Download App
100% Secretly Agent / Chapter 10: Chapter IX

Chapter 10: Chapter IX

"Apakah menurutmu kematian kedua orang tuamu itu hanya kebetulan saja? Tentu tidak. Dan kau sekarang dilatih untuk mengungkapkan siapa dalang dari pelaku insiden kematian orang tuamu juga keluarga dari anggota lainnya."

Paize duduk terdiam sambil menikmati suasana sore hari di belakang rumah khusus yang ditujunya tadi siang untuk dirinya dilatih menembak dan mempergunakan senjata api. Rumah khusus itu berada di pinggiran kota Seoul dan akses untuk menuju kesana cukup tersembunyi jauh di dalam hutan yang tidak banyak dimasuki oleh warga sekitar. Titik aman untuk ia belajar menembak dan semacamnya.

Setelah beberapa jam mempelajari kuda-kuda dari posisi menembak setiap senjata api yang telah disiapkan oleh Fadel, tubuhnya membutuhkan istirahat sebentar sebelum petang nanti ia harus melanjutkan pelajarannya lagi tentang bahasa asing yang juga akan dimentori oleh orang-orang ahli kepercayaan Fadel.

Langit sudah mengeluarkan warna orange yang menenangkan mata juga mood Paize saat ini, ia memandang jauh ke arah pohon-pohon besar yang mengelilingi rumah ini dengan banyaknya pertanyaan serta pemikirannya yang sedang bersarang di dalam kepalanya.

Sesaat kemudian, Ia membalikkan tubuhnya untuk saat merasakan kehadiran seseorang yang sedang berdiri di belakangnya dan menganggukkan kepalanya seraya mengucapkan terima kasih dengan suara yang pelan saat orang tersebut memberikan minuman dingin padanya.

"Apakah berat?" orang tersebut mengambil duduk di sampingnya dengan minuman untuknya sendiri di tangannya.

Paize hanya menggerakkan kepalanya ke samping saat pertanyaan itu terlontarkan. Ia tidak mengerti kemana arah pertanyaan orang tersebut.

"Apakah berat menjadi seseorang yang selama ini bukan dirimu?" kata Isabella, perempuan yang umurnya tidak terlalu tua darinya itu mengulangi lagi pertanyaannya.

Paize yang mengerti arah pembicaraan itu akhirnya menganggukkan kepalanya, "Berat. Tetapi itu yang menjadi tanggung jawabku sekarang." jawab Paize dengan mantap sambil memandang kejauhan lagi.

"Bagaimana kau bisa bergabung disini?" tanya Paize pada Isabella yang terlihat tidak ingin menyambut ucapannya barusan.

"Ah. Kau tau, semua orang yang masuk ke dalam organisasi ini sebagian besar tidak berkeluarga. Begitu juga dengan diriku, tanpa orang tua, kerabat maupun relasi yang jelas." jawab Isabella setelah beberapa lama terdiam, "Dan saat diriku putus asa dengan kehidupan ini, mereka datang padaku dan memberikanku kesempatan untuk hidup dan menjalaninya sepenuhnya dalam tugas organisasi." sambungnya lagi.

"I'm so sorry to hear that." kata Paize pelan, merasa bersalah karena membuat Isabella harus membuka luka lamanya itu.

"Naah, no problem. Sekarang hidupku bisa bermanfaat untuk orang lain juga sudah membuatku merasa senang dan bangga." kata Isabella sambil tertawa.

Isabella, gadis berusia 20 tahun yang pertama kali ditemukan oleh satuan Eagle yang dipimpin oleh Dewa atau yang dikenal dengan nama kode D01 di lapangan. Bella ditemukan oleh salah satu pasukan Eagle di bawah puing-puing reruntuhan dari bangunan yang beberapa menit baru saja meledak itu. Satuan Eagle dikerahkan ke lapangan untuk menetralisirkan titik kekacauan yang ditimbulkan oleh para perusuh yang membombardir kota kecil di bagian Portland itu. Dari 500 orang yang tinggal atau kebetulan berada disana, hanya 212 orang saja yang selamat. Dan penemuan Isabella menjadikannya 213 orang yang selamat sedangkan kedua orang tuanya dan juga saudara laki-lakinya dinyatakan tidak selamat karena kebakaran juga tertimpa reruntuhan bangunan rumahnya itu.

Dimulai dari sana, Isabella dibawa oleh salah satu pasukan Eagle itu ke tempat penampungan korban yang selamat. Tetapi karena rasa ibanya yang mengetahui keluarga gadis kecil ini telah tiada, akhirnya ia meminta izin D01 untuk mengasuhnya dan memberikan kehidupan yang bisa membuat gadis ini kembali tersenyum lagi. Tetapi hingga usianya beranjak kepala 2, senyuman itu juga jarang menghiasi wajah cantiknya itu.

"Enough about me! So, kapan kau akan memulai pelajaran selanjutnya?" tanya Isabella yang sukses membuat senyuman Paize meluntur karena mengingat beberapa tugas yang harus ia pelajari.

"Ugh! I really hate this! Fadel sepertinya benar-benar ingin membuatku menjadi gila!" kata Paize frustasi.

"Haha.. Oke, datanglah lagi lusa dan kita akan melanjutkan pelajaranmu disini." kata Isabella seraya berdiri dari duduknya dan menepuk bahu Paize sebelum akhirnya pergi meninggalkannya sendiri.

Setelah kepergian Isabella, Paize berdiri dan melenggang pergi dari rumah itu dan memasuki mobil yang sudah terparkir di depan untuk menjemput Paize pulang ke apartemennya. Mungkin setelah sampai, ia harus berendam di bathup dan sebisa mungkin memanjakan tubuhnya sebentar sebelum akhirnya ia harus menemui mentor bahasa Mandarin dan membuat otaknya kepanasan lagi.

****

"Nǐ hǎo, wǒ de míngzì shì Paize. Wǒ jīnnián shíqī suì"

Oke, selama sejam ia berlatih pelafalan dalam bahasa Mandarin, akhirnya ia berhasil mengucapkan kalimat sederhana seperti nama dan umurnya. Kepalanya benar-benar seakan meledak. Ini hanya kalimat sederhana saja, bagaimana jika nanti ia harus mempelajari pelafalan untuk percakapan sehari-hari ataupun untuk level tinggi?

"Fokus. Aku bisa melihat kau tidak fokus sekarang!" kata Meng Rui, mentornya yang sekarang sedang mengajarkan bahasa Mandarin.

"Lǎoshī, bisakah aku beristirahat sebentar? Kepalaku seakan mendidih dan akan meledak kapan saja!" kata Paize sambil mengacak-acak rambutnya dengan frustasi.

Sungguh, Mandarin dan Prancis adalah dua bahasa yang tidak pernah bisa masuk dan menetap di otaknya sedari dulu. Memang saat kelas 2 dan 3 ia sudah diajarkan bahasa asing dari sekolahnya dan Paize selama 2 tahun itu mengambil Inggris, Jepang, Prancis dan Mandarin selama setengah semester tetapi tetap saja kedua bahasa pilihan itu tidak bisa ia ingat sama sekali.

"Bertahanlah, atau kau ingin aku memanggil Fadel untuk mengajarimu?" tanya Meng Rui Laoshi, ia memang hanya menggoda Paize yang dari hari pertama sudah membuat kegaduhan di antara organisasi karena berani melawan Fadel tetapi tidak pernah bisa menang argumen darinya.

"NO!!! Oke, aku akan belajar dengan lebih giat lagi walaupun sampai darah keluar dari mata cantikku ini ataupun sampai muntahan keluar dari hidungku karena sudah tersiksa dengan materi yang kau berikan. Jangan beritahu pak tua itu!" kata Paize dengan panik tatkala Meng Rui menyebut nama orang yang paling sadis dalam memberi pelajaran padanya. Mengingat seperti apa Fadel menjadi mentornya saja ia sudah tidak ingin lagi! Pelajaran yang Fadel berikan saat di perusahaan itu saja benar-benar membuat Paize trauma. Benar-benar pak tua yang tak berperasaan!


Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C10
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login