Matahari bangun dari peraduannya. Sinar hangatnya menyerap embun yang menempel di dedaunan. Kicauan burung pun terdengar merdu menyambut dunia yang cerah. Secerah parasku yang terlukis di pantulan cermin.
Hari ini, aku sudah siap sedia untuk berkelana mengarungi negeri kota hujan bersama lelaki pujaan hati.
Radit, cowok masa kini yang selalu hadir dalam imajinasi liarku. Makhluk rupawan yang senantiasa menjadi idaman para laki-laki belok penyuka batangan. Spesies langka yang akan membuat para botol-botol kecap mencercap dan berguncang hebat burit-buritnya.
Sapose dese! Paripurna lekong dambaan uke-uke manjah seperti akyu ... Ooopss! Masih di rumah gak boleh jadi kembang goyang (baca : ngondek).

''Duh ... manise anak Emak," celutuk Emak yang nongol dari balik pintu kamarku. Beliau tersenyum menatapku yang berdiri sok cantik di depan kaca.
''Eh ... Emak, bikin Thom kaget aja!'' Aku buru-buru bersikap sok gentle. Aku tidak mau gelagat ngondek-ku disaksikan oleh wanita yang telah melahirkan dan membesarkanku.
''Mau ke mana sih, Le, pagi-pagi udah rapi amat ...'' Emak memandangiku dengan seksama.
''Thom mau jalan-jalan, Mak ... ke Bogor bareng temen!'' jawabku.
''Oh, gitu ya,'' timpal Emak sambil memegangi kedua pipiku dan menatapku lekat-lekat, 'Thom ... hari ini kau nampak ceria dan berseri-seri seperti orang yang sedang jatuh cinta, kau seolah hendak bertemu dengan seseorang yang sangat spesial di hatimu ...'' tambahnya.
''Hehehe ... Mak, tau aja, sih!'' ujarku malu-malu.
''Taulah ... Emak 'kan pernah muda juga, dulu Emak waktu jatuh cinta dan mau bertemu dengan bapakmu sikap Emak juga sama persis kayak kamu sekarang ini ... genit-genit manjah di depan cermin,'' terang Emak.
''Ah, Emak ... jangan samain Thom dengan Emak dong, Thom 'kan laki-laki ... lagipula Thom mau jalan dengan teman laki-laki juga kok, Mak ... jadi Emak jangan berpikir yang aneh-aneh!''
''Ooooh ... '' Emak melongo, mulutnya membentuk lingkaran menyerupai logo Opera Mini.
Aku tersenyum garing melihat tingkah Emak yang sedikit konyol dan naif.
TEETTTT!!!
TEETTTT!!!
TEETTTT!!!
Terdengar suara klakson motor yang nyaring melengking. Aku tahu, itu suara jeritan klakson motor Radit, kurasa dia sudah tiba di depan rumahku.
''Mak ... itu teman Thom sudah datang, Thom pamit dulu, ya!'' Aku menyalami tangan Emakku tersayang dan menciumnya dengan tulus.
''Ya, Le, hati-hati di jalan!'' Tangan Emak mengusap-usap lembut rambutku.
Aku menatap wanita paruhbaya ini dengan tatapan sendu, senyuman di bibirnya merekah seakan memberikan dukungan semangat tak terbatas buatku.
''Emak ... i love you!'' ujarku dalam hati soalnya aku canggung kalau mengucapkannya secara langsung, hehehe ...
Kemudian, dengan gesit aku menyambar tas ransel yang sudah bercokol di atas kasur.
Aku menggendong tas ransel itu, lalu segera berjingkat ke luar rumah. Di sana Radit dan motornya telah berdiri stanby menantiku. Langsung saja, aku menghampiri Radit dan duduk manis di jok belakang motornya. Sejurus kemudian, Radit menyalakan mesin motornya dan cuss ... satu tarikan gas-nya langsung meluncurkan kendaraan roda duanya ini. Sebelum pergi aku mendongak ke arah jendela rumah, aku melihat siluet bayangan Emak yang sedang melambaikan tangannya mengiringi kepergian kami.
__Ah Emak ... bikin aku terharu saja!
Di tengah perjalanan, tiba-tiba Radit melambatkan laju kendaraannya. Tangannya yang kasar itu perlahan meraih tanganku dan mengusapnya dengan lembut.
''Tangan lo lembut sekali, Thom seperti kapas ...'' ujar Radit.
''Hehehe ... gombal!'' Aku menabok punggung Radit.
''Serius, tangan lo kayak tangan perempuan, tapi gue suka!''
Aku hanya tersenyum di balik punggungnya yang lebar.
''Thom ... berpeganglah dengan benar!'' seru Radit sembari menuntun tanganku untuk melingkar di pinggangnya, ''jika perlu peluk saja tubuh gue, gak papa!'' imbuhnya.
''Iya, Dit!'' timpalku.
''Gue akan menambah kecepatan laju motornya! Lo siap?!''
''Siap!''
NGEEEEEEEEEEENNNNNNNGGGGGGG!!!! WUZZZZZZzzzzz ...
Radit benar-benar seperti orang yang kesetanan saat mengendarai motornya ini, hingga tanpa sadar aku mencengkram kuat-kuat pinggangnya. Aku merapatkan tubuhku ke tubuhnya dan memeluknya dengan erat. Aku juga tanpa segan menyandarkan kepalaku di atas punggungnya. Rasanya sungguh nyaman sekali. Bagai dunia ini milik berdua. Aku tidak peduli dengan orang-orang yang ada di sekitar jalanan ini. Aku tidak peduli dengan pandangan mata mereka serta anggapan mereka terhadap kami. Aku dan Radit benar-benar cuek bebek dengan sikap apatis mereka. Mungkin mereka berpikir bahwa kami ini pasangan nyeleneh yang mencoba eksis dengan tampil terbuka di muka umum. Keacuhan kami berlatar lantaran kami berpendapat bahwa mereka, orang-orang itu tidak ada yang kami kenali, jadi kami enjoy untuk coming out di depan mereka.
Well, berjam-jam telah berlalu, dan kini kami berdua telah tiba di tempat wisata tujuan kami. Curug Cibaliung yang terletak di desa Karang Tengah, kecamatan Babakan Madang, Sentul Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Di sini kami disambut dengan hijaunya hutan pinus yang asri. Udaranya sangat sejuk. Perjalanan yang panjang dan melelahkan seolah terbayar dengan pemandangan yang sangat indah dari air terjun yang nampak seperti kumpulan air hujan raksasa yang mengguyur tajam ke tanah hingga terbentuk kolam alam yang menawan. Airnya jernih dengan hiasan tetumbuhan hijau dan batuan cadas. Sungguh, curug ini bak lukisan natural realisme, maha karya yang mampu memanjakan panca indera.
''Thom ... apa lo udah pernah ke sini?'' tanya Radit.
''Baru kali ini, Dit,'' jawabku.
''Lo suka, gak?''
''Suka banget, Dit! Selain sejuk udaranya, juga indah pemandangannya.''
''Ayo, ikut gue, gue akan tunjukkan tempat yang jauh lebih indah dari ini!'' Tangan Radit menggandeng tanganku dan membawanya ke sebuah tebing bebatuan yang agak sepi dari jamahan pengunjung.
Radit mendudukan aku pada salah satu batuan besar, lalu duduk tepat di sampingku, jaraknya sangat dekat hanya beberapa cm saja. Dari batuan ini mata kami bisa melihat pemandangan curug ini secara utuh. Nampak jelas orang-orang di bawah sana yang sedang mandi berendam di kolam dan langsung mendapat kucuran air terjun yang deras.
''Thom ... '' Suara Radit terdengar syahdu di antara semilirnya angin yang berhembus sepoi-sepoi.
''Iya ... '' balasku sembari mendongak ke arah Radit.
Aku dan Radit jadi saling berpandangan. Saat ini aku melihat ada pancaran berbinar dari sorot mata Radit yang bening. Pancaran itu seolah menghantarkan gelombang mikromagnetik yang mampu menggetarkan sendi-sendi di ruang sanubari. Hatiku turut berdesir bersama detak jantung yang terpacu jauh lebih kencang denyutannya.

''Wajah lo manis banget, Thom ... seperti permen kaki ...'' ujar Radit pelan.
Aku jadi tersenyum simpul, ''hehehe ... terima kasih!'' kataku.
''Apalagi senyuman lo, Thom ... seperti ada lelehan madu di setiap kulit bibir ranum lo ... benar-benar super manisnya ...''
''Gombal, iiih ...''
''Gue serius, Thom ...'' Kedua tangan Radit menyentuh permukaan pipi chubby-ku. ''Pipi lo juga empuk seperti bakpao, kulit lo halus seperti porselen ... mulus seperti jalanan tol ...'' lanjutnya.
''Dasar penggombal!'' tukasku.
''Hehehe ...'' Radit hanya meringis, ''Rambut lo juga lembut, Thom ... gue jadi ragu, sebenarnya lo ini laki-laki atau perempuan, sih ...'' katanya.
''Hei ... lo lihat dong postur gue! Edi Sud, Rahmat Kartolo, tempe penyet!''
''Apa, tuh?''
''Maksud lo, Nyet!''
''Hahaha ... please jangan ngambek, gue cuma bercanda, Thom!''
''Hahaha ... gue laki-lakilah, Dit!'' timpalku.
''Masa' seeh ... kok, ada laki-laki yang model begini ...''
''Radit ... sebenarnya lo ini memuji gue atau meledek gue, sih ...''
''Hahaha ... gue pasti memuji lo-lah ...''
''Hmmm ...'' Aku bersingut manja.
''Thom ...'' Radit mendekati aku lebih dekat lagi.
''Apa?''
''I love you!'' bisik Radit mesra di kupingku dan itu membuat sekujur tubuhku jadi mendadak panas dingin. Dadaku terasa berdegup lebih keras seperti bunyi gendang yang bertalu kencang.
''Mau gak, lo jadi BF gue?'' lanjutnya menembak.
Oh Tuhan, aku merasa seperti waktu berhenti pada detik itu juga. Ungkapan Radit betul-betul seperti obat bius yang bisa membuatku lalai dalam kesenangan yang paling hakiki.
''Apa yang lo ucapkan itu sungguh-sungguh, Radit?''
''Ya Thom ... gue suka, sayang dan cinta sama lo ... gue rela mutusin Edo karena gue ingin berpacaran dan menjalin hubungan serius dengan lo ...''
Aku terdiam dan tak berani menatap mata Radit. Aku merunduk dan mematung seperti boneka.
''Thom ... '' Radit mengangkat daguku perlahan, ''katakan pada gue ... apa lo juga suka dan cinta pada gue? Lo mau 'kan jadi BF gue ... gue janji akan setia sama lo ... gue akan menyayangi lo dengan tulus, Thom ...'' ujarnya.
''Ya, Dit ... gue juga suka dan cinta sama lo,'' Akhirnya aku tak kuasa menahan diri dan mengakui juga perasaanku.
''Jadi?''
''Gue mau jadi BF lo, Dit!''
''Sungguh?'' Tangan Radit memegang kedua bahuku dan kedua matanya menatapku lekat-lekat.
Aku tak bersuara dan hanya menganggukkan kepala perlahan-lahan.
''Gue senang Thom, lo mau menerima gue jadi pacar lo ...''
''Gue juga, Dit!''
''Thom ...''
''Iya ...''
"Apa gue boleh mencium bibir lo, sekarang?''
''Hah ... di sini?'' Aku membelalakkan mataku.
''Iya ... boleh, tak?''
Aku tak segera menjawab, aku hanya celingukan ke sana kemari memperhatikan orang-orang yang ada di sekitar area ini. Dan pada saat itulah dengan gesit bibir gempal Radit mengecup lembut bibirku. Gila! Nekat juga nih, anak ... di tempat umum dan terbuka begini dia berani mencium bibirku. Aku hanya melongo dan terperanjat antara kaget dan suka menikmati kuluman bibir Radit yang penuh sensasi ini.

Hari itu, 27 Agustus ... aku resmi menjadi pacar Si Bollywood's Face, Radit.
***
Malam harinya, aku mengabarkan kebahagiaan ini kepada Edo, tapi apa jawaban dari mulut lemes sahabatku itu?
''Selamat ya, Cong ... semoga langgeng hingga ke jenjang yang lebih serius ... bila perlu hingga kakek-kakek ... dan satu lagi ... Jadi botita itu yang elegan jangan kayak BOTOL KECAP dicrot sana dicrot sini ... Enek tau!''
Aku meringis dan tidak menggubris celotehnya, selanjutnya Edo memblokir semua nomor kontak dan media sosialku.
~TAMAT~
— The End — Write a review