"ttiiinn..tiiinnn..." Nesya membunyikan klaksonnya. ia mengendarai motornya ke coffeshop di daerah kaliurang sore itu. jalanan lumayan macet, untunglah Nesya pandai mengendarai motornya jadi dengan gesit ia melewati kemacetan dengan menembus jalan-jalan kecil di Jogja.
sore ini Nesya memiliki janji bertemu dengan Arya dan sahabatnya satu lagi yang bernama Bela. setelah 45menit menempuh perjalanan dari selatan ke utara, Nesya melihat motor Bela di parkiran. Nesya juga melihat ada bmw hitam yang terparkir, Nesya langsung teringat si brengsek Dipta.
Nesya menarik nafas panjang, merasa kesal mengingat apa yang dia dengar kemarin.
dasar bajingan... batin Nesya.
Nesya melepaskan helmnya dan masuk ke coffeshop. matanya mencari sosok Bela dan Arya.. dilihatnya mereka berdua sedang asik berbicara satu sama lain.
"woy!" Nesya setengah berteriak. beberapa orang di meja sebelah sampai menengok tapi Nesya bersikap acuh. ditariknya kursi disamping Bela dan duduk disana.
"jadi gimana? kata arya lo sekarang kerja di penginapan temennya ya? enak nggak? pasti banyak bule ya?" cecar Bela tak sabar.
"gue belom pesen minum loh ini haus dari selatan ke utara tak juga aku berjumpa.." jawab Nesya dengan nada lagu Wali band.
Bela lalu memberikan menu pada Nesya. setelah memesan minum dan camilan. Bela mengulangi pertanyaannya.
"banyak kalo bule mah.. makanya lo main nginep disana sih nemenin gue.." kata nesya. bela terkekeh, "nggak bisa.. laki gue ngamuk ntar.." jawab Bela sedih.
Bela sudah menikah dengan temannya semasa SMA dulu. karna Bela adalah gadis yang sedikit bandel ketika kuliah, suaminya sedikit posesif dengan kehidupan Bela sekarang. dia tidak melarang Bela bertemu teman-temannya.. tapi banyak sekali larangan yang suaminya berikan. dan Bela benar-benar menurutinya.. Nesya awalnya pikir itu hanya akan bertahan sebulan. tapi hingga setahun menikah Bela masih menepati janjinya dan karna itu jarang bertengkar dengan suaminya. Bela terlihat bahagia sejauh ini walaupun tidak bisa melakukan hal-hal yang pernah dia lakukan dulu.
sedangkan Arya seperti biasa, sibuk dengan handphonenya.
"lo weekend gini masih sibuk ngurusin kerjaan aja ya?" tanya Bela.
arya mengangguk, "kalian kan tau kalo bentar lagi hari valentine. kantor gue kerjasama sama mall onoh buat bikin acara di rooftopnya." jelas Arya.
nesya mengangguk-angguk. nesya beberapa kali nongkrong disana karna tempatnya nyaman dan banyak jenis makanan yang bisa dia makan disana. jadi Nesya yakin acaranya akan sukses mengingat Arya adalah leader yang baik. nesya tak masalah jika Arya mengecek ponselnya. mungkin karna terbiasa, Arya bisa fokus dengan ponselnya tapi mendengarkan apa yang orang lain katakan. multitasking yang bagus dan Nesya memahami bahwa Arya memang bekerja keras di tempat kerjanya sekarang.
"nanti malem mau lanjut masuk nggak? temen gue ada yang ngajakin.." arya bertanya. mematikan ponselnya dan meletakannya di meja lalu meminum kopinya. memandang dua gadis di hadapannya dengan pandangan bertanya.
"nggak bisa gue.. no." Bela menyilangkan tangannya di depan dada, "laki gue bisa ceramah dari A sampe qatar kalo tau gue masuk. dah mending gue ngebir-ngebir aja di rumah lanjut skidipapap..." Bela tertawa, wajahnya terlihat mesum, Arya begidik ngeri.
glek.
nesya menelan ludahnya. ucapan bela barusan benar-benar menohoknya.
"napa lo Nes kok pucet gitu? abis skidipapap lo ye.." ejek Bela. Arya tertawa mendengar ejekan Bela.
"skidipapap ama jari dia mah kan tau sendiri abis dicampakkan sama Billy..." tambah Arya.
Nesya memasang tampang sedih. "kalian berdua ini emang temen-temen nggak tau diri ya.."
"lagian lo nggak bosen apa Nes.. udahlah cari cowok lagi.. cowok tuh banyak diluar sana. bibir lo tuh pecah-pecah kurang ciuman.." Bela menambahkan. bela ini memang hobi sekali mengejek Nesya. inilah sebabnya Nesya selalu kesal karna Bela selalu memiliki celah untuk menindasnya.
"berdoa makanya, minta Tuhan kasih lo cowok baru yang ganteng tajir baik.."entah maksud Arya mengejek atau memberi usul yang baik. wajah jahilnya benar-benar membuat Nesya sebal.
"nih ya lo garap skripsi berdoa berdoa berdoa kaga dikerjain emang bisa tau-tau besoknya wisuda? kan nggak. kalo gue berdoa ya Allah datangkanlah pria ganteng tajir dan menyayangiku apa adanya emang bakal brak tiba-tiba nongol disini tuh cowok??"
"Nes??"
pria itu ada disana.
oh crap.
#######
"hei.. aku nggak nyangka ketemu kamu disini.." Dipta tersenyum manis menatap Nesya yang membuang muka. pura-pura tak mengenalnya.
"sebentar, aku anter temen aku dulu ke parkiran. aku titip tasku ya.." Dipta meletakkan tas laptopnya di kursi samping Arya. lalu berlari menyusul seorang pria yang berdiri di dekat pintu keluar. mereka ngobrol sebentar dan berjalan keluar.
Bela melirik Nesya. Arya menunggu Nesya mengatakan sesuatu.
"apa???" Nesya malah bertanya apa yang mereka ingin nesya katakan.
"Tuhan kayaknya jawab doa lo barusan tuh.." Arya mengedipkan sebelah matanya.
"what the fuck... no... dia cuma salah satu yang nempatin penginapannya mas arman.." jawab Nesya.
bela menatap tak percaya, "dia ganteng banget Nes... eh, dia balik kesini..." bisik bela melihat Dipta berjalan ke meja mereka.
"sorry.. boleh gabung nggak?" Dipta berdiri dan bertanya dengan sopan.
bela tersenyum, "boleh duduk aja mas.. temennya nesya temen kita juga.."
nesya mendengus. Bela benar-benar bersikap seperti penjilat di hadapan pria tampan.
dipta lalu duduk di samping Arya. menatap Nesya yang pura-pura sibuk dengan ponselnya.
"nes... temen lo kagak disapa?" Bela menyenggol Nesya dengan lengannya.
"oh hai mas Dipta.." Nesya mengangguk, wajahnya terlihat kesal. membuat suasana di meja itu kurang enak.
dipta memandang Nesya sedih, "aku nggak ngerti kenapa kamu sampe semarah ini sama aku... yang terjadi kemarin malem kan.."
Nesya membungkam mulut Dipta dengan kentang goreng di meja. Nesya terlihat panik. matanya melotot kearah Dipta. Dipta mengunyah kentangnya dengan wajah menyiratkan kemenangan..
"did you guys just have sex last night?" ceplos Bela dengan tampang polos, tidak berpikir betapa mengerikan pertanyaannya itu.
Arya melongo. Dipta tersedak kentang goreng yang sedang dikunyahnya. nesya menatap Bela marah.
"ya nggak usah kesel gitu.. kan gue cuma nanya.. kalian skidipapap nggak? tinggal jawab yes or no.." Bela mengangkat bahunya tanda tak menyesal telah bertanya.
"yes.."
"no..."
nesya dan Dipta mengucap itu bersamaan. rasa-rasanya Nesya ingin membunuh Dipta saat ini juga, bagaimana bisa dia mengatakan yes??? yesss???? he fucking said yes???
"enak nggak??" bisik Bela di telinga Nesya. tapi jelas masih terdengar oleh Arya dan Dipta.
tawa Arya dan Dipta pecAh mendengar pertanyaan Bela. apalagi ketika melihat ekspresi di wajah Nesya yang merah padam. mereka mendapatkan jawabannya. untunglah senjata di Indonesia ilegal, kalau tidak Nesya pasti sudah menembak tiga orang dihadapannya sekaligus.
######
walaupun Dipta sempat ngobrol dengan Nesya dan teman-temannya. bahasan antara Nesya dan Dipta tidak ditanyakan lagi karna Nesya sepertinya benar-benar marah. Bela bertanya banyak soal kehidupan Dipta.. tentu saja Dipta menjawab beberapa yang sekiranya aman. Dipta merasa nyaman bertemu orang-orang yang tidak tahu identitas aslinya. walaupun Dipta bukan orang terkaya di Asia, tapi status Dipta sebagai penerus bisnis keluarganya cukup lumayan. Arya juga banyak bertukar pikiran dengan Dipta soal bisnis. Arya bekerja sebagai kepala humas di perusahaan penyedia provider yang cabang Jogja. Arya bangga akan pekerjaanya, tapi ia merasa lelah dan ingin membuka bisnisnya sendiri. Dipta tertarik merekrut Arya karna sepertinya pria itu kompeten dalam bekerja. tapi tentu saja Dipta menahannya, Dipta akan mencari jabatan yang cocok dulu untuk Arya sebelum bertanya apakah Arya mau jika suatu hari Arya memutuskan resign.
dipta menatap Nesya sesekali. Nesya lebih banyak diam, kadang dia menjawab iya atau tidak, tapi tidak tertarik sama sekali untuk ikut ngobrol. Dipta merasa menyesal karna membuat suasana hati Nesya menjadi buruk seperti ini. walau tidak tahu pasti apa alasannya, Dipta ingin sekali meminta maaf agar Nesya tak terus-menerus memasang wajah kesalnya seperti itu.
jelas sekali bahwa Nesya membenci Dipta.
"hey.." Dipta melihat Nesya masuk dari pintu garasi. Dipta menunggunya sejak tadi.. Dipta telah sampai di penginapan sejak sejam yang lalu.
nesya melengos, tak ingin melihat Dipta sama sekali. nesya sudah sengaja mengendarai motornya sepelan mungkin. berharap tidak berpapasan dengan Dipta di jalan.
"aku pengen ngobrol serius sama kamu.."
Nesya mendengus. "seriusin aja cewekmu sendiri.." desis Nesya.
Dipta menatap Nesya tak mengerti. ia tahu nesya mengatakan sesuatu tapi dia tak bisa mendengarnya.
"nggak ada yang perlu diomongin mas. tapi kalau mas Dipta perlu sesuatu di penginapan, bisa minta ke Mbok Inah." Nesya berjalan ke tangga.
Dipta meraih tangan Nesya, "aku perlu ngomong sama kamu.."
"oke oke.. mau ngomong apa?" Nesya sadar tak bisa terus menghindar. Nesya memutar arah dan berjalan ke sofa.
"kamu kenapa semarah ini sama aku?" tanya Dipta dengan wajah serius.
"..."
"apa yang kita lakuin malem itu consent. kamu bales ciuman aku..."
"ssshhh... bisa nggak sih nggak usah keras-keras ngomongnya? kamu emang pengen ngasih tau ke semua orang di planet ini kalo kita have sex ya??" Nesya kehilangan kesabarannya.
"nggak gitu nes.. dengerin aku.." Dipta meraih tangan Nesya yang langsung Nesya tepis. "apa yang kita lakuin malem itu karna kita sama-sama mau. oke? aku nggak bilang arman dan aku nggak berpikir kamu murahan atau apapun.. buat aku kamu emang beda.."
cih. Nesya melengos, malas menatap Dipta.
"aku tau kamu nggak akan percaya kalau aku bilang aku suka sama kamu sejak kamu bikinin aku kopi malem itu.."
Nesya menarik nafas, menatap Dipta tanpa Dipta bisa mengerti arti tatapannya "aku nggak punya hobi aneh semacam tertarik sama laki orang.. jadi please, dah ya mas.. kita baru ketemu loh masa bisa ada orang tiba-tiba suka.. kamu pikir aku percaya?? nggak sama sekali." Nesya bangkit dari duduknya.
"laki orang?? maksudnya gimana Nes aku nggak ngerti? kasih tau aku dulu.." Dipta menuntut penjelasan.
"nggak usah pura-pura nggak ngerti, aku denger kamu telfonan sama pacar kamu kemarin..." Nesya melipat tangannya di dada. merasa menang telah menjatuhkan bomnya.
dipta menatap Nesya tak mengerti. kemudian mengambil ponselnya di saku dan mengecek riwayat panggilan di ponselnya.
jarinya berhenti menyentuh layar ponselnya beberapa detik kemudian "ya tuhan Nes.. yang nelfon kemarin itu adik kandung aku.." Dipta membalik handphonenya menunjukkan riwayat panggilan di ponselnya.
nesya tak bisa berkata-kata. bomnya tidak meledak.