"Hei, kau mau pulang?" Tanya salah seorang teman Haru yang saat ini sedang berjalan bersamanya.
"Iya. Malam ini, aku harus bekerja" Jawab Haru dengan senyum lebar terhias pada wajah berseri-serinya sore ini.
.....
Setahun setelah kelulusan, Haru melanjutkan studi pada salah satu universitas di Tokyo, dan mulai berpindah dari rumah ibunya sekitar setengah tahun yang lalu.
Ia juga bekerja sebagai seorang pelayan di suatu bar yang cukup besar di tengah kota sebagai kerja paruh waktunya untuk membiayai diri sendiri. Sehingga untuk memudahkannya menjalani dua hal secara bersamaan, ia memutuskan untuk pindah di tempat yang lebih strategis untuk kedua tempat itu sejak empat bulan yang lalu.
Awalnya, ia ditawarkan untuk menjadi seorang host pada bar lain di pinggiran kota. Karena wajah tampan dan juga tubuh ideal yang dimilikinya, sangat memungkinkan untuk menarik banyak pelanggan wanita di tempat itu. Namun, ia menolak, dengan alasan kuliah pagi yang ia ambil akan membuatnya mengantuk saat hadir, hingga Haru memilih bekerja pada tempat ia bekerja saat ini sebagai seorang pelayan.
.....
Malam ini, Haru berada di tempat dimana ia melakukan pekerjaan paruh waktunya. Ia terlihat begitu sibuk membawakan minuman kepada para tamu yang lumayan banyak malam ini, jika dibandingkan dengan para tamu yang hadir pada hari-hari sebelumnya.
Beeep Beeep Beeep
Haru segera menarik ponsel yang berada di saku celana bagian belakangnya. "Hei, aku masih di tempat kerja. Kau pasti sudah tau itu".
"Memangnya kenapa?! Apa aku tidak boleh menelponmu?!" Ketus suara seorang wanita di telpon saat ini.
"Huh! Aku sangat sibuk malam ini. Sudah dulu. Sekarang aku akan menutup teleponnya. Aku akan menghubungimu kembali saat aku selesai dengan pekerjaanku" Balas Haru, lalu segera menutup teleponnya, dan mulai melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda sebab telepon masuk dari seorang wanita.
Wanita yang meneleponnya baru saja adalah Nakao Reina, yang juga merupakan kekasih Haru saat ini. Ia seoarang mahasiswi di universitas terkenal di Osaka. Dan merupakan anak dari seorang presiden pada sebuah perusahan ternama di Jepang, yang katanya juga mempunyai hubungan yang baik dengan para petinggi Yakuza, menurut rumor yang beredar.
Mereka berdua bertemu di tempat ia bekerja saat ini, dan sudah menjalin hubungan sekitar tiga bulan lamanya.
Reina merupakan wanita pertama yang ia kencani sejak setahun setelah kelulusannya dari sekolah. Walaupun Haru telah menolaknya dua kali, wanita itu tetap tak menyerah hingga dibuatnya mengatakan "iya" dari bibir yang begitu enggan menyetujuinya.
*****
Sekitar pukul 01.00 pagi. Ia baru saja selesai dengan pekerjaannya. Dan walau ia terlihat begitu kelelahan, ia masih tetap setampan biasanya.
Ia hendak melangkah meninggalkan tempat ini, tetapi seseorang memanggilnya dan mulai mengajaknya berbicara.
"Hei, kerja bagus hari ini. Mau minum?" Tanya seorang pria dewasa yang berusia sekitar 25 tahun sembari menyodorkan segelas minuman di tangannya, dan sepertinya merupakan rekan kerjanya di tempat ini.
Haru memandang segelas minuman di tangan orang di hadapannya. "Hmm, tidak. Terima kasih".
"Hei, Takano-san! Jangan memberi anak itu minuman beralkohol" Seru seseorang yang sedang mendekati mereka berdua.
"Hahaha sayang sekali. Padahal aku ingin mengajaknya mabuk-mabukan malam ini" Orang yang disebut sebagai Takano ini begitu menertawakan hal itu.
"Hei, aku bercanda, ya? Jangan menganggapnya serius" Lanjutnya, lalu pergi mengambil tempat untuk meneguk minuman, meninggalkan Haru dan juga seseorang yang menegurnya tadi.
"Kau mau pulang? Aku akan mengantarmu" Kata orang itu dengan senyum manis pada wajahnya.
"Ah, tidak perlu" Kata Haru sambil tersenyum.
Orang itu beberapa kali mengajaknya untuk pulang bersama, tetapi Haru terus saja menolaknya dan membuat orang itu menyerah, lalu bergegas pergi. Setelah itu, ia pun mulai meninggalkan tempat ini.
Di waktu lewat tengah malam ini, suasana masih cukup ramai sebab banyak orang-orang Jepang yang memilih lembur atau mengambil waktu kerja malam. Mungkin cukup aneh untuk orang-orang di luar pulau Jepang, tetapi bagi orang Jepang sendiri adalah hal yang cukup biasa.
Haru berhenti di bawah lampu LED di tengah kota, lalu menarik ponselnya untuk mengabari dan mulai mengetik sebuah pesan singkat untuk kekasihnya, Reina. Tetapi, karena lama tak membalas, ia pun mulai melanjutkan langkah untuk segera kembali beristirahat di tempatnya.
Di perjalanan dalam menyusuri keramaian kota, ia melihat seseorang yang tidak asing baginya; berdiri sambil memainkan ponselnya; dan mulai mendekat untuk memastikannya. "Ko? Apa itu kau?"
"Ah, senpai! Lama tidak berjumpa, senpai. Kau terlihat sangat kelelahan malam ini" Kata Ko yang tampak senang melihat Haru.
"Apa yang kau lakukan tengah malam begini?" Tanya Haru dengan mengerutkan keningnya.
"Ah, hmm, aku...aku sedang menunggu seseorang, senpai. Kalau kau sendiri?" Kata Ko, kembali menanyai Haru.
Haru menghela napas panjang. "Aku baru pulang dari kerja paruh waktuku".
"Wah, benarkah? Dimana kau bekerja, senpai? Aku akan kesana kapan-kapan kalau aku ada waktu" Tanya Ko sekali lagi dengan begitu bersemangat.
"Pulanglah. Jangan cemaskan ibumu" Kata Haru, tidak memberi jawaban sambil menyentuh kepalanya, lalu segera meninggalkan Ko.
Ko terus saja mengikutinya dengan menanyakan hal yang sama, tetapi Haru mengabaikannya. Tidak mungkin untuk memberitahunya jika ia ingin pergi kesana, sebab tempat kerjanya bukan diperuntukkan untuk orang-orang dengan usia sepertinya, bahkan untuk Haru sendiri. Akan tetapi, manager pada bar itu sepertinya melihat peluang dari usia dan wajahnya hingga ia menerimanya untuk bekerja paruh waktu di tempat itu.
.....
Setibanya di tempat ia tinggal saat ini, ia pun segera masuk ke kamar mandi untuk menghangatkan air. Sambil menunggu, ia ke dapur untuk memanaskan sushi yang dibelinya pada supermarket di perjalanan pulangnya tadi, lalu menyantapnya.
Tak butuh waktu lama, ia pun bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya beberapa saat. Dan setelah itu, ia segera mengenakan celana Brief Boxer untuk beristirahat di tempat tidurnya yang nyaman tanpa mengenakan kaos di tubuhnya; mengistirahatkan tubuhnya yang seperti sudah tak bisa ia rasakan lagi.
Beeep Beeep Beeep
Dengan terkejut, ia kembali membuka mata saat ponselnya berdering. Ia kemudian meraih ponsel yang tergeletak di atas meja, lalu melihat nama dari si penelpon malam yang mengganggu waktu istirahatnya.
"Reina, bisakah kau berhenti meneleponku pada tengah malam seperti ini? Aku ingin istirahat, dan besok aku harus bangun pagi-pagi" Kata Haru yang terus berusaha agar setiap kalimatnya terdengar jelas, sebab rasa ngantuk membuatnya terbangun setengah sadar.
"Apa kau tidak merindukanku?!" Tanya Reina dengan kesal di telepon.
"Bukan begitu. Aku bahkan sangat merindukanmu. Tapi tolong, kau juga harus mengerti dengan keadaanku" Balas Haru yang pada saat ini begitu sulit untuk membuka mata.
"Hmm...baiklah. Tapi, aku tidak mau tau! Kita harus bertemu minggu ini karena aku akan ke Tokyo Jumat nanti!" Tegas Reina.
"Baiklah. Minggu ini. Aku janji" Kata Haru.
"Baiklah. Istirahatlah. Aku mencintaimu" Balas Reina.
Haru sedikit terkejut mendengar kalimat terakhir yang ia ucapkan, hingga membuatnya membuka setengah mata beratnya. "Kau juga...istirahatlah".
Reina pun segera menutup telepon yang berlangsung setelah Haru mengatakan hal itu, dan membuat Haru kembali melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda tadi.
Baru kali ini Reina mengucapkan kata cinta sejak terakhir kali ia menyatakan perasaannya terhadap Haru. Tak ada yang salah. Namun, entah mengapa jika mendengar kata "cinta" membuatnya teringat akan sebuah masa lalu yang tertidur di dalam kepalanya saat ini.
*****
Ding Dong
Ding Dong
Haru membuka kedua matanya perlahan ketika bel pintu berbunyi menyelubungi keseluruhan kamarnya, dan bergema di telinganya.
Ia meraih ponsel yang berada di samping tubuhnya, lalu melihat jam yang tertera pada layar. Pukul 6.00 pagi. Masih terlalu pagi untuk seseorang yang ingin bertamu di hari minggu. Sangat mengganggu. Pikirnya.
Ding Dong
Ding Dong
Ia menatap langit-langit kamarnya beberapa saat, lalu segera bangkit dari tempat tidur, dan mengenakan baju kaos hitam yang diraihnya dari gantungan di belakang pintu kamarnya. Kemudian, ia mulai melangkah; berjalan terhuyung-huyung seperti orang mabuk karena rasa kantuk.
Ding Dong
"Ya...ya...tunggu...aku datang...aku datang" Haru menguap sekali untuk melepas sedikit rasa kantuknya.
perlahan ia membuka pintu, lalu mencondongkan tubuhnya untuk melihat siapa orang tidak sabaran yang membunyikan bel pintu di pagi buta seperti ini.
Hah?! Mata beratnya seketika melebar saat melihat seseorang yang berdiri sembari tersenyum manis di hadapannya. "Reina?! Apa yang kau lakukan pagi-pagi begini?!".
Wanita yang mengenakan mantel berwarna pitch lengkap dengan scarf yang dililit di lehernya hanya terus memberi senyum tanpa mengatakan apa-apa, lalu segera masuk begitu saja sebelum Haru mempersilakannya.
Ia melepaskan mantel dan scarf yang ia kenakan, lalu meletakkannya dengan begitu rapi pada sofa di ruang tengah.
"Di luar dingin sekali" Kata Reina yang saat itu sudah menyalakan TV.
Haru mengabaikan perkataannya; membiarkannya melakukan apa yang ingin dilakukannya sesuka hati. Kemudian, ia berjalan masuk ke kamar untuk melepaskan pakaiannya, lalu masuk ke kamar mandi.
.....
Beberapa saat kemudian, ia keluar dan terkejut saat Reina sudah duduk manis di atas tempat tidurnya sambil mengamati beberapa koleksi komik yang ia ambil dari lemarinya.
"Kau selalu bangun dengan tempat tidur yang tidak kau rapikan lebih dulu, jadi aku merapikannya" Kata Reina yang masih terus mengamati komik di tangannya.
Haru tidak mengatakan apa-apa, tetap sibuk dengan apa yang dikerjakannya saat ini. Dan setelah ia mengenakan celana pendeknya, ia pun pergi untuk menjemur handuk yang tadi dikenakannya di dekat jendela kamar, lalu segera mencari kaos di lemari.
Betapa terkejutnya, saat kedua tangan kurus Reina sudah melingkar di tubuhnya. "Ada apa lagi?".
Haru bisa merasakan pipinya yang lembut menyentuh kulit punggunya yang dingin. Reina juga sesekali menggosok-gosokkan kepalanya seperti seekor anak kucing yang ingin dimanja.
"Aku merindukanmu, tapi kau begitu jarang menghubungiku. Kenapa?" Tanya Reina dengan mengecilkan suaranya.
"Haru, kenapa?" Lanjutnya, mengulang pertanyaan yang sama.
Rasa terkejut membuat Haru terdiam setelah mendengar seseorang menyebutnya dengan nama itu.
"Jangan panggil aku dengan nama itu! Hanya ibuku yang boleh memanggilku dengan nama itu!" Kata Haru, lalu melepaskan kedua tangan yang sedang melingkar pada tubuhnya.
Haru berbalik dan tersenyum pada wanita yang memandanginya dengan air mata wanita itu yang sudah di ujung matanya. "Hei, kau tidak lapar? Aku akan membuat sarapan untukmu".
Namun, bukannya senang dengan perkataan Haru, wanita itu malah mendaratkan telapak tangannya pada wajah Haru dengan cukup keras.
"Kau bahkan mengalihkan pembicaraan!" Kata Reina yang dibuat menangis dengan rasa kesalnya.
Haru menarik napas dalam-dalam, lalu meraih tubuh Reina hingga tenggelam dalam dekapannya. Tangisannya pun juga semakin kuat di dada Haru hingga derai air mata membasahi tubuhnya.
"Kita sudah hampir empat bulan bersama, tapi kau sama sekali tidak pernah peduli denganku!" Ketus Reina yang masih tersedu-sedu di dadanya.
"Husss...ini salahku. Apa yang harus kulakukan agar kau memaafkanku, hah? Kencan? Kau ingin berkencan, kan? Siang ini, Bagaimana?" Kata Haru dengan berbisik lembut.
Reina perlahan mengangkat kepalanya dan menatap Haru dengan tatapan yang lebih baik dari sebelumnya. Ia kemudian mengangguk sekali dengan begitu bersemangat sambil mengusap air matanya.
Senyuman yang terpancar pada raut wajahnya mengatakan bahwa ia sudah lebih baik dari sebelumnya setelah mendengar ajakan untuk berkencan dengan Haru siang ini.
Haru menyentuh wajah Reina dan memandangnya; mengamati keseluruhan tiap sudut wajahnya dengan memaraskan senyum yang siapa saja bisa luluh saat melihatnya, lalu kembali memeluk tubuh Reina yang juga membalas pelukannya dengan erat seakan meremas punggungnya begitu kuat.
*****
13:00
"Reina, kau sudah siap?" Tanya Haru yang saat ini sedang menunggunya di luar.
Reina keluar dengan terburu-buru sambil mengenakan sepatu sebelah kirinya. Dan setelah ia rasa siap, ia pun segera menggandeng lengan Haru dengan begitu semangatnya.
Mereka berdua berjalan menyusuri keramaian orang-orang yang melakukan aktivitas di kota, dan berhenti pada sebuah rumah makan dengan corak tradisional China yang begitu kental pada keseluruhan ruangannya.
Seorang pelayan pria menghampiri mereka; tersenyum ramah; dan menawarkan menu-menu makanan yang ditulis menggunakan aksara China; lalu segera memesan beberapa menu yang tampak begitu lezat kelihatannya.
"Haru?" Panggil Reina sambil menggenggam tangan kanan Haru dengan tangan lembutnya.
Haru menarik tangannya pelan-pelan, lalu memencet-mencet keningnya dengan kedua jarinya. "Reina, berhentilah memanggilku dengan nama itu".
Seketika itu juga, Reina memasang wajah cemberut yang malah membuatnya semakin terlihat imut. "Aku yakin, kau tidak mau dipanggil dengan nama itu bukan karena hanya ibumu yang boleh memanggilmu dengan nama itu, kan? Pasti kau menyembunyikan sesuatu dariku!".
Haru menghela napas panjang. "Aku hanya teringat oleh masa lalu yang menyakitkan jika mendengar seseorang memanggilku dengan nama itu".
"Mantanmu?! Kau masih menyukainya?! Jadi, kau punya mantan yang tidak bisa kau lupakan?! Sekarang, aku benar-benar marah padamu!". Ketus Reina dengan memalingkan wajahnya.
"Kau benar-benar berpikir kalau aku menyukainya? Tch, bahkan aku tidak pernah menjalin hubungan sedekat itu dengannya" Kata Haru dengan nyengir.
Reina masih enggan menatap wajahnya, bahkan terlihat semakin kesal setelah mendengar perkataan itu!
Haru berdiri, lalu membungkuk meraih wajah Reina dengan lembut. Kemudian, perlahan ia mencium bibirnya yang dingin dan lembut, serasa mencicipi sesuatu yang manis. Namun, hanya sesaat sebab orang-orang yang berada di ruangan ini mulai melirik ke arah mereka berdua, seakan mata mereka saling bergunjing, "Hei, lihatlah! Ada pasangan muda sedang melakukan hal mesum di tempat ini!".
"Kau tau? Aku sangat membenci orang itu" Kata Haru yang menatap wajah kemerahan wanita yang kembali memalingkan wajahnya dari Haru, dan juga terlihat malu-malu setelah ia mengecup bibirnya.
Mendengar seseorang memanggilnya dengan nama itu, membuatnya begitu takut untuk membangunkan rasa yang sedang tertidur pulas di dalam dadanya; yang sama sekali tak ingin menyadarkan rasa itu hingga harus melakukan suatu kesalahan yang sama. Begitu menyakitkan jikalau harus mengingat seseorang yang mempunyai kenangan buruk bersamanya.
*****
Paragraph comment
Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.
Also, you can always turn it off/on in Settings.
GOT IT