Arjuna berusaha menormalkan nada suaranya, semua ini tidak akan berhasil kalau semua pihak tidak mau mengalah dan lebih mementingkan ego masing-masing. Arjuna menuangkan air putih ke dalam gelas dan langsung meminumnya sampai habis.
"Sejelek apapun masa lalu yang dia alami, semua itu tidak bisa dijadikan alasan pembenar atas tindakannya menelantarkan anak kandungnya. Anak yang dilahirkan dari rahimnya sendiri, anak yang seharusnya dia jaga dalam pelukan bukan diserahkan ke orang lain demi menutupi aibnya," ujar Galih dengan suara bergetar.
"Paman paham apa yang kamu rasakan dan Paman tidak akan menyalahkan kamu tapi cobalah untuk pahami alasan kenapa Nyonya Sekar melakukan itu semua," ujar Arjuna.
"Apa yang aku harus pahami? Dia lebih memilih membuangku demi egonya atau aku harus pahami jika masih ada di dunia ini ibu yang sulit mengenali anak kandungnya sendiri? Aku berdiri di depannya, aku berinteraksi dengannya, dan aku menatapnya tapi dia sekalipun tidak pernah sadar kalau aku ... aku anak yang dikandungnya selama sembilan bulan," suara Galih kian serak. Napasnya tercekat dan rasanya ia ingin teriak kalau di dunia ini masih ada ibu seperti Sekar.
"Lo dengarin dulu cerita Paman dan jika semuanya sudah jelas, apapun pandangan lo tentang ibu semuanya tergantung diri lo sendiri," Daniel mencoba menengahi perdebatan Galih dan Arjuna.
"Alasan? Ya ya ya mungkin Paman akan cerita kalau dulunya dia melakukan kesalahan dengan salah satu pacarnya dan ternyata hamil di luar nikah dan pacarnya alias ayah kandung gue nggak mau tanggung jawab. Ujung-ujungnya dia malu dan menyerahkan gue ke orang lain agar aibnya tidak diketahui orang lain,"
Arjuna membuang napas dan menutup matanya mendengar tuduhan Galih yang tidak benar, "Ibumu diperkosa," ujar Arjuna lemah.
Galih langsung berhenti mengoceh setelah mendengar Arjuna bicara. Matanya melihat Arjuna dengan tatapan tidak percaya, selama ini tertanam di benak Galih kalau Sekar tidak sesuci penampilannya.
"Ibumu diperkosa dengan sangat brutal," ujar Arjuna sekali lagi. Daniel hanya bisa melongo dan tidak menyangka masa lalu Sekar bisa setragis itu.
"Ibumu stress berat dan dia menyerahkan kamu ke salah satu temannya agar dirawat tapi tanpa diduga semuanya berubah. Kamu diambil orang tidak bertanggung jawab untuk dijadikan senjata melawan ayahmu ... ayah kandungmu," ujar Arjuna.
Galih dan Daniel saling melihat satu sama lain, "Ayah kandung?" tanya mereka secara bersamaan.
"Pelaku yang memerkosa Nyonya Sekar adalah Tuan Ardan," Galih langsung tersandar dan tubuhnya lunglai. Kebencian yang selama ini mengakar di hatinya ternyata tidak beralasan, ibunya tidak sekejam pemikirannya dan selama ini ia sudah terlalu kejam menuduh dan menghina Sekar sebagai wanita sok suci.
Arjuna melihat perubahan wajah Galih yang tadinya keras dan penuh amarah sekarang mulai melunak. Mata Galih mulai memerah dan tangannya mencengkaram erat hingga urat-urat yang ada di tangannya terlihat dengan jelas.
"Ya Tuhan!" Galih menjambak rambutnya dan menangis pilu. Daniel dan Arjuna membiarkan Galih menangis sepuas hatinya agar Galih bisa melampiaskan kesedihan dan juga rasa bersalahnya.
"Paman tidak akan memaksa kamu menerima Nyonya dengan cepat tapi hargai saja dia sebagai wanita yang melahirkan kamu," sambung Arjuna.
Galih masih menangis pilu dan menyesal memperlakukan Sekar dengan buruk tanpa tahu apa penyebab Sekar membuangnya.
"Apa yang harus aku lakukan Paman?" tanya Galih putus asa.
"Semua tergantung hati kamu ... memupuk kebencian tidak mendasar atau mulai menerima kalau Sekar adalah ibu kandungmu," ujar Arjuna memberi pilihan.
"Aku hanya ingin dicintai Paman,"
"Nyonya Sekar sangat mencintai kalian. Baik anak kandung ataupun anak angkatnya. Mungkin caranya salah atau tidak sesuai keinginan semua pihak,"
Arjuna kembali menuangkan air putih di dalam gelasnya, "Masalah Ibu Marinka dan apapun rencana yang kalian susun, Paman harap kalian berhati-hati dalam menjaga diri dan jangan sampai kalian terluka,"
"Tumben jam segini kamu ke sini?" tanya Yana saat melihat Danu berdiri di depan pintu ruangannya. Danu tersenyum dan mendekati Yana. Danu ingin mencium Yana tapi Yana lebih dulu menghindar, Danu mengeram dan terlihat kesal setiap Yana menolaknya.
"Maaf ... aku nggak enak kalau dilihat orang," kilah Yana. Danu tertawa miris dan mengangkat bahunya, "Kamu sudah makan siang?" tanya Yana berusaha mengalihkan amarah Danu yang terlihat jelas dari raut mukanya.
"Belum," jawab Danu singkat. Selera makannya langsung hilang setelah penolakan Yana, hubungan mereka sudah berjalan hampir satu tahun ini dan Danu belum bisa membaca apa isi hati Yana.
"Ayo kita makan siang dulu ..." saat Yana ingin berdiri, Danu mengangkat tangannya untuk menahan Yana.
"Aku baru ingat ada janji dengan klien," Danu meninggalkan Yana dengan hati kesal dan sebagai laki-laki normal ia butuh pelampiasan. Yana tahu Danu sedang marah karena penolakannya tadi, Danu meninggalkan Yana dengan hati kesal.
Danu mengeluarkan ponselnya dan menghubungi wanita yang bisa membantunya bersenang-senang, wanita yang berani menggodanya saat makan siang dengan Galih beberapa hari yang lalu.
"Halo Danu,"
"Aku mau bertemu kamu, bisa?"
"Tentu saja bisa ... kapan dan di mana?"
"Sekarang di hotel Borobudur,"
"Baiklah dan tunggu aku di sana,"
Danu menyimpan ponselnya dan menatap panjang pintu ruang kerja Yana lalu Danu membuang napasnya sebelum pergi menuju tempat ia bertemu Jenny.
Tak lama setelah Danu pergi sebuah mobil sport melaju kencang dan berhenti persis di depan lobby kantor Yana. Galih lalu keluar dan mengacuhkan teriakan satpam yang melarangnya parkir di sana.
"Pak," panggil resepsionis saat Galih melewatinya begitu saja. Kesedihan Galih ia tutupi dengan muka datar dan kacamata hitam agar tidak ada yang tahu kalau ia habis menangis.
Galih lalu masuk ke ruang kerja Yana tanpa mengetuk.
"Maaf Bu ... saya sudah mencoba menghentikan Bapak ini," ujar sekretaris Yana.
"Kamu nggak salah kok dan tamu kita ini memang punya hobi masuk tanpa izin dan dia adik saya," ujar Yana. Galih tidak menunjukkan reaksi atas ucapan Yana dan lebih memilih duduk di sofa.
"Saya permisi dulu,"
Setelah pintu tertutup barulah Yana melihat Galih dengan tatapan kesal, "Mau apa lagi kamu? Lusa aku menikah dan jangan pernah berpikir aku akan tinggal diam ... hey!" Galih menarik tangan Yana dan memeluk Yana dalam posisi Galih duduk sedangkan Yana berdiri. Yana berusaha melepaskan pelukan Galih tapi ia urungkan saat sebuah airmata jatuh dan membasahi tangannya.
"Galih ..." Yana ingin memegang kepala Galih tapi ia urungkan.
"Ada apa?" akhirnya Yana mencoba bersikap selayaknya kakak. Mendengar curahan hati adik yang terlihat risau dan banyak masalah.
"Izinkan aku memeluk kamu sebentar saja, dada ini sesak Ayana dan hanya kamu tempat aku bisa meluapkan semua kesedihan ini," suara Galih serak dan bergetar.
Yana lalu duduk di samping Galih dan mengangkat kepala Galih yang masih menunduk. Yana lalu membuka kacamata hitam Galih dan melihat mata Galih sembab seperti habis menangis.
"Kamu kenapa?" tanya Yana.
"Apa yang akan kamu lakukan saat tahu ternyata kamu salah membenci orang, apa yang akan kamu lakukan ternyata semua pikiran buruk yang kamu tanamkan sejak kecil ternyata tidak benar?" tanya Galih.
Yana akhirnya paham kalau ini ada hubungannya dengan orangtua kandung Galih, "Kamu bertemu orangtua kandung kamu?" tanya Yana.
Galih mengangguk, "Sudah sejak lama aku mengetahui kalau dia adalah ibu kandungku. Aku pikir dia membuangku karena ingin menutupi aib, aku pikir dia tidak menginginkanku karena aku anak hasil hubungan gelap tapi nyatanya apa yang aku pikirkan semuanya salah," ujar Galih semakin sendu. Yana meremas tangan Galih dan ikut larut dalam kesedihan Galih, tanpa sadar airmata jatuh di pipi Yana walau setelah itu ia langsung hapus.
"Ternyata?" tanya Yana penasaran.
"Ibu kandungku diperkosa," ujar Galih. Yana terdiam dan tidak menyangka ternyata Galih anak hasil perkosaan. Galih tertawa miris dan menjambak rambutnya dengan kesal.
"Wanita mana yang mau mengasuh dan menjaga anak dari hasil perkosaan, dia tidak menggugurkan aku saja rasanya sangat beruntung,"
Yana membuang napas dan menghapus airmata Galih, "Yang terpenting semua kesalahpahaman sudah teratasi, sudah seharuskan kamu menjalin hubungan baik dengan ibu kandung kamu dan lupakan masa lalu yang menyakitkan," ujar Yana dengan bijak.
"Aku tidak ada muka bertemu dengannya lagi, selama ini aku memperlakukannya dengan sangat buruk. Mengacuhkan dan tidak menganggap dia ada, mungkinkah aku punya kesempatan lagi untuk memiliki hatinya?" tanya Galih dengan nada putus asa.
"Seorang ibu tetaplah seorang ibu, dia akan memaafkan semua kesalahan anaknya," balas Yana.
Galih membuang napasnya dan merasa sedikit tenang setelah mencurahkan hatinya. Ia beruntung Yana ada di sampingnya. Andai Yana tidak ada mungkin sejak tadi Galih memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah keluarga Mahesa.
Drttt drttt
Galih mengeluarkan ponselnya dan membaca BBM dari Jenny.
Jenny : Mangsa yang lo sodorkan sepertinya ketagihan dengan cumbuan gue. Sebaiknya lo bawa kakak lo ke sini, hotel Borobudur kamar 1405.
"Sepertinya aku butuh waktu untuk memikirkan ini semua. Mungkin malam ini aku tidak akan pulang ke rumah," ujar Galih.
"Kamu mau ke mana?"
"Untuk sementara aku akan nginap di hotel, bisa temani?" tanya Galih. Yana langsung menolak karena tidak ingin memberi harapan palsu apalagi lusa ia menikah dengan Danu.
"Aku tidak bisa," tolak Yana.
"Aku tidak bermaksud buruk Ayana. Aku sadar kalau aku tidak pantas untuk kamu, aku hanya minta kamu temani sebagai kakak dan adik," ujar Galih dengan wajah lugu. Raut muka Yana terlihat bimbang dan akhirnya ia menuruti keinginan Galih.
"Hanya menemani ..." ujar Yana dengan tegas, Galih mengangguk dan memberikan jari kelingkingnya sebagai bukti keseriusannya.
"Sebentar lagi kamu akan lihat betapa busuknya laki-laki yang akan kamu nikahi itu. Aku memang membayar Jenny untuk menggodanya, seharusnya jika dia memang laki-laki baik sehebat apapun Jenny menggodanya pasti dia akan tolak, bukannya tergoda dan akhirnya berhubungan badan. Aku tidak rela laki-laki itu menjamah kamu!" ujar Galih dalam hati.