Cahaya matahari pagi memaksa masuk melalui kisi-kisi jendela. Memberikan kehangatan di wajah Ayudia. Akhirnya ia membuka mata meski rasa malas yang mendera dengan hebat. Gadis itu mengumpulkan tenaga, berusaha untuk bangun.
Ia meraba kening, Ayudia tidak lagi merasakan sakit kepala yang berat. "Sepertinya aku udah gak demam lagi," batinnya. Ia merasa lebih baik walaupun tubuhnya masih terasa lemas.
Ayudia mengambil ponsel. Deretan angka pada layar menunjukkan waktu sudah jam 8 pagi. Dia melihat banyak sekali pemberitahuan panggilan tidak terjawab dari Fatir. Dia merasa lega karena sebelumnya sudah mengatur ponselnya dalam mode 'diam' sehingga tidak perlu terganggu dengan panggilan lelaki itu.
{Yu, di meja makan ada bubur untuk kamu sarapan. Aku udah buatin kamu teh, ada di dalam termos kecil. Aku pulang dulu. Ada sesuatu yang harus aku kerjain} Azka mengirim pesan.
{Kamu nanti ke sini lagi?} balas Ayudia.
{Iya. Nanti aku ke sana lagi. Tunggu aja} Azka berjanji.
{OK} balas Ayudia sambil menghela napas panjang dan berat.
Ayudia menyantap bubur dan meminum teh yang telah disediakan oleh Azka setelah sebelumnya ia membersihkan diri terlebih dahulu. Setelah sarapan, ia kembali merebahkan diri di kasur.
Gadis itu menghela napas panjang sekali. Dia merasa sangat malu pada Azka yang telah melihat semua yang terjadi. Bagaimanapun, dia menyimpan rasa untuknya sejak pertama melihat lelaki itu.
Rasanya sangat tidak nyaman saat Azka mendapatinya bersama lelaki lain, padahal mereka pernah pergi bersama, meski hanya jalan-jalan saja, tetapi memang itulah kenyataannya. Dia memiliki rasa untuk lelaki itu, tapi dia juga merasa tidak layak untuknya. Azka sepertinya lelaki yang sangat menjaga dirinya, berbanding terbalik dengan dirinya sendiri. "Mungkin aku harus melupakan perasaan ini," ucap Ayudia di dalam hati.
Pikiran Ayudia seperti ditarik kembali pada sebuah kejadian tahun lalu.
"Aduh, Bang. Sakit banget. Aku udah gak sanggup lagi." Ayudia meringis kesakitan. Ia merasa sangat sakit di area 'pribadinya'.
Sudah hampir dua jam mereka bergumul. Pria di atasnya itu sama sekali tidak peduli. Dia terus membuat tubuhnya turun naik di atas Ayudia.
"Sudah, Bang. Aku mohon. Berenti ... sakit banget." Ayudia memohon dengan lelehan air mata. Seluruh tubuhnya terasa sangat sakit dan dia merasa sangat lemas karena kehabisan tenaga.
Pria itu pun melepaskan miliknya. Ayudia lega, penderitaannya akan segera berakhir. Namun, bukannya berhenti, lelaki itu justru mendekat dengan seringai yang mengerikan. Dia menarik kepala Ayudia dengan kasar, menyumpal mulut Ayudia secara paksa. Dia menyenangkan dirinya dengan 'cara lain'
Ayudia muntah, milik lelaki itu terus menohok-nohok tenggorokanya dengan kasar dan tanpa ampun. Dengan air mata, dia menelan lagi muntahannya sendiri. Lelaki itu kemudian menariknya lagi, memaksa memasuki dirinya lagi.
"SUDAH! SAKIT!" Ayudia berteriak kasar sambil mendorong tubuh lelaki itu menjauh dari tubuhnya yang lemah dengan sisa tenaga yang dimilikinya.
"Apa-apaan kamu, hah?!" Wajah lelaki itu terlihat marah. Suaranya terdengar tersengal-sengal karena sudah 'bekerja keras'
"Aku mau pulang! Ini sudah kelewatan!" Ayudia menyapu air mata di pipinya.
"Hahaha." Gelak tawanya mengisi ruang kamar hotel. "Mau pulang? Kamu lihat 'kan kita belum selesai? Aku bahkan belum 'mendapatkannya'. Puaskan aku dulu baru kamu pulang!" ucap lelaki itu tanpa belas kasihan.
"Aku gak sanggup lagi ...." Ayudia memohon belas kasihan.
"Oke kalau mau tetep maksa mau pulang, tapi kamu gak akan mendapatkan bayaran 1 sen pun." Dia bicara dengan nada tinggi dan mengancam. Lelaki itu menyeringai sinis sambil merebahkan tubuhnya terlentang di atas kasur.
"Ayo! Puaskan aku! Do your best!" Lelaki itu terus memaksa tanpa henti. Seakan ia tak lagi memiliki nurani. Ia melambaikan tangan pada Ayudia. Memerintahkan Gadis itu datang mendekat.