Download App
44.44% PRINCESS OF MAFIA / Chapter 12: - 11 -

Chapter 12: - 11 -

Keesokan harinya Felica dan Xavier pulang dari kediaman White. Felica terlihat begitu senang dengan wajah berseri-seri, sedangkan Xavier sejak pagi hari wajahnya terlihat ditekuk membuat suasana menjadi tidak nyaman.

"Lica, mengapa kau terlihat senang sekali?" tanya Xavier penasaran, Felica menoleh lalu tersenyum.

"Akhirnya aku bisa tidur bersama White! Kau tahu, wajahnya sangat imut sekali ketika tidur. Itu sangat menggemaskan," jawab Felica dengan wajah yang terlihat semakin berbinar.

"Alucard benar-benar akan membunuh White jika mengetahui hal ini," gumam Xavier yang hanya bisa menggelengkan kepalanya.

"Jadi, kau tidur bersama manusia ular itu?" sebuah suara menggema di ruang tamu yang saat ini di tempat Felica dan Xavier, Felica menoleh ke arah sumber suara dan mendapati Ace berdiri sambil menggigit cerutunya.

"Papa."

Felica langsung saja menghampiri Ace lalu memeluknya dengan erat, entah mengapa seperti berhari-hari tidak menemui sang ayah tercinta.

"Katakan padaku, Felica," ucap Ace sambil membuang asap yang mengepul di dalam mulutnya.

"Ya, selama ini White tidak mau tidur bersamaku, padahal Xavier saja selalu tidur bersamaku," jawab Felica dengan polosnya, Ace membulatkan kedua matanya dengan apa yang baru saja Felica katakan.

"Xavier!"

Ace sudah menarik pistol barreta dari dalam bajunya dan mengarahkan pada Xavier.

"Ace! Tenangkan dirimu, Sayang," ucap Shizuku yang langsung saja mencengkeram tangan Ace.

"Sayang, ini sakit," rintih Ace yang begitu tahu istrinya mencengkeram tangannya.

"Turunkan tanganmu atau kupatahkan saja?" ancam Shizuku sambil tersenyum manis.

Ace langsung saja menurunkan tangannya, tidak menginginkan tangannya kembali patah karena wanita berkimono hitam di sampingnya itu. Berhadapan dengan Shizuku lebih menyeramkan daripada melawan ratusan musuh sendirian.

"Sayang, Xavier telah meniduri Felica!" kata Ace dengan sedikit histeris.

"Tunggu, tunggu. Papa, aku tidak menidurinya. Kami tidur bersama, hanya itu." Xavier membela diri dan mendapat tatapan tajam dari Ace.

"Itu sama saja, kau ingin mati dengan timah panas di seluruh tubuhmu atau tubuhmu yang hancur karena lontaran bazoka kesayanganku?" jawab Ace dan mendapatkan kekehan dari Shizuku.

"Jelas saja berbeda! Jika aku menidurinya itu sama saja aku memperkosanya, tetapi aku hanya tidur bersama Lica di sampingnya dan tidak berbuat apa pun selain tidur bersama!" jawab Xavier gemas dengan sang Pemimpin Mafia.

"Seharusnya kau mengatakan itu sejak awal," jawab Ace yang langsung saja memasukkan pistolnya kembali dalam saku baju tebalnya.

"Papa saja yang langsung menodongku dengan senjata," jawab Xavier yang kembali duduk ke sofa.

"Sudah kubilang tunggu penjelasan mereka, Ace," ucap Shizuku yang lalu masuk ke dalam ruang keluarga itu.

Felica yang melihat apa yang terjadi menatap tidak mengerti, gadis itu lalu duduk di samping Xavier. Ace melangkahkan kakinya diikuti Nero dan Vicente yang sejak tadi hanya diam dan tertawa melihat apa yang terjadi.

"Felica, kapan kau akan masuk ke sekolah barumu?" tanya Ace.

"Besok," jawab Felica singkat.

"Baiklah, kau sudah mempersiapkan semua untuk besok?" tanya Shizuku.

"Sudah, tapi ada sedikit yang belum aku bereskan. Aku akan ke kamar untuk membereskannya," jawab Felica lalu beranjak dari duduknya dan keluar ruangan.

Kini semua tatapan mata tertuju pada Xavier, Xavier yang merasa diperhatikan menatap balik tidak mengerti. Nero berdehem lalu sedikit tertawa kecil.

"Kudengar kau hampir ditelan Sam," kata Nero sambil menahan tawanya, Xavier yang mengetahui jika saat ini ia sedang di tertawakan memutar bola matanya jengah.

"Ular raksasa itu memang tidak menyukaiku," jawab Xavier ketus, seketika mereka semua tertawa terbahak-bahak.

"Bagaimana bisa kau hampir tertelan oleh Sam?" tanya Vicente sambil membenarkan letak kacamatanya.

"Saat aku masuk dan mencari Felica, ular besar itu dengan cepat tepat berada di hadapanku dengan mulut yang sedikit terbuka. Aku memberikan tembakan peringatan padanya, tetapi ular itu langsung saja melahap tubuhku," jelas Xavier, dan mereka kembali tertawa.

"Kau mengganggu saat-saat ular itu bersama Felica, Xavier," kata Nero sambil menutup mulutnya menahan tawa.

"Apa kau terluka?" tanya Shizuku terlihat khawatir.

"Hanya punggungku saja yang tertancap taring ular raksasa itu hingga membuat kulitku sobek, tetapi perutku sedikit terluka dan membutuhkan penanganan khusus. Nero, bisa kau periksa perutku?"Nero menatap perut Xavier yang masih mengeluarkan sedikit darah.

Nero bangkit lalu memeriksa luka yang sudah mengering, tetapi masih sedikit terbuka, Nero merogoh saku celananya dan menelpon seseorang.

"Bawakan alat-alat medisku, dan beberapa alkohol," ucap Nero.

Nero langsung saja mengeluarkan pisau yang entah dari mana datangnya kini sudah berada di tangannya.

"Kau ingin aku merusak pakaianmu atau kau ingin membukanya sendiri?" tanya Nero.

"Ini milik White," jawab Xavier lalu membuka jas hitam dan kemeja putih yang ia kenakan.

"Pantas saja sejak tadi aku mencium aroma White di sekitar sini," gumam Vicente dan mendapatkan kekehan dari Ace.

Nero kembali memeriksa tubuh Xavier layaknya seorang dokter, dilihatnya bekas jahitan di punggung Xavier. Nero bersiul menatap takjub dengan hasil karya jahitan yang entah siapa, Nero tidak tahu siapa yang melakukan jahitan serumit itu.

"Siapa yang menjahit punggungmu?" tanya Nero.

"White, kau tahu sendiri Lica tidak bisa menjahit apa pun apalagi menjahit kulit di tubuhku," jawab Xavier dengan nada malas.

"Aku tidak menyangka White dapat melakukan hal serumit ini, ini bukanlah jahitan biasa. Sudah dipastikan jahitan di punggungmu ini tidak akan pernah terlepas kembali," ucap Nero dan Xavier tidak terlalu perduli dengan apa yang dikatakan Nero.

Beberapa saat kemudian seseorang memakai jas hitam memasuki ruangan itu dengan membawa 2 buah koper yang lumayan besar. Diletakkan dua koper besar itu di atas meja lalu orang itu membungkuk memberi hormat dan berlalu keluar ruangan. Nero kembali memasukkan pisau miliknya ke dalam lengan jas miliknya. Lelaki itu langsung saja membuka dua koper putih yang kini terlihat berisikan alat-alat medis, entah mengapa terasa lebih menyeramkan jika Nero yang memakai alat-alat medis itu.

Perlengkapan pisau bedah dan alat-alat medis lainnya terpampang jelas kini di atas meja, Nero memakai sarung tangan dan yang telah direndam alkohol beberapa menit. Disiramnya pisau bedah di tangannya dengan alkohol, setelah cukup luka di perut Xavier segera dibersihkan dengan sedikit alkohol dan Nero mulai melakukan aksinya. Hanya membutuhkan beberapa menit, dengan lihainya Nero menjahit sedikit perut Xavier.

"Ternyata memang perlu dijahit," gumam Xavier.

"Dasar bodoh, mengapa kau tidak mati? Lukamu itu sudah terinfeksi dan kau hampir kekurangan banyak darah," jawab Nero ketus.

Lelaki itu langsung saja merapikan alat-alat medis miliknya dan memasukkannya kembali ke dalam koper.

"Apa golongan darahmu?" tanya Nero.

"B+," jawab Xavier lemah.

"Baguslah, aku memiliki stok cadangan darah itu. Aku sudah membiusmu untuk lebih lama beristirahat," jawab Nero begitu selesai bicara Xavier jatuh terlelap.

"Mengapa kau membiusnya?" tanya Vicente menatap tidak mengerti.

"Daerah perutnya sudah terinfeksi, aku harus sedikit membedahnya lagi. Dan karena Xavier tidak suka jika memiliki bekas luka di tubuh depannya, aku akan menghilangkan bekas jahitan di perutnya. Cepat bawa dia ke dalam ruangan bedahku," jawab Nero sambil meminta Vicente.

Vicente hanya mengangguk walaupun ia tidak mengerti, lelaki bersurai kecoklatan itu langsung saja membawa Xavier keluar ruangan. Sedikit kelelahan membawa tubuh Xavier karena hampir menyusuri seluruh mansion besar yang mereka tinggali saat ini. Dituruninya ruang bawah tanah tempat dimana ruang bedah milik Nero dan laboratorium yang besar tahan akan ledakan, bahkan rudal sekalipun. Diletakkannya tubuh Xavier di atas meja operasi, terlihat Nero sudah memakai pakaian bedahnya dengan beberapa asistennya di sampingnya. Vicente keluar ruangan bedah tersebut dan menunggu di luar ruangan.

"Well, mari kita sembuhkan si bodoh ini."

***


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C12
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login