yang baru saja datang dengan dokter pribadi keluarganya.

"Aku tak peduli. Silahkan jika dia mau marah." Teriak Jiyeon. Berlari sekuat tenaga melewati gerbang rumahnya yang akan tertutup otomatis.

"PARK JIYEON! KEMBALI KE RUMAH SEKARANG!" Teriak ayahnya, entah dari mana pria tua itu muncul. Yang jelas dia terlihat sangat marah sekarang.

Jiyeon sempat kaget, berubah pucat pasi tiba-tiba lalu entah kekuatan dari mana, ia refleks berlari. Ia harus bertemu para sahabatnya sekarang juga.

Jiyeon tau kesempatannya untuk bisa lari dari kejaran ayahnya sangat kecil. Tapi entah kenapa, ia tak mau menyerah sedikit pun. Setidaknya dia telah berusaha.

"PARK JIYEON! BERHENTI!" Lagi, ayahnya kembali berteriak marah, mengenderai mobil lebih cepat lagi untuk bisa mengejar putrinya.

**

"Jiyeon mana?" Tanya Suzy khawatir. Mereka sudah menunggu selama setengah jam. Tapi tak ada tanda-tanda bocah itu akan datang.

"Dia pasti datangkan?" Tanya Suzy lagi. Kali ini dengan menggenggam erat tangan Sehun yang hanya bisa mengusap bahunya pelan.

"Ponselnya tidak aktif." Ulang Chanyeol. "Aku sudah menghubunginya atau lebih tepatnya mencoba menghubunginya sebanyak seratus sembilan puluh empat. Bayangkan! 194 kali!" Dengus Chanyeol. Membanting ponselnya ke meja lalu meniup helai rambutnya yang jatuh menutupi dahinya.

"Ak-"

"Dia di pintu masuk." Ujar Kai.

Sontak semuanya menoleh. Mendapati sahabat mereka yang berlarian dengan peluh di sekujur tubuhnya.

Suzy langsung berdiri, mengusap peluh Jiyeon dan mengeryit saat mendapati sudut bibir gadis itu robek, dan juga dahinya yang membiru, jangan lupakan bekas luka juga.

"Ji, kau k-"

"Jangan bertanya sekarang, ku mohon. Waktuku tak banyak." Mohon Jiyeon. Menarik Suzy ke tempat temannya yang lain. Dan entah itu jus siapa, Jiyeon meneguknya hingga tak bersisa.

Sungguh, ia benar-benar haus.

"Maaf ponselku tak aktif, ayahku menyitanya, dan di mengurungku di kamar." Jelas Jiyeon dalam sekali tarikan nafas. Ia harus cepat karena ia yakin ayahnya pasti menemukannya sebentar lagi.

"Luka-luka in-"

Brak.

"PARK JIYEON!!" Jiyeon tersenyum tipis, memeluk Suzy sebentar lalu mengusap air mata gadis itu.

"Percayalah, aku tak apa. Jangan menangis." Bisik Jiyeon.

"Hiks... tapi bagaimana bisa... ayahmu, JIYEEEON!!"

Sret.

Akh.

Suzy berteriak pilu saat Tuan Park menarik kasar rambut Jiyeon. Membuat gadis itu meringis tapi tetap tersenyum dan melambai bahagia pada teman-temannya.

"BRENGSEK! KAU MENYUSAHKANKU!" Teriak tuan Park murka.

Plak.

Dan menampar pipi putri semata wayangnya itu. Membuat Jiyeon kembali meringis dan terlempar masuk kedalam mobil saat ayahnya melemparnya kedalam sana.

"JIYEOOOON!" Suzy kembali berteriak pilu. Memukul-mukul dada Sehun yang saat ini memeluknya. Meneriaki nama sahabatnya itu dengan keras tanpa mempedulikan pandangan orang sekitar.

"Hei... hei... tenanglah sayang. Ku mohon." Bisik Sehun, mengecup telinga istrinya itu lalu memeluknya makin erat.

Sedangkan Chanyeol dan Baekhyun hanya bisa diam tak berkutik hingga mobil yang ditumpangi Jiyeon tadi pergi dari pandangan mereka hingga menghilang di tikungan.

"Baek."

"Hm."

"Aku tidak percaya ini, maksudku. Ayahnya sekejam itu, ok, aku tau ayahnya kejam. Tapi tidak separah itu. Ya tuhan... sahabatku." Ringis Chanyeol.

"Aku... aku... kau tau dia jelmaan iblis." Balas Baekhyun. Ia melirik Kai yang hendak bertanya tapi, nampaknya pemuda itu ragu. Lihatlah! Bagaimana bibirnya mengatup lalu terbuka, mengatup lalu terbuka lagi. "Tanyakan apa yang ingin kau tanyakan." Suruh Baekhyun, membuat Kai terlonjak kaget.

Pemuda tan itu menunjuk ke arah perginya mobil tadi, "ayahnya?" Langsung to the point. Anggukan ChanBaek couple sebagai jawaban. Cukup membuat Kai kaget. "Ayah atau malaikat pencabut nyawa?" Gumam Kai tanpa sadar.

**

Suzy masih saja menangis. Semenjak mereka, Sehun dan Suzy pulang dari cafe tadi. Membuat Sehun bingung, apa lagi yang harus ia lakukan sekarang.

Berlutut.

Ya, Sehun berlutut di depan Suzy yang saat ini sedang duduk di tepi ranjang mereka. Menangkup pipi gadis itu lalu menghapus air matanya. Tersenyum tipis, Sehun bangkit berdiri, duduk di samping Suzy lalu membawa gadis itu masuk ke dalam pelukannya.

"Tenang sayang. Jiyeon akan baik-baik saja. Kita berdoa saja." Bisik Sehun. Mengecup lama kening Suzy lalu beralih pada mata sembab gadis itu. Mengusap kedua pipi itu lalu menatap matanya dalam. Seakan-akan menyelam pada manik sekelam malam milik istrinya itu.

Entah apa yang terjadi, Sehun tidak tau. Ia hanya mengikuti instingnya saja. Dengan hanya berbekalkan lampu tidur yang redup. Sehun mulai mengikis jarak diantara mereka berdua. Dapat ia rasakan terpaan nafas Suzy pada wajahnya. Makin mengeratkan pegangannya pada tubuh Suzy lalu mulai mencium lembut bibir istrinya itu.

Sehun tau ini bukan waktu yang tepat, hanya saja, entahlah.. Sehun tak tau apa yang terjadi, ia benar-benar menginginkan Suzy saat ini. Menginginkan Suzy sepenuhnya.

"Eunghh."

Merebahkan tubuh Suzy pada ranjang empuk mereka, pelan dan lembut. Sehun benar-benar memperlakukan Suzy dengan istimewa. Seakan Suzy bagaikan sebuah guci porselen yang mudah retak dan pecah, jika ia bergerak cepat apa lagi kasar.

Tak ada penolakan, tak ada protesan.

"Akh. S... sakit Sehun." Adu Suzy.

Sehun menatap mata sayu milik Suzy. Mengeratkan genggaman tangan mereka lalu mencium lama dahi sang istri.

"Eunghhh... S... Sehun."

Sehun tersenyum tipis, menyeka keringat pada pelipis istrinya lalu mulai bergerak. Pelan. Tak ingin menyakiti sang istri. Terus seperti itu, hingga mereka sampai pada ujung kegiatan, dengan meneriaki nama masing-masing.

"Sehun."

"Suzy."

Mereka terdiam dengan deru nafas yang memburu, saling menatap satu sama lain lalu emtah siapa yang memulai mereka kembali berciuman.

Lembut.

Sehun bangkit dari posisinya yang tadi hampir menindih Suzy, menarik selimut guna menutupi kedua tubuh polos mereka dan merebahkan tubuhnya tepat di samping Suzy. Menarik wanitanya untuk masuk kedalam pelukan sang pria dengan menjadikan lengannya sebagai bantal Suzy.

Suzy menurut, melingkarkan tangannya di pinggang Sehun lalu menelusupkan kepalanya agar bersandar nyaman pada dada Sehun.

"Terima kasih." Ujar Sehun. Mengusap punggung sang istri dan mengecup puncak kepalanya.

"Sama-sama, Sehun." Balas Suzy. Mengangkat kepalanya lalu menatap Sehun yang juga sedang menatapnya.

Entah kekuatan dari mana, Suzy mendekatkan wajah mereka, memagut lembut bibir sang pria seraya meremas selimut di tangannya.

"Eunghh... hh... hh." Sehun tersenyum, mengusap bibir Suzy dengan ibu jarinya lalu tersenyum.

"Tidurlah. Aku tau kau lelah." Bisik Sehun, merapikan letak selimut mereka lalu memeluk erat tubuh Suzy.

"I love u."

TBC

SEE U NEXT CHAP

THANK U

DNDYP


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C68
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login