Download App
100% YOUR PICTURE / Chapter 2: Gadis Kristiani

Chapter 2: Gadis Kristiani

Aku menerimanya, karena tak ingin melukai hatinya. Seumur hidupku, baru kali ini aku bertemu dengan seorang gadis yang memaksa ingin berteman denganku. Berbeda dengan gadis lain, yang mendekatiku karena tergila-gila dengan paras ketampananku yang hampir setara dengan aktor tampan Korea Selatan, Soong Joong Ki.

Bagai orang yang terhipnotis. Tanpa memikirkannya lagi, aku terikat janji dengannya. Aku takkan meninggalkannya, itu janji yang kusetujui.

Dia gadis Kristiani, kuakui dia sangat cantik. Jantungku selalu berdegup saat bersamanya. Aku berusaha menahan pandanganku dari wajahnya yang membiusku.

Kehadirannya, aku merasa ada sesuatu yang berbeda di hatiku. Bagiku dia gadis yang menarik, tapi aku sadar diri. Aku tak mungkin mencintainya, mustahil aku bisa bersatu dengannya, karena aku dan Ay berbeda keyakinan. Akan lebih baik jika aku dan Ay, bersahabat.

Aku merespon perkataannya yang tiada henti itu, seadanya saja. Lidahku terasa keluh. Sulit sekali membuka mulut, karena kegugupanku. Hari ini, hari pertama kami berteman. Aku berusaha membiasakan diri bersamanya, dan menerimanya selalu ada di sampingku.

Aku selesai melahap makanan. Kulirik Ay, yang ikut berhenti padahal makanan di piringnya masih tersisa banyak. Aku meneguk minuman.

"Gue mau mualaf."

Tiba-tiba aku tersedak. Air yang di dalam mulutku menyembur ke lantai kantin. Orang-orang di sekitar kantin, menolehku bingung. Namun, aku mengabaikannya. Aku menatap Ay, dengan mata terbelalak. Terkejut.

"Gue serius!" Ketus Ay, melototiku.

"Kenapa?" Tanyaku serius, aku tak percaya dengannya.

"Karena lo."

"What? Gue?" Kagetku seraya meletakkan tangan kanan di depan dada, mataku lagi-lagi terbelalak. Aku sangat terkejut mendengar alasannya ingin mualaf.

"Bukankah bersahabat seiman itu menyenangkan? Nanti kita bisa sholat bareng di mushola kampus, loh." Ucapnya tersenyum sumringah. Ay terlihat sangat bahagia, tapi aku tak menerima alasannya. Bagimana bisa aku penyebab mualafnya seseorang, sedangkan agama adalah urusannya dengan Tuhan.

"Jangan main-main, Ay. Seharusnya lo mualaf karena Allah, bukan gue!" Perjelasku, aku beranjak meraih tas dan membayar makananku ke pemilik kantin. Kemudian aku bergegas pergi meninggalkan Ay.

Aku tak setuju dengan keputusan Ay. Jika mau berteman denganku, ya berteman saja. Tak perlu mengorbankan agamanya, demi berteman denganku. Aku jadi menyesal menerimanya. Aku menoleh ke belakang. Kulihat Ay berlari mengejarku. Aku mempercepat langkah, memasuki kawasan kampus. Aku menghela napas legah, Ay kehilangan jejakku.

Aku berjalan santai, memasukan kedua tanganku ke saku celana. Menebar pesona pada kaum hawa yang berjalan melintasiku. Mereka berbisik, tapi aku mendengarnya. Mereka berkata, "dia Arvin fotografer tampan yang di IG itu, 'kan?"

Aku tetap bersikap biasa saja, memasang wajah datar. Padahal aku sangat bahagia, rasanya ingin terbang melayang ke angkasa. Kulihat jam tangan, waktu mata kuliah yang kedua masih lama.

"ARVIIIIIIIN!"

Aku menghentikan langkahku, setelah mendengar teriakan lantang memanggil namaku. Aku membalikkan tubuh ke arahnya. Aku mengernyit, bingung. Melihat seorang pria berkaca mata tak kukenal, berlari semakin mendekatiku dengan napas tersengal-sengal.

"Tadi gue gak sengaja lihat lo lewat depan kelas, gue izin keluar kelas setelah dosen selesai jelasin materi. Nama gue Ardo Fernando, panggil gue Ardo. Gue semester lima, gue ketua Komunitas Fotografi di Universitas ini. Gue punya bakat fotografi melebihi lo, cuma bedanya gue gak terkenal aja sih hehe." Ia tertawa kikuk, sambil menggaruk tengkuknya. Kemudian ia menepuk bahuku. Aku sedikit meringgis.

"Enak ya jadi lo. Udah tampan, fotografer muda, pasti lo dideketin cewek-cewek. Gue jomblo nih, kalau lo punya temen cewek bolehlah dijodohin sama gue. Gue belum pernah nyoba pacaran sama Adek tingkat." Sambungnya heboh sendiri.

Aku jadi teringat, Ay. Aku melihat sekeliling, tak ada tanda-tanda kedatangan Ay. Batang hidungnya pun tak terlihat.

"Gue boleh minta nomor WA lo gak? Ada yang mau gue bilangin sama lo, karena gue buru-buru mau masuk ke kelas lagi. Biasalah orang rajin, gak mau ketinggalan materi, heh." Ucapnya sambil mengangkat wajahnya dan mencolek hidungnya sendiri, kedua tangannya terlipat di depan dadanya. Ia berlagak sombong di depanku.

Aku tertawa kecil melihatnya. Dia Kakak tingkat pertama yang kukenal. Tingkahnya konyol, sepertinya ia orang yang baik dan mudah akrab dengan orang.

"Nomor WA lo." Ia menyerahkan handphonenya padaku. Aku mengambilnya, lalu mengetik nomorku. Kemudian mengembalikannya.

"Oke thnks, gue cabut." Pamitnya, berlalu begitu saja.

Aku membalikkan tubuhku, spontan aku terperanjat. Melihat Ay, tiba-tiba muncul menghalangiku. "Astagfirullahalazim," aku memegangi dadaku, jantungku nyaris copot.

"Lo ninggalin gue!" Teriaknya marah, berkacak pinggang.

"Lo jangan ngagetin, dong." Balasku sinis.

"Ayo minta maaf sama gue," ia mengulurkan tangan padaku, wajahnya melengus. Seakan tak sudi menatapku.

"Cepetan!" Bentaknya.

Aku menggaruk kepalaku yang tak gatal. Seharusnya aku yang marah padanya, setelah tahu alasannya ingin mualaf adalah aku. Kutatap Ay lekat, melihatnya marah seperti itu membuatku gemas. Aku tertawa kecil, kemudian meraih tangannya.

"Maaf," ucapku.

Ay tersenyum lebar, "aku memaafkanmu." Balasnya tercengir.

Melihatnya kembali ceria, aku tersenyum tipis.

Aku ingin melepaskan tanganku, tapi Ay malah semakin mengeratkan tangannya. Aku menatap sekeliling, berharap tak ada yang melihat kami. Jantungku berdebar, pipiku memanas. Aku menatapnya tajam. "Ay, lepaskan!"

"Gak mau!" Tolaknya.

"Lepasin, nanti dilihat orang!" Paksaku, berusaha menarik tanganku. Butiran keringat dingin mulai muncul di dahiku.

Aku bernapas legah, Ay melepaskan tanganku. Aku menjitak dahinya. Kemudian melanjutkan langkahku, meninggalkan Ay yang meringgis kesakitan memegangi dahinya.

"Arvin, tunggu." Ia menyusulku, berjalan beriringan denganku.

Tanganku masih terasa hangat, membekas. Sejujurnya, aku ingin lebih lama memegangnya erat. Rasanya tak ingin kulepaskan, selamanya. Tuhan, maafkan aku. Sungguh aku tak bisa menahan perasaanku pada gadis Kristiani ini.


Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login