Download App
94.23% test project 123 / Chapter 49: F O U R T Y E I G H T H ; Party

Chapter 49: F O U R T Y E I G H T H ; Party

Kerajaan Altissimo nampak sangat sibuk. Kali ini, pelayan yang terlihat sibuk di sekitar istana tiga kali lebih banyak dibanding sebelumnya. Memang tak mengherankan sebab hari ini adalah hari besar di mana para petinggi dari setiap kerajaan yang berlindung di bawah kerajaan Altissimo akan berkunjung. Bahkan Caitlin yang bernotabene jarang bekerja pun menguras tenaga untuk memberitahu para pelayan tentang dekorasi bagian dalam istana utama, tempat berlangsungnya pesta nanti.

Persiapan semakin mantap, karena itulah Caitlin tersenyum puas sambil bersedekap, mengamati ruangan luas yang menjadi hasil kerja kerasnya selama beberapa hari belakangan ini. Caitlin juga telah merancang gaun untuk Elica, Oline serta dirinya sendiri. Karya-karya yang tertampung di dalam otaknya ini memang harus dia salurkan dengan baik.

Di samping itu, Oline yang terjebak dalam istana hanya bisa pasrah menerima segala bentuk pelayanan yang diberikan beberapa pelayan yang diutus Caitlin. Sejak pagi, Oline mengawali harinya dengan luluran di seluruh tubuhnya, berendam bersama kelopak-kelopak bunga dengan semerbak baunya, mencoba belasan gaun indah, hingga saat ini dia berakhir dengan riasan pada wajah dan rambut.

Sebenarnya Oline sudah menolak kegiatan melelahkan ini, namun pelayan-pelayan itu tidak mengindahkan perkataannya dan terus melakukan pekerjaannya dengan sangat baik tanpa ada yang terlewatkan sedikit pun.

Oline menatap pantulan dirinya. Gaun berwarna biru seperti lautan lepas itu nampak sangat pas di tubuhnya. Riasan pada wajahnya terlihat indah. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai manis dengan hiasan permata di bagian samping kiri rambutnya. Seumur hidup, ini kali kedua Oline memuji dirinya sendiri cantik. Bahkan Oline menerka-nerka, apakah para pelayan itu menggunakan sihir agar dirinya terlihat cantik?

Pandangan Oline beralih pada pintu yang terbuka, menampilkan Caitlin dengan gaun berwarna merah muda. Oline hanya mampu berdecak kagum dalam hati. Gen keluarga ini memang menakjubkan. Masih mengamati penampilan Caitlin, mata Oline kini fokus pada sesuatu yang melekat di atas kepala Demon itu, sebuah mahkota putri. Ini pertama kalinya Oline melihat gadis itu mengenakan mahkota yang menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang putri.

“Penampilanmu selalu tidak mengecewakan!” seru Caitlin dengan senyuman lebar.

“Kau juga terlihat sangat cantik,” balas Oline dengan senyuman tipis. Jujur saja, kalau Oline adalah seorang pangeran di dunia ini dan bertemu dengan Caitlin, Oline akan segera menjadikan Demon itu miliknya. Selain mempunyai wajah rupawan, Caitlin sangat ceria dan dapat berbaur dengan mudah saat bersama seseorang.

“Sudah banyak yang datang, kita harus segera ke sana.”

Oline menganggukkan kepala lalu mengikuti langkah Caitlin. Dalam perjalanan menuju istana utama, Oline memikirkan berbagai hal. Salah satunya adalah apakah Kennan juga mengenakan mahkota pangeran sama seperti Caitlin? Kalau iya, pasti itu adalah pemandangan yang menakjubkan. Jarang-jarang Kennan menggunakan mahkotanya. Kalau Lord dan Queen, Oline sudah pernah melihatnya beberapa kali. Walaupun mahkota Caitlin tidak seindah milik Queen yang besar nan megah.

Kesan pertama yang Oline dapat begitu berdiri di dalam istana utama adalah menakjubkan. Sudah banyak para bangsawan yang memenuhi ruangan luas ini, dengan berbagai rupa dan pakaian yang melekat. Kali ini Oline tidak heran lagi akan wajah para bangsawan yang rupawan, sepertinya dia sudah mulai terbiasa dengan semua hal ini.

“Lakukan apapun yang kau inginkan. Aku harus memeriksa kembali persiapan untuk pesta ini.” Oline hanya mengangguk sebagai jawaban. Dia masih sibuk melihat sekitar, mencari keberadaan seseorang.

“Oline!”

Gadis yang diserukan namanya itu terperanjat kaget saat seseorang memeluknya dengan tiba-tiba. “Aila?”

Aila melepaskan pelukannya dengan senyuman lebar yang terulas manis di bibirnya. “Kau sombong sekali tidak pernah datang mengunjungi aku dan Ibu!”

Seakan baru mengerti situasi, Oline langsung memeluk Aila erat. “Astaga, aku benar-benar merindukanmu ….”

Elf itu terkekeh pelan sembari mengelus punggung Oline yang terekspos. Aila masih merasa bahwa dia sedang bermimpi. Bagaimana tidak, tadi pagi sewaktu dia bersama Vale sedang sarapan, seorang prajurit utusan kerajaan Altissimo datang mengantarkan undangan resmi untuk menghadiri pesta tahunan yang jatuh pada hari ini. Bahkan gaun dan perhiasan sudah dipersiapkan untuknya. Yang lebih tidak masuk akal, saat dia keluar dari rumah, sebuah kereta kuda yang sangat cantik sudah berada di depan rumahnya dan mengantar dia bersama Vale menuju kerajaan Altissimo. Melihat isi kerajaan Altissimo memang impian Aila, namun mendapatkan perlakuan istimewa ini membuat Aila merasa sedang bermimpi.

“Aku senang melihat kau baik-baik saja di sini,” ujar Aila saat Oline melepaskan pelukannya.

“Aku lebih senang begitu melihat kau menghadiri pesta ini. Kukira Kennan tidak akan benar-benar mengabulkan keinginanku yang satu ini.”

“Jadi, kau adalah dalang dibalik semua ini? Kukira aku murni diundang ke pesta ini.” Aila mencuatkan bibirnya. Oline terkekeh pelan lalu matanya jatuh pada sosok wanita yang berdiri di samping mereka.

Mata Oline berbinar lalu beralih memeluk wanita itu. “Ibu.”

“Bagaiman kabarmu?” tanya Vale sembari mengelus rambut Oline lembut.

“Baik, seperti yang Ibu lihat,” Oline merenggangkan pelukannya, menatap wajah Vale lalu menyengir.

“Ekhm, sepertinya keberadaanku diabaikan.”

Dengan kompak Oline dan Vale menatap Aila yang sedang bersedekap. Oline terkekeh. “Cemburu, huh?” Seketika wajah Aila berubah cemberut yang malah mengundang tawa Vale dan Oline.

Saat tengah berbincang mengenai hari-hari selama mereka tidak bersama, mata Aila fokus pada satu arah, mengabaikan celotehan panjang lebar Oline. Alis Oline mengerut samar, lalu mengikuti ke mana mata Aila tertuju. Namun Oline malah termenung saat melihat ke arah itu. Apakah Oline harus menyesal mengikuti pandangan mata Aila, atau malah bersyukur?

“Oline, Oline ….”

Oline mengerjap pelan begitu merasakan lengan Aila yang menyikut lengannya. Aila merapatkan diri ke Oline, lalu berbisik, “Apa cuma perasaanku saja atau Pangeran Kennan memang sedang melangkah ke sini?”

Pertanyaan Aila membuat Oline tertegun sejenak, hingga sadar bahwa ucapan Aila benar karena kini Kennan berdiri tegak di hadapan mereka dengan sorot mata datarnya. Lagi-lagi Oline tertegun.

Dugaannya benar, hari ini Kennan menggunakan mahkota. Jantung Oline berdegup kencang, perasaan gugup dan malu menjadi satu saat mata Kennan tidak terlepas dari wajahnya.

“S-sepertinya aku harus mencari Ibu … sampai jumpa, Oline!”

Hendak menahan kepergian Aila, Oline malah tidak menemukan keberadaan Elf itu di sampingnya lagi. Perlahan Oline kembali menatap Kennan yang masih memperhatikannya. Baru saja Oline ingin mengeluarkan suara, Kennan sudah mendahuluinya sambil menadahkan tangan. “Ingin berdansa denganku?”

“Tapi aku tidak bisa berdansa ….” Kennan tersenyum tipis. “Aku akan mengajarimu.” Demon itu beralih menarik tangannya lembut, membawanya ke tengah ruangan. Beberapa pasangan sudah melakukan dansa romantis mengikuti alunan musik yang lembut.

Kini Oline dan Kennan sudah berdiri berhadapan. Oline menundukkan kepala, karena jujur saja, pesona Kennan malam ini sungguh sangat menakjubkan. Bahkan Oline tidak mampu mendefinisikan bagaimana perasaannya saat ini.

Kennan menarik pinggang Oline mendekat, gadis itu refleks memegang kedua pundak Kennan dengan mata melebar kaget.

“K-kau—”

“Ikuti saja langkahku.” Kennan menarik tangan kiri Oline dan menggenggamnya, sementara sebelah tangannya memegang pinggang Oline sedangkan tangan kanan gadis itu masih berada di pundaknya.

Dengan hati berdebar, Oline mengangguk. Perlahan kaki Kennan bergerak, dan Oline berusaha mengimbanginya. Beberapa kali Oline menginjak sepatu Kennan, lalu meringis pelan kemudian. Oline melepaskan tangannya dan melangkah mundur begitu saja. “Maaf. Aku tidak bisa melakukannya.”

Oline berbalik dan melangkah pergi dengan kepala menunduk. Tidak sengaja dia menabrak seorang perempuan lalu mengucapkan maaf dan kembali melangkah pergi dengan terburu-buru. Setiap pergerakannya tidak luput dari pandangan Kennan. Demon itu malah tersenyum miring, dan hendak mengejar kalau saja seseorang tidak menghentikan niatnya.

Keluar dari ruangan itu mungkin menjadi pilihan terbaik. Angin malam langsung menyambut dan membelai pipinya lembut saat dia menginjakkan kaki di luar istana. Oline melirik sekitarnya, para prajurit yang berjaga masih bergeming di tempat seolah tidak terpengaruh akan keberadaannya. Di luar istana pun sangat sepi karena semua orang memilih menikmati pesta di dalam.

Oline menghela napas pelan. Dia melangkah pelan menelusuri lorong outdoor sambil melihat ke samping kiri dan kanan. Dingin kembali terasa menusuk kulit, namun Oline menikmatinya.

Langkah Oline terhenti di taman bunga. Semerbak bunga yang dibawa angin yang berembus pelan membuat mata Oline terpejam, menikmati.

“Kau bisa sakit jika berada di sini.”

Oline menoleh, kemudian malah mendapati sosok yang ingin dia hindari. “Kenapa kau di sini?”

Kennan menaikkan sebelah alisnya. “Ini kerajaanku, jadi aku mempunyai hak untuk berada di mana saja.”

Memutar bola matanya malas, Oline membalas, “Kalau begitu aku yang harus pergi.” Belum sempat melangkah, Kennan mencekal lengannya.

“Kau marah?”

“Tidak.”

“Kau memang marah. Sekarang katakan, kali ini apa salahku.”

“Aku bilang tidak. Kenapa kau menyebalkan sekali?” desis Oline pelan.

“Kalau begitu, mari kita lanjutkan kegiatan kita yang tertunda tadi.” Oline menatap Kennan, hendak memprotes namun pemuda itu malah menyela, “Di sini tidak ada orang lain, dan aku tidak masalah jika kau terus menginjak kakiku.”

Oline menunduk, lalu perlahan mendekatkan diri pada Kennan dan meletakkan kedua tangannya di bahu Demon itu. “Aku ingin seperti ini.”

Kennan tersenyum. “Baiklah,” jawabnya lalu melingkarkan tangan di pinggang Oline. Tanpa musik yang mengiringi, mereka mulai berdansa.

“Maaf ….” cicit Oline tatkala kembali menginjak kaki Kennan.

“Jangan hiraukan.”

Oline mengangguk pelan. Dengan posisi seperti ini, Oline dapat mencium aroma Kennan dengan jelas. Dan dia menyukainya.

“Hari ini kau menggunakan mahkota.”

“Apa aku terlihat aneh?”

“Tidak!” sergah Oline cepat sambil mendongak. Dia tersentak pelan, dengan kepala yang menunduk malu. “Kau terlihat menakjubkan,” gumamnya.

Kennan menghentikan dansanya lalu Oline melirik wajahnya ragu. Senyuman hangat langsung Oline dapatkan ketika mendongak. “Kau juga terlihat sangat menawan.” Bisik Kennan tepat di samping telinga Oline. Wajah gadis itu langsung memanas saat bibir Kennan mengecup keningnya lembut.

If I had the power to stop time, I would do it right now.

September 23, 2019.


Load failed, please RETRY

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C49
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login