Download App
36.21% My Teacher My Husband / Chapter 67: Ch. 67

Chapter 67: Ch. 67

Sehun dan Suzy sedang duduk bersandar pada headbed mereka. Masing-masing memegang laptop dan membaca novel.

Suzy membaca novel seraya bersandar pada dada bidang Sehun, sedangkan Sehun hanya melingkari lengan kanannya pada bahu Suzy dan sibuk mengetik entah apa lah itu. Suzy tidak peduli.

"Mm Sehun." Panggil Suzy pelan. Membuat sang pria menoleh sebentar seraya mengecup puncak kepalanya.

"Hm?"

"Apa aku harus mengambil jurusan management business saja sama seperti Kai?" Tanya Suzy yang masih fokus pada novel di tangannya, meski satu tangannya kini sedang memukul-mukul pelan lengan kanan Sehun.

Dahi Sehun berkerut, dapat bisikan dari mana istri mungilnya ini. Setaunya Suzy tak pernah ingin peduli dengan urusan perusahaan. "Kenapa tiba-tiba? Bukannya kau ingin masuk jurusan seni?" Tanya Sehun balik. Menutup laptopnya lalu memeluk Suzy sepenuhnya.

"Aku hanya ingin membantumu? Selama ini bukan kah aku selalu saja menyusahkanmu?" Tanya Suzy lagi. Menutup novelnya lalu menyamankan posisinya di pelukan Sehun.

Kekehan Sehun terdengar pelan. Mengusak rambut Suzy lalu tersenyum kecil. Cukup bangga dengan pemikiran bocah kesayangannya. "Sama sekali tidak. Lakukan apa yang kau mau dan kau suka. Aku lebih senang melihatmu tertawa dari pada harus tersiksa karena ingin menyenangkanku." Jelas Sehun. Mencubit hidung Suzy lalu menciumnya sekilas.

"Aww.. kau romantis sekali Huni~" goda Suzy, niatnya hanya menggoda Sehun tapi lihatlah, malah pipinya yang memerah sempurna.

Lucu.

"Ngomong-ngomong Sehun," Suzy mengambil nafas. Ia belum siap dengan pertanyaan ini. Ia yang akan bertanya malah ia yang gugup tak karuan. "Bagaimana dengan Irene? Aku tidak pernah melihatnya lagi." Aku Suzy, ia sedikit khawatir. Entah rivalnya itu mati tertimba tikus entah mati tertabrak semut. Siapa tau bukan?

"Apa kau mengkhawatirkannya?" Sehun bertanya, jarang-jarangkan, atau malah tidak pernah. Istrinya ini tak sekalipun bertanya tentang Irene. Tapi kenapa tiba-tiba? Kenapa semuanya terasa tiba-tiba untuk Sehun?

"Tidak. Hanya penasaran saja." Jawab Suzy asal. Memainkan jemari Sehun yang hanya diam di belakangnya.

"Dia ke Amerika. Pengobatan mungkin?" Suzy menoleh kebelakang. Kenapa suaminya ini tau? Atau jangan-jangan Sehun masih terus mencari informasi tentang bagaimana keadaan mantan calon istrinya itu?

"Pengobatan? Kenapa kau tau detail?" Tanya Suzy lagi, bahkan ia sekarang makin penasaran. Suaminya ini mencurigakan.

"Entahlah, gangguan jiwa mungkin. Kau bertanya, wajar aku menjawab setauku bukan?" Sehun balik bertanya, sedikit heran dengan tatapan tajam yang diberikan Suzy padanya.

"Kau tau banyak ternyata. Apa kau ma-"

"Lalu bagaimana dengan DaehyunMu?" Sela Sehun. Melempar pertanyaan serupa lalu melonggarkan pelukannya. Membuat Suzy berdecih sebal dan kembali mengeratkan pelukan Sehun di perut ratanya.

"Jangan dilepas!" Sungut Suzy. "Entahlah, aku tidak tau. Dia di Belanda. Kuliah disana." Jawab Suzy pada akhirnya.

Dahi Sehun berkerut dalam, "kau bilang tidak tau, tapi kenapa kau menjawab rinci sekali?" Tanya Sehun lagi, membalikan umpan sang istri yang hanya gelagapan di depannya.

"Kan kau bertanya, jadi wajar kalau aku menjawab setauku bukan?" Suzy kembali berujar, membalikan kata-kata Sehun padanya tadi.

"Kau sudah pintar sekarang ya." Sinis Sehun. Menarik kedua pipi Suzy lalu tersenyum mengejek. Bisa apa istrinya itu saat ini? Membalas? Bahkan tinggi mereka beda jauh, tak terkecuali saat duduk seperti ini. Maka makin jelaslah kependekan istrinya itu.

**

Chanyeol diam di kasurnya, menatap malas pada Baekhyun yang saat ini sedang bergelung nyaman di atas ranjangnya.

"Bisa-bisanya aku memiliki sepupu setidak berperasaan seperti dia!" Sungut Chanyeol. Mengipas-ngipaskan tubuhnya yang sudah panas dan berpeluh. Bahkan ia sudah mencoba tidur dengan keadaan toples. Tapi, tetap saja panas.

Chanyeol tidak bisa tidur jika dalam keadaan panas seperti ini. Dan Baekhyun, pemuda itu tidak bisa tidur dengan keadaan dingin. Dan sialnya bagi Chanyeol. Sepupu sialannya itu malah menginap atau lebih tepatnya memaksa menumpang tidur di kamar mewah miliknya. Entah apa yang salah dengan kamar pemuda mungil itu.

"Ayolah Baek. Matikan pemanas ruangan! Aku kepanasan!" Rengek Chanyeol. Mengibaskan tangannya dan mengusap peluh di wajah tampannya.

"Aku tidak bisa tidur jika dingin." Jawab Baekhyun dengan setengah kesadarannya.

"Jadi kau memilih aku yang tidak tidur karena kepanasan dari pada kau tidak bisa tidur karena kedinginan?!" Sungut Chanyeol tak percaya. Mau ia cari dimana sepupu yang sekurang ajar Baekhyun ini?

"Aku berharap dengan sangat agar Sailormoon membantuku!" Dengus Chanyeol. Menarik paksa guling yang sedang dipeluk Baekhyun dan merampas bantalnya. Menghempaskannya di atas lantai lalu disusul dengan tubuh ber-abs sempurna miliknya.

"Terkutuk kau, Byun Baekhyun!" Maki Chanyeol sebelum benar-benar terlelap di atas lantai tanpa beralaskan apa pun.

"Untung sepupu jika tidak sudah aku bantai kau karena memaki tuan muda sepertiku!" Komentar Baekhyun jengah. Tak mempedulikan sepupu tingginya itu yang akan masuk angin nantinya.

"Terserah kau tuan putri!" Balas Chanyeol.

**

Jiyeon diam di kamarnya, menatap keluar jendela dengan pandangan kosong seraya menarik-narik frustasi rambut panjangnya.

"Nona, Tuan dan Nyonya besar menunggu anda untuk makan malam." Salah satu pelayan di rumah Jiyeon mengetuk pintu kamarnya dengan pelan. Takut membuat sang Nona kembali mengamuk.

"Aku kenyang. Katakan pada mereka aku tidak akan ke bawah." Jiyeon berteriak dari dalam kamarnya, membanting apa saja yang ia rasa mampu menjadi bahan pelampiasannya.

"Tapi Nona-"

"AKU BILANG TIDAK!!" Teriak Jiyeon lagi, tak lupa dengan bunyi pecahan kaca, yang diyakini itu adalah kaca rias miluk Nonanya.

Jiyeon makin menjerit tak karuan. Melempar apa saja, bahkan guci mahal di kamarnya juga sudah menjadi berkeping-keping karena ulahnya.

"Hidupku baik-baik saja tanpa mereka. Sekarang kenapa mereka ada di sini!?" Jiyeon sudah putus asa. Menangis sesenggukan di sudut kamarnya seraya memeluk lututnya dengan bahu yang bergetar. "Kenapa MEREKA DATANG?!!" Lagi. Jiyeon lepas kendali. Selama ini, jika ia lepas kendali ada Suzy, Chanyeol, dan Baekhyun yang akan menenangkannya. Sekarang? Ia tak mungkin meminta tiga sahabatnya itu untuk datang kerumahnya saat ini.

Tok... tok... tok...

"Jiyeon. Keluarlah. Saatnya makan malam." Mamanya, Nyonya Park yang terhormat. Sejak kapan mereka mau menginjakan kaki ke kamar anaknya? Jangankan kedalam kamar, kedepan pintu saja susahnya luar biasa. Dan sekarang? Mustahil sekali.

"Persetan dengan makan malam!" Maki Jiyeon. Tetap berdiam diri di tempatnya saat ini tanpa sedikit pun menoleh ke arah pintu.

"Jiyeon. Bukalah sayang." Pinta mamanya lagi. Lembut.

"Ji-"

Brak.

"KAU TERLALU MEMANJAKANNYA!" Tuan Park, ayahnya berteriak marah. Membuat Jiyeon terlonjak kaget dari duduknya. Semakin deras mengeluarkan air matanya karena ia tau apa yang akan terjadi setelah ini.

Tuan Park berjalan mendekati Jiyeon. Tangannya sudah mengepal dengan mata yang menyalang tajam.

Selali seperti ini.

Plak.

Sret.

Jiyeon meringis sakit, saat tamparan ayahnya yang sangat menyakitkan itu mengenai pipinya. Tidak hanya sampai di situ, Tuan Park malah manarik rambut anaknya, Jiyeon, kebelakang. Membuat Jiyeon mendongak dengan linangan air mata yang tak juga berhenti.

"Jangan seperti ini pada putriku. Ku mohon." Ibunya memohon, Jiyeon sudah tak peduli. Sakit di kepalanya akibat jambakan sang ayah tak lagi ia hiraukan. Yang ia ingat saat ini hanyalah bagaimana ia bisa bertemu sahabat-sahabatnya besok?

"PUTRIMU YANG SELALU MENYUSAHKAN ITU, PANTAS MENDAPATKAN INI!"

"Akh... shh." Ringis Jiyeon saat ayahnya semakin kuat menarik rambutnya kebelakang. Dan ia yakin beberapa helai rambutnya sudah terjatuh ke lantai saat ini.

"Bahkan dia tak memohon ampun padaku?!" Desis Tuan Park marah. Membenturkan kepala Jiyeon ke meja rias anaknya, hingga Jiyeon bisa merasakan ada aliran hangat di dahinya.

Amis.

"Jangan sakiti Jiyeon, ku mohon." Lagi. Jiyeon melihat ibunya berlutut, menggenggam sebelah tangan ayahnya yang saat ini hendak kembali menamparnya. Jiyeon tak peduli, bahkan jika ibunya menangis darah pun ia tak akan peduli.

"KAU DAN ANAKMU SAMA SAJA! SAMA-SAMA TAK BERGUNA!" Tuan Park kembali berteriak, menghempaskan kepala Jiyeon ke sudut ranjang, dan berakhir dengan terkulai lemah tak berdaya di atas lantai.

"Jiyeon... jiyeon." Ibunya memanggil namanya dengan suara parau. Berusaha berontak saat sang suami menarik paksa tangannya. Dan dapat Jiyeon dengar suara pintu kamarnya yang dikunci dari luar dan juga, suara rantai.

Ia akan dikurung tanpa bisa keluar sedikitpun. Percayalah. Bahkan pintunya sudah dirantai.

"Jangan ada yang mendekati kamarnya, tidak ada dokter, tidak ada pelayan, dan tidak ada makanan!!"

Mata Jiyeon berkunang-kunang, ia bisa mendengar ultimatum sang ayah, mengamati kamarnya yang sangat berantakan lalu tersenyum kecil.

"Bahkan kau tak membiarkan dokter merawatku meski hanya sebentar." Gumam Jiyeon lemah. Mengerang sakit saat pandangannya hanya ada hitam, dan sebelum ia benar-benar tak sadarkan diri. Jiyeon masih bisa berkata walau lirih...

'Bangsat.'

TBC

SEE U NEXT CHAP

THANK U

DNDYP


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C67
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login