Download App
66.66% PRINCESS OF MAFIA / Chapter 18: - 17 -

Chapter 18: - 17 -

Dua hari telah berlalu dan aku kembali bersekolah, hari ini Alucard akan ikut menjagaku. Akhirnya, setelah sekian tahun berlalu aku benar-benar bisa melihat dirinya. Aku merindukannya, tetapi ada yang berubah darinya dan itu menggangguku.

Pagi ini setelah aku mengenalkannya pada Jimmy entah mengapa raut wajahnya menjadi keruh, apa Alucard tidak menyukainya? Haaa, para lelaki memang membingungkan, pelajaran berlangsung dengan membosankan. Tidak jarang Alice melirik-lirik ke arahku, sejak pertama ia melihat Alucard wajahnya terlihat berseri-seri.

"Felica," bisik gadis pirang itu mengganggu pekerjaanku yang sedang mencatat.

"Apa?" jawabku yang masih fokus dengan catatanku.

"Bodyguardmu yang baru, apa dia sudah memiliki kekasih?" Kini aku menoleh ke arahnya.

Aku juga tidak tahu apakah Alucard memiliki kekasih, apa mungkin wanita yang bersamanya adalah kekasihnya? Sebaiknya aku bertanya nanti.

"Aku tidak tahu, aku tanyakan nanti," jawabku dan kembali menekuni catatan yang menjemuhkan mata.

Untuk apa aku belajar, jika semua pelajaran sudah aku kuasai? Menyebalkan, tidak adakah yang lebih menyenangkan selain bertemu Jimmy?

Kriingg

Bel istirahat berbunyi dan mereka para gadis kembali mengerubungiku. Seperti biasa mereka akan bertanya siapa pria tampan itu, dari mana asalnya, apakah pria itu memiliki kekasih? Kadang aku berpikir untuk melubangi kepala mereka satu per satu. Anak perempuan itu terlalu berisik dan menyebalkan, selalu bergosip ria dan tidak memikirkan perasaan orang yang mereka bicarakan.

Dan ada apa sedari kemarin, suara tembakan terdengar meski samar, kadang aku membenci pendengaranku yang tajam ini. Membuatku pusing saat mendengar suara yang begitu nyaring. Setelah berbasa-basi dengan para anak perempuan ini aku melihat Alucard menghampiriku dengan tatapan dingin.

"Ada apa?" tanyaku ketika pria keluarga Roulette itu sudah berada di hadapanku.

"Waktunya makan siang, My Moe," jawabnya tanpa senyum seperti biasanya yang selalu diberikan padaku.

"Ada apa?" tanyaku lagi dan pria di hadapanku itu hanya mengangkat satu alisnya.

"Kau tidak seperti biasanya, Alucard," cecarku sambil melihat kacamata kecil hitamnya yang selalu ia kenakan.

Kini semua murid menatap kami berdua tanpa aku lihat sekalipun. Alucard hanya mengembuskan napasnya dan kembali menatapku. Tidak ada ucapan yang keluar dari bibirnya, dan aku membenci kebisuan itu.

"Xavier!" panggilku dan dengan cepat Xavier datang dari luar pintu.

"Ada apa, Lica?" jawabnya yang terlihat terengah-engah.

"Bisakah kau hentikan suara tembakan di luar? Itu membuatku pusing," jawabku dan kulihat Xavier membulatkan matanya.

Apa dia kira aku tidak tahu? Kulihat Alice memberiku kode jika Jimmy sudah datang. Ahh, aku ingin bertemu dengannya. Aku kembali menoleh pada Alucard yang masih menatapku datar.

"Aku akan makan siang bersama Jimmy, jadi antarkan saja makananku saat aku bersamanya," jawabku sambil tersenyum manis.

Aku pergi berlalu begitu saja tanpa sengaja mendengar umpatan kecil dari mulut Alucard. Ada apa dengannya? Alucard tidak pernah seaneh itu, apa karena dia sekarang memiliki wanita yang bernama Fura itu? Ahh, aku lupa menanyakannya.

"Alucard," panggilku yang entah sejak kapan dia sudah berada di belakangku.

"Ada apa?" tanyanya dingin.

"Apa kau memiliki kekasih?" tanyaku begitu saja.

"Tidak, tetapi aku memiliki seseorang yang aku cintai," jawabnya, aku hanya mengangguk.

Cintai? Apa itu aku? Mama mengatakan bahwa kami saling mencintai sebagai keluarga. Lalu, dalam hal apa Alucard mencintai orang itu? Aku sama sekali tidak mengerti.

"Cinta begitu rumit untuk dipahami, tetapi kau akan merasakan hal yang berbeda ketika kau tengah mencintai seseorang," ucap Alucard yang berlalu pergi begitu saja.

Aku hanya diam tidak menanggapi dan melihat wajah terkejut Alice dan Jimmy yang kini menatapku aneh.

"Kurasa dia mencintaimu, Felica," gumam Alice dan aku hanya tersenyum.

"Kami memang saling mencintai sejak kecil," jawabku sambil berlalu menuju taman.

"Apa kau benar-benar mengerti apa itu cinta, Felica?" tanya Jimmy yang mengimbangi jalan langkahku.

"Sepertinya tidak, tetapi Mama mengatakan padaku bahwa cinta adalah sesuatu yang berharga, tetapi terkadang tidak diperlukan. Berhati-hatilah dengan cinta atau cinta itu yang akan membunuhmu. Tetapi aku tidak mengerti tanda kehadiran cinta itu sendiri, apa kau tahu?" jelasku dan mendapatkan tawa manis dari wajah Jimmy.

"Suatu saat nanti kau akan merasakannya. Jika cinta itu hadir di dalam hatimu, apa yang akan kau lakukan?" jawab Jimmy.

Aku hanya terdiam, teringat seorang Leader yang mengajariku di sekolah sebelumnya. 'Cinta itu berbahaya. Jika kalian memilikinya, hanya ada dua pilihan yang menanti kalian di saat genting. Membunuh atau dibunuh.'

"Jika terdapat dua pilihan membunuh atau dibunuh. Apa yang kau pilih?" tanyaku dan kini wajah Jimmy terlihat menengang.

"Tentu saja dibunuh," jawabnya cepat.

"Mengapa?"

"Karena ketika kita sendiri dan tidak memiliki orang lain untuk menopang tubuh kita, kau hanya akan mati dalam kesendirian. Jika perasaanmu dibunuh oleh cinta, bibit cinta itu akan tumbuh dan menjadi sebuah kekuatan untukmu bertahan hidup," jelas Jimmy, sejujurnya aku sama sekali tidak mengerti dengan apa yang ia katakan.

Tetapi aku mengerti apa yang ia sampaikan, bahwa manusia harus mencintai karena cinta itu adalah sebuah kekuatan. Kekuatan, huh? Sangat lucu.

"Aku tidak mengerti kalian membicarakan tentang apa, tetapi aku mendapat sesuatu informasi penting darimu, Felica," ucap Alice yang kini berdiri di hadapanku.

"Apa?" tanyaku.

"Kau benar-benar polos sekali, Felica. Aku akan banyak mengajarimu apa itu kehidupan anak remaja seperti kita," jawabnya, kehidupan remaja? Sepertinya menarik.

"Apa yang bisa kau ajarkan?" tanyaku.

"Baiklah, kita mulai dengan pergaulan antar orang kaya, apa kau pernah meminum Wine, atau minuman semacamnya?" tanya Alice saat ini kami sudah berada di taman, tepatnya di bawah pohon rindang yang berada di dalam lingkungan gedung sekolah.

"Ya, aku pernah," jawabku jujur.

Memang aku pernah meminumnya, jika kalian tahu di sekolahku yang dulu mereka menyuruh kami para siswa untuk bertahan dari rasa mabuk. Jadi, saat ini jika aku meminum lima buah botol minuman keras pun aku bisa melewatinya dengan mudah.

"Apa kau mabuk?" tanya gadis pirang itu.

"Tidak, sama sekali tidak," jawabku cepat saat melihat Alucard datang membawa nampan yang berisi makanan sambil menatap tajam Jimmy.

"Makananmu, Nona," ucap Alucard dingin sambil meletakkan beberapa makanan dessert, aku hanya menganggukkan kepalaku sambil menatap tingkah Alucard yang aneh.

"Felica," panggil Alice, aku menoleh dan ia kembali bertanya.

"Apa kau pernah mencium seseorang?" tanya Alice.

"Ya, aku pernah mencium Xavier," jawabku begitu saja, dan kulihat Alucard langsung pergi begitu saja.

"Benarkah?" tanya Alice dengan wajah berbinarnya.

"Ya, lagipula itu hal biasa," jawabku sambil memakan makanan yang dibawa Alucard tadi.

"Aku pikir kau sangat polos, Felica," ringis Alice sambil tertawa kecil, sedangkan Jimmy hanya menggelengkan kepalanya.

"Bukankah itu hal biasa? Bahkan Xavier selalu tidur bersamaku," jawabku dan mereka berdua hanya melototiku.

Ada apa dengan mereka? Apa aku salah bicara? Ahh, aku lupa kehidupan mereka pasti berbeda denganku.

"Felica! Felica!" panggil seorang anak gadis bersurai cokelat yang terlihat berlari ke arahku.

"Ada apa, Lisbeth?" jawabku sambil menatap bingung ke arahnya.

"Haaa ... haaa ... haaa ... dua bodyguardmu sedang bertengkar dan kini mereka saling menodongkan pistol mereka," jawabnya sambil terengah-engah.

Siapa yang ia maksud? Ahh, aku tahu. Alucard dan Xavier, mereka berdua memang tidak pernah akur sama sekali. Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku. Jimmy dan Alice bangkit dari duduk mereka.

"Ada apa?" tanyaku heran.

"Dua bodyguardmu ingin saling membunuh, bodoh. Ayo cepat lerai mereka, kau ini sebagai majikan sama sekali tidak mempedulikan mereka," jawab Alice sambil menarik tanganku kasar.

"Alice, biarkan saja mereka berdua," jawabku sambil mencoba menarik tanganku.

"Apa kau gila? Jimmy, bisa kau sadarkan teman kita satu ini?" jawab Alice terlihat kesal.

"Felica, sebaiknya kita pergi untuk melihatnya, bagaimana?" tanya Jimmy terdengar lembut sambil menyodorkan tangannya.

Aku hanya bisa menghela napas kasar dan menerima uluran tangannya. Alice melepas tanganku sehingga kini tangan Jimmy yang menarikku lembut. Tangannya tidak sebesar Alucard, tetapi entah mengapa aku lebih nyaman jika Alucard yang menggenggam tanganku.

Sesampainya kami di luar gedung sekolah dan kini kami melihat keempat bodyguardku saling menodongkan pistol mereka. Alucard yang menodongkan pistolnya ke kepala Xavier, begitupun sebaliknya. Nero dan Vicente juga menarik pistol mereka dan menodongkan ke kepala Alucard. Ada apa lagi dengan mereka saat ini?

"Alucard!" panggilku, pria berkacamata hitam itu menoleh.

Alucard langsung saja menurunkan pistol miliknya dan langsung saja mendekatiku. Menarik tanganku kasar dan genggaman Jimmy pun terlepas.

"Jangan dekati Felica!" desis Alucard.

Ada apa sebenarnya!

"Sudah kukatakan untuk tidak terlalu dekat dengan Lica, Tuan Jimmy," kata Xavier yang kini berada di sebelahku.

"Felica milik kami, jadi menjauhlah." Vicente berkata sambil tersenyum lebar.

"Sebaiknya kita pergi. Kalian sudah membuat keributan," ucap Nero sambil mengelus pucuk kepalaku.

Aku hanya bisa mengangguk saat tanganku ditarik lembut oleh Alucard. Sebenarnya apa yang terjadi?

***


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C18
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login