Download App
48.14% PRINCESS OF MAFIA / Chapter 13: - 12 -

Chapter 13: - 12 -

Hari yang indah untuk memulai sekolah pagi ini, Felica yang kini tengah menyantap sarapan paginya terlihat tidak mengetahui kondisi Xavier yang sedang dilanda amarah. Nero dan Vicente hanya terkekeh geli melihat raut wajah menyeramkan Xavier.

"Lica, apa kau ingin aku mengantarkan ke sekolah barumu?" tawar Xavier menghilangkan mood buruknya.

Felica mendongak dan tersenyum menatap Xavier, "Apa kau bisa keluar dengan kondisimu seperti itu?" jawab Felica membuat Xavier mendelik kesal.

"Aku sudah lebih baik, dokter bedah yang tidak memiliki lisensi itu sudah membedah perutku," jawab Xavier sambil melirik Nero sinis.

"Setidaknya kau tidak jadi mati," jawab Nero sambil terkekeh.

"Jika kau masih bisa mengantarku, itu tidak masalah," jawab Felica pada akhirnya.

"Baguslah, aku akan mengantarmu," jawab Xavier senang membuat Nero dan Vicente melemparkan sendok di tangan mereka ke arah Xavier.

"Apa yang kalian lakukan!" protes Xavier sambil menangkap sendok yang dilemparkan ke arahnya.

"Dasar penjilat," gerutu Vicente kembali memakan makanannya.

"Ayo, Xavier. Aku tidak ingin terlambat." Felica bangkit dari duduknya tidak lupa dengan mencium kedua pipi Ace dan Shizuku yang hanya tersenyum dalam diam sedari tadi.

"Papa, Mama, aku berangkat."

"Hati-hati, Sayang," jawab Ace sambil melambaikan tangan pada anak gadisnya.

Ketika Felica dan Xavier sudah pergi meninggalkan ruang makan, raut wajah Ace kini berubah menjadi serius. Menatap kedua anak angkatnya yang masih memakan sarapan mereka dengan tenang.

"Vicente, bagaimana persiapannya?" tanya Ace sambil meletakkan alat makannya di atas meja.

"Sudah dipersiapkan jauh sebelum hari ini, Felica tidak akan bisa mendengar suara tembakan dari luar gedung sekolah," jawab Vicente sambil menoleh ke arah Ace.

"Baguslah, mungkin di sana akan sering terjadi baku tembak, tapi itu hanya perkiraanku saja," jawab Ace sambil memijat pangkal hidungnya.

"Jika memang akan terjadi, Papa bisa memerintahkan kami untuk melindungi Felica. Meskipun tanpa diperintah pun aku akan melakukannya. Tapi, mengingat beberapa tugas yang Papa berikan padaku, itu akan sulit," ujar Nero sambil tersenyum simpul.

"Katakan saja jika kau ingin bebas dari tugas yang diberikan oleh Papa, memangnya apa yang ditugaskan Papa untukmu?" sahut Vicente menatap malas ke arah Nero.

"Hanya membunuh para tikus," jawab Nero seadanya tanpa mempedulikan tatapan tajam dari Vicente.

"Kita lihat saja, apa yang akan mereka lakukan," tukas Ace pada akhirnya tersenyum menatap sang istri yang sedari tadi hanya diam.

"Bagaimana pekerjaan Alucard?" tanya Shizuku tiba-tiba membuat Nero dan Vicente menoleh.

"Alucard akan segera kembali, mungkin saat ini ia sedang berlibur," jawab Ace membuat Shizuku tersenyum lebar.

***

Sesampainya Felica di sekolah barunya, Felica tersenyum lebar saat melihat jejeran pohon yang berguguran. Indah, Felica akan menikmati masa di mana ia akan menjadi gadis normal pada umumnya.

"Lica, aku hanya bisa mengantarmu sampai di sini, mobil tidak diperbolehkan masuk ke area sekolah," ujar Xavier dan gadis di hadapannya kini hanya tersenyum.

"Baiklah, bisakah kau menjemputku nanti?"

"Tentu saja aku akan menjemputmu, bahkan aku akan menunggumu di sini," jawab Xavier sambil mengecup kening Felica.

"Berhati-hatilah," lanjut Xavier sambil bersandar di pintu mobil.

Gadis bersurai merah itu hanya tersenyum lalu berjalan memasuki kawasan sekolah. Xavier mengeluarkan beretta miliknya dan memasangkan silencer, yang merupakan alat peredam suara. Di arahkannya moncong senjata api miliknya ke arah pukul 2, tepat ke arah semak-semak. Dan ...

Syuuuttt

Sraakk

Brugh

Seseorang jatuh dengan matanya yang berlubang, Xavier berdecih kala mengetahui ada yang membidik Felica dengan pistol laras panjang. Segera anak buah Xavier menghampiri dari berbagai arah.

"Wild."

"Bereskan orang itu, dan awasi semua orang di sekitar sekolah. Keamanan di dalam gedung sekolah sudah aku tingkatkan, jadi kau hanya perlu fokus di sini," titah Xavier sambil memasukkan kembali beretta miliknya ke dalam saku baju.

Xavier berjalan santai melihat sekitar, hingga tiba-tiba tangannya kembali menggenggam beretta dan menembak seorang musuh di arah jam 9, dengan cara menekan pelatuk beretta itu di balik punggungnya tanpa membidik musuh.

Di sisi lain anak buah Xavier sibuk dengan beberapa musuhnya. Terlihat di arah jam 3 pandangan Xavier, mafioso itu sedang menuruni dinding yang menjulang tinggi menggunakan seutas tali mengincar seorang musuh yang berada di bawahnya. Salah satu mafioso Xavier berhasil berpijak di tanah, ia mengeluarkan sebuah belati lalu berjalan mengendap dan menyayat leher musuhnya yang terlihat sedang membidik Xavier.

Sepertinya mafioso musuh tidak menyadari keberadaan mafia Roulette di balik badannya. Belati yang masih meneteskan darah itu langsung dilemparkan pada musuh lainnya yang berada di atas pepohonan.

SWING

BRAAKK

Musuhnya terjatuh dengan pisau yang menancap di lehernya. Felica menoleh dan menelisik ke sekitar hingga membuatnya melihat anggota Roulette yang sesaat lalu melemparkan pisau itu dan beberapa anggota Roulette lain yang berada di arah jam 3.

"Sedang apa mereka?" gumam Felica.

"Selamat bersekolah, Nona Felica!" sapa seluruh anggota Roulette dan salah satu dari mereka sedang berusaha menginjak dada musuhnya dengan kuat agar tidak beranjak dan terlihat oleh Felica.

Mafioso Roulette itu membungkuk menyapa Felica saat Felica menatap Xavier yang masih berdiri di depan pintu mobil. Saat pandangannya teralihkan, dengan cepat mafioso Roulette yang sedang menginjak tubuh musuh itu menembakan pistolnya tepat menembus kepala, Felica kembali menatapnya sambil melambaikan tangan, para mafioso Roulette itu membungkuk hormat ke arah Felica.

"Aku mendengar suara tembakan, apa aku salah dengar?" gumam Felica dan kembali melanjutkan perjalanannya menuju gedung sekolah.

Saat gadis bersurai merah itu telah hilang dari pandangan Xavier, lelaki bersurai putih itu mengembuskan napasnya lega.

"Hampir saja," gumam Xavier lalu melihat kembali sekitarnya.

"Bagaimana?" tanya Xavier sambil memasang earphone miliknya.

"Clear," jawab orang di seberang sana.

"Pastikan aman dalam radius dua kilometer dari wilayah sekolah," titah Xavier.

"Roger!"

Xavier akhirnya memilih untuk kembali ke mansion dan melaporkan semua yang terjadi, penjagaan di sekolah Felica sangatlah minim sehingga dapat membuat para penyusup berlenggang bebas. Sesampainya Xavier di depan mansion besar milik keluarga Roulette, ia disambut dengan Nero dan Vicente yang tengah membersihkan pistol dan pisau milik mereka.

"Bagaimana?" tanya Vicente setelah Xavier turun dan menutup pintu mobil itu.

"Perkiraanmu sedikit meleset, mereka sudah masuk dalam kawasan sekolah," jawab Xavier, Vicente membenarkan letak kacamatanya lalu berdehem.

"Baiklah, aku salah mengira, lalu bagaimana?" aku Vicente.

"Kita bicarakan dengan Papa," jawab Nero sambil memasukkan pisau miliknya ke dalam lengan baju.

Xavier dan Vicente mengangguk lalu mengikuti Nero yang menuju ruang kerja milik Ace. Sebelum Nero menyentuh gagang pintu, Xavier yang masih memakai earphone kecil di telinganya mendapatkan laporan kembali.

"Wild, serangan kembali terjadi, kini mereka lebih banyak. Beberapa anggota kita mati terkena tembakan beruntun. Kau yakin ingin mengubah sekolah ini menjadi medan pertempuran?" lapor mafioso di seberang sana.

"Aku akan membicarakannya dulu dengan Papa, kalian tahan mereka sebelum aku datang," jawab Xavier menahan kekesalannya.

"Baiklah," jawab orang itu, lalu mematikan sambungan teleponnya.

"Ada apa?" tanya Nero sebelum membuka pintu di hadapannya.

"Sekolah itu bisa menjadi medan pertempuran jika kita tidak melakukan sesuatu," jawab Xavier dengan cepat ia membuka pintu ruangan kerja milik Ace.

"Papa," panggil Xavier, Ace yang kini berwajah serius sambil melihat ke arah monitor langsung menoleh ke arah Xavier.

"Kalian cepatlah pergi ke gedung sekolah Felica, habisi mereka semua. Kalian akan menjadi bodyguard Felica selama ia bersekolah. Setelah kalian pergi aku akan menghubungi polisi agar mereka tidak menjadikan sekolah itu tempat baku tembak. Kalian mengerti?!"

"Roger that," jawab Nero, Vicente dan Xavier bersamaan. Mereka kembali menutup pintu ruangan itu lalu bergegas pergi ke sekolah Felica.

"Semoga saja sempat," gumam Nero.

***


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C13
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login