Download App
9.09% Ai no Kiseki / Chapter 3: BAB 3

Chapter 3: BAB 3

Perasaan tidak nyaman muncul ketika Naruto berada di tengah perjalanan menuju ke negaranya, begitu dia duduk di kursi yang seharusnya nyaman, dengan bantal tambahan, serta seorang Pramugari cantik yang memperhatikan dirinya, Naruto tidak pernah peduli sekalipun, karena dari itu semua, tidak ada yang membuatnya tenang, sebab yang sebenarnya ingin dilakukannya adalah terjun bebas dari pesawat ketika pesawat itu baru saja lepas landas.

Di luar penerbangan, cuaca berubah menjadi mendung, lalu hujan deras, ini tiba-tiba. Ia pikir perjalanan itu akan ditunda, tapi nyatanya tidak.

Sementara seseorang yang diperintahkan oleh keluarganya untuk mendampinginya pulang, ikut memperhatikan dengan wajah penasaran. Pria itu tidak bisa mengabaikan wajah Naruto yang berubah sangat khawatir, sampai akhirnya bersuara, memberitahu pemuda itu, "kau sudah bisa menggunakan ponselmu, hubungi teman-temanmu kalau kau merasa khawatir pada mereka karena kau tidak datang ke acara pesta dansa."

Naruto melirik pria yang duduk di sampingnya dengan wajah cerah. "Betul, aku harus menghubungi teman-temanku."

Dengan cepat Naruto mengeluarkan ponselnya dari tas yang disimpannya dalam laci di bawah kursi kelas satu. Oh, dia merasa senang begitu berhasil menghidupkan ponselnya. Dan yang pertama untuk dilakukan olehnya tentu saja menghubungi Sakura.

Dia ingin tahu kepastian kabar Hinata, dan lebih tepatnya apakah ada kabar terbaru tentang Hinata, mengingat tadi Sakura berbicara kalau gadis itu masih malu bertemu dengannya karena kesalahpahaman yang terjadi sebulan lalu. Mungkin memang kecewa, tapi Naruto tahu gadis sekelas Hinata memang tidak diizinkan sembarangan untuk pergi ke suatu tempat tanpa persetujuan seorang pendamping. Gadis-gadis bangsawan harusnya memang dijaga ketat, perumpamaan sebagai barang antik.

"Apa kau sudah bertemu Hinata lagi?" Naruto bertanya dalam pesan tersebut, tapi Sakura tidak kunjung membalasnya meski setengah jam pemuda itu menunggu.

Meski begitu, Naruto tidak akan marah-marah pada Sakura karena gadis itu tidak buru-buru membalas pesannya, toh karena ini sudah malam. Tidak seharusnya dia memaksa ketika masih ada esok hari untuk mereka bisa membicarakan tentang Hinata Hyuuga. "Temanku mungkin sudah tidur." Naruto memberitahu pria di sampingnya yang kemudian menutup surat kabar dan mengembalikannya pada laci di samping tempat duduknya.

"Kau akan mendapatkan balasannya begitu sampai nanti."

"Kuharap begitu."

Sebaliknya, Sakura hanya memandangi tiga pesan yang memberondong ponselnya. Sasuke yang mengetahuinya, mencoba mengambil alih dengan mematikan ponsel itu, tidak mengizinkan Sakura untuk membalasnya. "Kita tidak boleh memberitahu Naruto soal ini."

"Kenapa?" Sakura bertanya, kesal dengan ucapan Sasuke. "Bukankah dia harus tahu?"

"Biarkan dia tenang di tengah perjalanannya, jangan membuat anak itu melakukan hal nekat sampai terjun dari kabin pesawat. Kau tahu... kau yang paling tahu bahwa..." Sasuke terdiam begitu dia selesai menarik napas dengan perasaan dan pikiran yang campur-aduk. "Kita akan beritahu saat anak itu sampai di negaranya." Lanjut Sasuke, sementara Sakura tidak berani membantah. Ia pun tahu bahwa Naruto pemuda yang nekat. Kalau sampai dia memberitahu teman pirangnya itu, mungkin Naruto akan kembali dengan penerbangan selanjutnya.

Selesai Sasuke memberitahu Sakura, keluarga Hyuuga berdatangan dengan wajah panik mereka, mengajak para pengawal juga mengajak para pendamping anak-anak mereka, dan seorang asisten yang berwajah tegas tapi terlihat gusar berlarian mencari kebenaran kabar yang mereka terima—dan seharusnya, majikan kecilnya ada di sekolah sedang mengikuti pesta dansa yang digelar, tapi mengapa sampai ada kabar bahwa gadis mungil itu mengalami kecelakaan di Furugome.

"Ma'am, beberapa dokter sedang melakukan pertolongan." Mrs. Shiori mendekati ibu Hinata, wanita itu melirik sebentar pada Sasuke dan Sakura sebelum akhirnya ambruk begitu mengetahui bahwa kabar itu benar. "Tolong, ambilkan minum." Mrs. Shiori berteriak panik pada seorang pelayan.

"Bibi," Sakura mendekat. "Bibi, maafkan saya."

"Haruno-chan," ibu Hinata sesenggukan, memeluk teman anak perempuannya dengan kesedihan yang tidak lagi bisa disembunyikan. "Mengapa kau harus minta maaf, ini bukan kesalahanmu." Kata wanita itu, dengan kedua mata yang sudah membengkak.

"Apa yang terjadi, mengapa putriku bisa ada di dekat Narita? Bukankah sekolah kalian sedang melangsungkan acara pesta dansa?" Mr. Hyuuga membentak, sama-sekali tidak terlihat sedih, justru yang pria itu tunjukkan adalah kemarahan. "Apa yang sebenarnya kalian lakukan di Narita?"

"Kami mengantar seorang teman." Sasuke mengumumkan dengan perasaan takut, ia hampir tidak bisa berbicara ketika melihat wajah Hiashi Hyuuga yang sangat mengerikan, lebih mengerikan dari wajah ayahnya ketika marah besar. "Kami bermaksud mengajak Hinata pada awalnya, tapi—" Sasuke menarik napas sebelum akhirnya dia melanjutkan, "Hinata tidak buru-buru menyetujui untuk ikut bersama kami, kami bahkan tidak tahu kalau dia menyusul kami berdua pada akhirnya."

Merasa percuma untuk menginterogasi anak-anak, Hiashi memilih diam kemudian daripada melakukan perdebatan ketika semua orang di sekitarnya diserang panik bahkan rasa bersalah—contohnya saja Mrs. Shiori yang seharusnya mendampingi putrinya, tapi yang dilakukan oleh wanita tua itu menjaga anak ketiganya yang masih balita.

Hiashi mengerti kesalahannya, ketika sebenarnya dia harus mencari pendamping yang lebih baik daripada wanita tua itu, atau ia perlu menambah satu mengingat si balita Hanabi yang juga setelah ini membutuhkan pendamping dan mulai mengajari anak itu sebuah etiket kebangsawanan.

Ketika dokter menyibak tirai putih penuh noda darah, semua orang mengangkat kepala mereka dengan rasa penasaran. "Bagaimana?" adalah pertanyaan pertama Hiashi begitu dia berhasil mendekati seorang dokter.

"Kami akan melakukan operasi, saraf pada tulang belakangnya yang jadi masalah, jika tidak cepat ditangani kemungkinan akan mengalami kelumpuhan—" belum selesai sang dokter menjelaskan, Hiashi dan seluruh orang-orang di sana terkejut oleh teriakan histeris Mrs. Hyuuga yang jauh lebih terpukul mengetahui kenyataan itu. Mengapa harus mengalami kelumpuhan. "Kami butuh persetujuan untuk melakukan penanganan lebih lanjut."

"Lakukan apa pun itu!" seseorang mengambil alih untuk pergi ke meja administrasi, melakukan persetujuan bedah demi menyelamatkan Hinata.

Semua orang dapat melihat Hinata terluka sangat parah. Ini bukan lagi tentang banyaknya goresan kecil maupun besar di wajahnya. Kimono berwarna ungu tidak lagi tampak indah. Hikari Hyuuga terpaku, menangis pilu menyaksikan putrinya dibawa pergi ke ruang operasi.

"Sayang, ibu akan tetap di sini bersamamu."


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login