Holiang langsung merasakan khasiat racun itu, kepalanya langsung pusing dan tubuhnya lemas. "Kepalat pengecut!" makinya.
Baru saja ia menutup mulutnya, dua tendangan dan dua pukulan yang dilayangkan Opang dan Oding mendarat di tubuh dan kepalanya, ia pun jatuh tersungkur. Kudapawana sang pemimpin pun tertawa terbahak-bahak, "Itulah akibat berani sok jago pada kami si Empat Setan Hitam dari Muara Angke yang malang melintang dari pelabuhan Sunda Kelapa! Hahaha…"
"Kalian siksa si Babah itu sampai mati! Aku ingin menikmati tubuh istri Pak Haji ini!" perintah Kudapwanan sambil menciumi tubuh istri Pak Haji dengan penuh nafsu, sementara Opang, Gandil, dan Oding mengeroyok Holiang yang sudah lemas itu.
Disaat genting seperti itu, tiba-tiba satu kendi minuman melayang dan pecah dikepala si gembrot Gandil, Opang dan Oding pun terkejut lalu menoleh ke pintu masuk kedai. Seorang pemuda bertubuh tinggi tegap, berambut gondrong rapih, berkulit langsat, bermata bulat tajam, serta berpakaian serba biru tua dengan sebuah ikat kepala bermotif batik di keningnya menatap mereka dengan tajam, kemudian berkata dengan angkernya, "Hentikanlah perbuatan hina kalian! Kelakuan kalian lebih rendah daripada binatang!" Pemuda itu lalu melirik pada Kudapawana, "Lepaskan gadis itu!"
"Bangsat! Anjing anak ingusan gembel! Mengemislah di tempat lain! Kau tak melihat aku sedang mengacungkan golok di leher perempuan ini!" bentak Kudapwana yang memang goloknya masih menodongkan goloknya di leher si istri Pak Haji.
Pemuda itu menoleh kesampingnya, dengan suatu gerakan cepat yang tak terlihat mata, gelas yang ada diatas meja disampingnya itu dilempar ke tangan Kudapawana, Pranggg! Gelas dari tanah liat itu pecah, Kudapawana keluarkan seruan tertahan menahan sakit di tangan kanannya yang terkena lemparan gelas tersebut, golok di tangan Kudapawana tiba-tiba menghilang dan entah bagaimana golok itu sudah beranda di tangan si pemuda dan berbalik menodongnya!
"Sudah kuperingatkan untuk melepaskan perempuan itu!" ucap si pemuda dengan suara bergetar tanda ia menahan amarahnya yang sudah diubun-ubun, ujung golok itu menekan leher Kudapawana hingga menetskan darah!
Ketiga kawannya dengan gerakan yang sangat halus namun cepat segera melemparkan paku-paku hitamnya ke arah pemuda itu, pemuda itu menyabetkan golok di tangannya sekali! Tranggg!!! Kedua belas paku itu patah dua berjauhan ke bawah, para penyerang gelap itu pun terkejut melihat hal tersebut!
Ketiga brewok itu terkejut bukan main, tapi mereka segera menindih keterkejutannya dan langsung menggertak, "Hei pemuda sebutkan kau punya nama dan gelarmu! Agar kau tak mati penasaran tanpa sempat menyebutkan namamu!"
Si pemuda menotol leher KUdapawana dengan pelan, kontan tubuh Kudapawana jadi kaku tak bisa bergerak, ternyata si pemuda menotoknya! Dengan tenang ia menoleh pada ketiga begundal itu. "Namaku Jaya Laksana, dan aku tidak punya gelar ataupun julukan apapun!" jawab Jaya Lelana yang berganti nama menjadi Jaya Laksana dengan tenang namun angker.
"Bagus! Kalau begitu sampaikan salam kami pada malaikat penjaga pintu neraka!" ketiga brewok itu langsung menyerang Jaya dengan paku-paku beracunnya, Tubuh Jaya melesat menghindari paku-paku itu, lalu masing-masing satu tendangan darinya mampir dengan mesra di wajah ketiga begundal brewok ini! Ketiga brewok itu pun jatuh tersungkur!
"Kurang ajar! Masih bau kencur mau pamer!" geram Gandil. Mereka pun langsung bangkit berdiri lalu menghunus golok mereka masing-masing. Tangan kanan memegang golok, tangan kiri melemparkan paku-paku beracun, hingga serangan-serangan tersebut sangat mematikan bagi Jaya, tetapi Jaya meladeninya dengan mudah saja, sabetan-sabetan golok maupun paku-paku hitam itu selalu lewat dari tubuhnya, malah hingga pada suatu kesempatan, Jaya mengirimkan pukulan jarak jauhnya, tiga desir angin deras mengandung tenaga dalam tinggi menghantam tubuh mereka bertiga, dan kontan tubuh mereka tidak dapat bergerak! Ternyata itu adalah serangan tiga totokan jarak jauh sekaligus yang sangat lihai dari Jaya!
Setelah ketiga begundal itu tak dapat menggerakan tubuhnya, Jaya menatap mereka bertiga dengan tajam. "Kalian boleh memilih, aku lepaskan totokan kalian semua, lalu kalian minggat dari desa ini atau aku biarkan tubuh kalian tidak bisa bergerak hingga para penduduk yang marah akan mencincang kalian ramai-ramai!"
Kini ketiga orang brewok bertampang sangar itu nampak ketakutan semuanya "Maafkan kami tuan pendekar, lepaskan kami! Urusan kami hanya dengan Gundala, tuan pendekar kenal dia?"
Jaya Laksana menjawab sambil mendengus, "Tidak! Aku tidak kenal Gundala! Aku bukan penduduk desa ini, dan apabila penduduk desa ini tidak ada yang tahu kalian jangan memaksa mereka menjawab dengan kekerasan!"
Jaya lalu mengayunkan tangannya, empat larik angin deras menghantam mereka berempat hingga terpental keluar dari kedai, mereka pun dapat kembali bergerak, tapi mereka mengalami luka dalam yang cukup parah akibat pukulan jarak jauh Jaya yang membuka totokan mereka barusan. "Pergilah! Sebelum aku berubah pikiran!" gertak Jaya, keempat orang itu pun pergi meninggalkan kedai yang masih hujan deras.
Seperginya keempat begundal brewok itu, Jaya langsung menghampiri Holiang "Ncek tidak apa-apa?"
Holiang pun menggeliat bangun. "Owe tidak apa-apa, tadi owe sudah menotok jalan dalah dan minum owat penangkal lacun ini, tapi sepeltinya keadaan Pak Haji lewih gawat!"
Jaya dan Holiang pun menghampiri Pak Haji yang terluka parah akibat paku-paku hitam beracun itu, Holiang segera menotok beberapa bagian tubuh Pak Haji sementara istrinya yang masih muda hanya bisa menangis sesegukan. "Haiya lukanya cukup dalam, paku itu memang welacun, halus segela didolong kelual dali tuwuhnya!" ucap Holiang.
"Tuan Pendekal boleh owe minta tolong?" tanya Holiang.
"Tentu saja, apa yang bisa saya lakukan?" jawab Jaya.
"Tolong dudukan tubuh Pak Haji, lalu tolong alilkan tenaga dalam ke punggung Pak Haji untuk mendolong lacun jahat keluar dali tubuhnya, tenaga dalam owe sudah telkulas gala-gala lacun sialan tadi!" jelas Holiang. Jaya pun melakukan apa yang diminta Holiang, beberapa saat kemudian Pak Haji pun batuk-batuk darah lalu muntah darah, semua darah yang keluar nampak menghitam.
Holiang menarik nafas lega setelah melihat racun paku hitam itu telah berhasil didorong keluar oleh Jaya. "Syukullah lacunnya sudah kelual, tapi welum semuanya sebab kalau dikelualkan semuanya Pak Haji wisa kehilangan semua dalahnya… Tapi Teteh tidak usah khawatil, ini owe kasih obat dewa lamuan dali negeli tiongkok haaa, owat yang ini ditaburkan diatas lukanya, yang pil ini diminum sehali tiga kali, Pak Haji pasti sembuh lah!" terang Holiang pada istri Pak Haji.