Sean sudah di bawa ke dalam sebuah ruangan dan yang pasti itu bukan instalasi gawat darurat. Jessi dan mbak Yayu hanya bisa menunggu saja. Jessi terduduk dengan hati yang penuh dengan rasa sesal. Hatinya terasa amat perih dan penuh dengan luka. Sesal selalu saja dia datang terlambat. Andai rasa sesal itu datang lebih awal mungkin tidak akan begini ceritanya.
Gadis itu terus menitikan air matanya tanpa bisa dia bendung. Tubuhnya masih bergetar tak bisa dia kendalikan. Lemas dan seperti tak bertenaga. Dia hanya bisa menangis saja saat ini.
"Kalian putus?" ucap mbak Yayu memecah kesunyian.
"Iya, aku tadi mutusin dia, tapi..., Aku tidak menyangka bahwa Sean akan senekad itu mbak, Sika nyesel hik.. hiks...!" Gadis itu terus menangis dengan pilu. Dia hanya bisa menyimpan semua sesal yang tersisa.
Tetapi keyakinan selalu saja ada walau itu hanya beberapa persen saja.