Download App

F I F T I E T H ; Back to Reality

London, 2019.

AWALNYA, ini keinginan gadis itu. Awalnya, ia begitu merindukan ingar-bingar kota ini dan juga keluarganya yang selalu sibuk dengan pekerjaan mereka. Dan awalnya, ia merasa dunia ini adalah tempat yang paling tepat untuknya.

Namun sekarang tidak semenjak hatinya sudah ada pemiliknya. Ia selalu bertanya, mengapa laki-laki itu tega membiarkannya sendiri di sini. Membiarkannya pulang dan kembali ke hari-hari yang tidak ada artinya lagi tanpa kehadiran laki-laki itu.

Sudah berbulan-bulan ia menjalani harinya dengan normal, namun di dalam dirinya seakan merasa masih ada yang kurang. Dan tentu saja ia tahu apa penyebabnya. Sudah berbagai cara dia mencoba untuk kembali, namun itu sangatlah susah.

Oline menghela napas gusar. Matanya menatap ke luar dinding kaca kafe yang ditempatinya, menunggu seseorang yang berjanji menemuinya.

“Astaga, maaf membuatmu menunggu terlalu lama. Kau tahu aku baru menyelesaikan masalahku dan harus mendengar ocehan dosen killer itu, bukan?”

Jesiana, gadis itu tidak berubah sama sekali. “Kau memang selalu membuatku menunggu,” balas Oline santai.

“Oh, ayolah. Kau nampak seperti seorang gadis yang telah lama menunggu kekasihnya saja.” Jesiana menyimpan tas selempangnya di kursi yang masih kosong lalu bertopang dagu. “Padahal kau tidak pernah memiliki kekasih.” Cibirnya kemudian.

“Memang iya ….”

“Jawabanmu terlalu ambigu. Iya untuk tidak pernah memiliki kekasih atau iya karena kau menunggu kekasihmu yang telah mencampakkanmu?” Sebelah alis Jesian terangkat, menuntut jawaban di selingi senyuman jahil.

Oline mendengkus kesal. “Iya karena aku sedang menunggunya dan iya karena dia mencampakkanku tanpa berkata lebih dahulu.” Seketika Oline merasa kesal. Dia sudah menunggu selama empat bulan. Dia kira Kennan akan kembali menjemputnya setelah dia sadar bahwa dia benar-benar merasa nyaman di dunia Dracania dan perasaan rindu akan Bumi hanya sesaat. “Sialan.”

“Wow, wow … tenang dulu Nona Oline. Kau membuatku takut.”

Masih diselimuti rasa kesal, Oline berdiri dan melangkah pergi meninggalkan Jesian yang menatapnya tercengang. “OLINE! SIAPA YANG AKAN MEMBAYAR MINUMANMU INI?!”

Oline termenung beberapa saat, menunggu di parkiran hingga Jesian menepuk pundaknya dengan ekspresi kesal. “Kau yang minum, aku yang membayar. Ide yang bagus.”

Seketika Oline menyengir. “Aku sadar saat ini aku sedang PMS, jadi maklumi saja emosiku yang tidak terkendali.”

Jesian memutar bola matanya kesal lalu melangkah menuju mobilnya, diikuti Oline dari belakang. “Aku sedang dalam mood yang buruk. Bisakah kau memutar lagu?”

“Of course, yes!”

Dengan segera Oline mengenakan sabuk pengaman dan memperbaiki duduknya untuk mendapatkan posisi yang nyaman. Dia memejamkan matanya, lalu menghela napas pelan. Oline rasa kesabarannya semakin terkikis sekarang.

….

In my dreams, you’re with me

We’ll be everything I want us to be

And from there, who knows, maybe this will be the night that we kiss for the first time

Or is that just me and my imagination

….

Seketika Oline tersentak mendengar lirik lagu tersebut. Is Kennan just my imagination? Oline tertawa pelan, namun tak ayal air matanya meluruh juga.

Jesian yang tengah fokus menyetir melirik sahabatnya ketika mendengar isakan pelan dan sontak terbelalak kaget. “Astaga, Oline! Kau menangis?!”

“Kenapa kau putar lagu itu?” tanya Oline pelan.

“Aku suka liriknya. Apa kau saking terbawa suasana sampai menangis?” Terdengar nada menggoda dari pertanyaan itu. Oline mendengkus lalu memilih memejamkan matanya dan menenangkan diri sejenak.

***

Suara kicauan burung membuat Oline sedikit terusik. Mau tak mau dia harus membuka matanya. Sinar mentari langsung memasuki netranya begitu terbuka, membuatnya sedikit mengernyit sambil menyipitkan mata.

Namun saat sadar akan sekitarnya yang familier, Oline masih tenggelam dalam ketertegunannya sebelum dia dengan ragu melangkah.

“Aku … kembali?” gumam gadis itu tak percaya. Seluas senyuman menghiasi wajahnya, lalu tanpa ragu ia berlari pelan menuju sebuah pohon tempatnya bertemu dengan Kennan. Dia masih ingat dengan jelas di mana letak pohon itu.

Ketika sampai, napasnya terengah-engah. Sebelum Oline melihat apa yang ada di balik pohon itu, dia mengatur napasnya sembari merapikan penampilan.

Seakan merasa lebih baik, dengan tenang Oline menoleh ke arah belakang pohon, namun kosong. Tidak ada siapa pun di sana. Oline mendongak, menatap ke atas pohon. Namun di sana hanya terdapat seekor burung yang sedang berkicau.

Tersadar sesuatu, dengan cepat Oline mencubit dirinya sendiri. Namun dia tidak merasakan apapun. Seketika dia tersenyum masam. Apa sekarang Kennan tengah membalasnya? Dulu sewaktu baru tiba di tempat ini, dia berharap bahwa itu hanyalah mimpi. Namun sekarang, saat dirinya berharap ini nyata, yang terjadi adalah mimpi.

Oline duduk di bawah pohon itu, mendongak menatap langit, lalu memejamkan matanya. Menghalau air mata yang lagi-lagi ingin keluar.

“Oline ….”

Mendengar seruan itu, Oline menoleh kiri dan kanan. Suara itu sangat tak asing di telinganya.

“OLINE!”

Seketika gadis itu tersentak kaget dan guncangan pada bahunya terhenti. Netra Oline menemukan Jesian yang menatapnya khawatir.

“Ada apa?”

“Kita sudah sampai— tunggu, kau menangis lagi?” Mata Jesian menyipit. “Menangis dalam tidurmu, heh? Apa yang kau mimpikan?”

Sontak Oline mengusap sekitar matanya. “Aku tidak menangis.” Bantahnya langsung.

“Ya, ya. Anggap saja mataku sedang bermasalah. Padahal kenyataannya memang seperti itu. Bahkan kau sampai mengigau.”

“Mengigau? Aku?” Oline mengerutkan kening.

Jesian mengangguk. “Kau terus mengigau ‘Pangeran menyebalkan’ dan ‘aku merindukanmu’.”

“Kurasa kali ini telingamu yang bermasalah.”

Lagi-lagi Jesian memutar bola matanya, malas. “Oke, fine! Di sini aku yang bermasalah.” Sahutnya sambil membuka pintu mobil dan meninggalkan Oline yang tertawa mendengar perkataannya.

***

Lagi-lagi hutan ini. Oline memang sudah terbiasa untuk ini. Mimpi yang selalu menemaninya selama setahun ini. Mimpi yang akan selalu sama, di mana dia hanya berjalan-jalan dalam kesunyian yang menyelimuti dan berakhir berteduh di bawah pohon yang akan selalu mengingatkannya pada Kennan, lalu menunggu saat untuk bangun.

Dia tidak bisa keluar dari hutan ini. Pernah sekali Oline berusaha mencari jalan keluar, namun dia akan selalu kembali ke tempat semula.

Langit tampak berawan, dan sinar matahari nampak lebih menyengat. Oline kembali ke pohon itu, menatapnya lama. Keningnya mengernyit, lalu dengan segera membersihkan debu yang agak menutupi batang pohon tersebut.

Mata Oline melebar sempurna. Dia melangkah mundur, dengan air mata yang siap meluruh di saat ini juga. Ada tulisan di batang pohon itu. Walaupun cukup kecil dan pudar, namun dia masih dapat membacanya.

Aku egois karena menahannya di sisiku. Padahal dia di sisiku karena ingin kembali.

“Kau memang egois!” Oline langsung menghapus air matanya yang mengalir. “Kau yang membuatku nyaman di sini. Dan kau juga yang menghilangkan kenyamanan itu. Kau benar-benar menyebalkan.”

Oline menyandarkan punggungnya pada pohon tersebut. Perlahan punggungnya merosot turun. Dia duduk di tanah sambil memeluk kedua kakinya yang tertekuk lalu menumpukan kepalanya di lutut. Oline menangis, mengeluarkan semua yang ada di hatinya selama setahun ini.

“Kalau kau ingin aku hidup normal tanpamu, berhentilah menarikku ke sini.”

Terima kasih untuk kalian yang senantiasa menunggu updatean Prince in a Dream hingga tamat.

Ini bener-bener tamat, ya. Ga ada epilog atau extra part.

Rada apatis sebenarnya saat publis part ini. But ... ya udahlah.

Ada yang masih mau peluk Kennan dan Oline secara nyata? Coba absen dulu sini yang bener-bener mau ikut PO. Soalnya ini bakal self-publis dan minimal ordernya 30 eks. Kalau yang minat di bawah 30 orang, novel PIAD batal (padahal dah bikin part-part baru versi novel) ✌

Ada yang sudah masukin ke library?

Salam fantasy,ShinyAlph♡


Load failed, please RETRY

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C51
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login