Download App
6.58% The Twin Lions / Chapter 31: Welcome Home 4

Chapter 31: Welcome Home 4

Aslan dan rekan-rekannya menghabiskan waktu sepulang kerja mereka dengan bersantai sambil menikmati hidangan sate ayam di pinggir jalan Sabang.

Meski malam semakin larut, namun pengunjung jalan Sabang justru seolah tidak ada habisnya. Area itu masih saja ramai dengan orang-orang yang mencari hidangan malam. Rata-rata mereka adalah pekerja yang sepulang kerja menyempatkan diri untuk mampir melepas penat sembari mengisi perut.

"Ngomong-ngomong, Lan, kemaren gue liat video berantem lu. Gila, keren banget lu," ujar salah satu rekannya tiba-tiba.

Aslan tertawa pelan menanggapi ucapan rekan kerjanya itu.

"Kenapa lu ngga jadi Petinju aja, Lan?" sahut rekan kerjanya yang lain.

Aslan menggelengkan kepalanya. "Ngga ada duit, Bang."

"Emang kalo mau jadi Petinju-petinju gitu harus keluar duit banyak?" timpal salah satu rekannya.

"Iyalah, Bang. Kalo ngga ada yang sponsorin, biaya dari mana kalo mau ikut tanding. Buat dapet sponsor juga ngga gampang," sahut Aslan.

"Tapi kayanya kalo lu, pasti bisa dapetin sponsor, Lan," sahut yang lainnya. "Kalo mereka liat video lu, pasti mereka mau sponsorin lu."

"Emangnya Abang pikir yang jago tinju gue doang?" sahut Aslan sembari tertawa pelan. "Lagian gue ngga minat buat ke sana. Gue lebih enjoy kaya gini aja."

"Iya juga, sih. Kalo jadi Atlit begitu, pasti setiap hari isinya cuma latihan doang. Mana bisa, nih, malem-malem makan martabak kaya begini," goda rekannya sembari mencomot martabak telur pesanan mereka yang baru saja diambil.

Aslan dan rekan-rekannya yang lain tertawa pelan menanggapi ucapan salah satu rekan mereka.

"Lagian meskipun si Aslan ngga jadi Atlit tinju beneran, tapi dia sekarang jadi Selebgram," sela rekan kerja Aslan yang duduk di sebelahnya sembari tertawa dan menyenggol lengan Aslan.

"Itu, sih, cuma kerjaan anak tetangga yang suka nontonin gue latihan," sahut Aslan. "Dia yang bikinin akun itu. Gue, sih, ngikut aja."

"Lu tinggal rekam video, duit masuk ya," goda rekannya tersebut.

Aslan membalas ucapan rekannya dengan sebuah anggukan malu-malu. Anggukan Aslan segera disambut dengan tawa riuh dari rekan-rekan kerjanya. Aslan tersenyum simpul memperhatikan rekan-rekannya.

----

"Nah, di sini Mbak. Pusatnya jajanan malam. Tinggal pilih aja. Mau nasi goreng, ada. Mau sate ayam atau kambing, ada. Mau nasi uduk semur jengkol, ada. Mau ngemil-ngemil martabak, juga ada. Pokoknya Mbak mau makan apa aja di sini ada semua," terang Supir yang mengantarkan Leon dan Nadia begitu mereka memasuki kawasan jalan Sabang.

Mata Nadia berbinar-binar menatap puluhan pedagang kaki lima yang berjejer di sepanjang jalan Sabang. Tanpa sadar ia menelan ludahnya. Semua makanan itu terlihat enak di matanya. Sudah lama sekali ia tidak menikmati makanan Indonesia di pinggir jalan seperti ini. Ia kemudian menoleh pada Leon. "Lu mau makan apa?"

Leon segera menoleh pada Nadia. "Terserah lu, gue ngikut aja."

"Ngga ada sesuatu yang mau lu makan gitu?" tanya Nadia.

Leon menggeleng pelan. "Lu aja yang pilih."

Nadia akhirnya beralih pada Supir yang mengantar mereka. "Kalo Bapak biasanya ke sini makan apa?"

"Ya, kadang nasi goreng, kadang sate, kadang cuma mampir beli martabak buat anak," jawab Supir tersebut.

"Tadi, sih, saya sempet liat-liat di Google. Saya liat nasi goreng Sabang yang terkenal itu, Pak," ujar Nadia.

Supir yang mengantar mereka langsunfmg berseru ketika Nadia menyebut nasi goreng Sabang. "Oh, itu. Mbak mau makan di situ?"

"Jam segini masih ada ngga ya, Pak?"

"Ya, saya ngga tahu. Tapi, coba aja kita ke sana dulu," sahut Supir tersebut.

Nadia langsung tersenyum lebar pada Supir yang mengantarnya. "Ya, udah, Pak. Kita ke sana aja. Semoga masih ada," ujar Nadia penuh harap. Sedari tadi di perjalanan ia sudah melihat-lihat gambar nasi goreng sabang yang sangat terkenal itu dan sudah membayangkan rasanya yang pasti berbeda dengan nasi goreng yang biasa ia makan di New York.

Sementara Nadia sedang antusias membayangkan nasi goreng jalan Sabang, Leon hanya terdiam sambil menatap ke luar jendela mobilnya. Pandangan Leon tiba-tiba tertuju pada sosok seorang pria yang sedang duduk di pinggir jalan bersama rekan-rekannya.

Leon segera menegakkan tubuhnya. Matanya mengikuti sosok tersebut meski mobil yang ia naiki terus melaju. Sosok itu sangat tidak asing baginya. Ia melihat sosok itu setiap kali ia mematut dirinya di depan cermin. Kali ini sosok itu benar-benar hadir dan bukan sekedar pantulan dirinya di cermin.

----

Aslan tanpa sadar menoleh pada jalanan di sebelahnya. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba ia rasakan dan membuatnya seketika terdiam.

"Kenapa, Lan?" tanya rekannya yang menyadari Aslan yang tiba-tiba terdiam.

Aslan terkesiap dan segera menoleh pada rekannya. "Ah, ngga apa-apa." Ia kemudian melirik jam tangannya. "Bang, gue balik duluan, ya," ujarnya pada rekan-rekannya yang masih menikmati martabak sambil bersenda gurau.

"Yah, martabak aja belum abis, udah mau pulang aja," sahut rekannya yang lain.

Aslan tersenyum simpul menanggapi ucapan rekannya. "Besok masih harus beres-beres di sasana." Aslan mencoba untuk beralasan.

"Oh, gitu," ujar rekannya sembari manggut-manggut. "Ya udah."

Aslan segera merapikan tasnya dan berpamitan pada rekan-rekannya. Ia kemudian berjalan menuju motornya yang diparkirkan di depan sebuah minimarket. Sebelum menaiki motornya, Aslan memilih untuk masuk ke dalam minimarket tersebut untuk membeli air mineral dan rokok.

----

"Mau kemana, Le?" tanya Nadia begitu melihat Leon yang hendak pergi begitu mobil yang mereka naiki berhenti di depan sebuah warung nasi goreng.

Leon nampak gelagapan untuk menjawab pertanyaan Nadia. "Nanti gue ke sini lagi," ujarnya. Ia kemudian pergi meninggalkan Nadia yang terbengong-bengong dengan sikap Leon.

"Hati-hati nyasar," seru Nadia. Ia berdecak pelan lalu masuk ke dalam warung nasi goreng tersebut bersama dengan Supir yang menemani mereka.

Leon berjalan cepat di sepanjang trotoar jalan yang penuh sesak dengan pedagang kaki lima dan pembelinya. Sesekali ia menabrak seseorang dan dengan cepat meminta maaf. Ia yakin sekali, sosok yang tadi ia lihat adalah Aslan. Hingga ia memutuskan untuk kembali ke tempat di mana ia melihat Aslan.

Begitu ia tiba di seberang tempat di mana ia melihat Aslan, Leon menghela napas lesu. Tempat itu sudah berganti orang. "Gue telat," gumamnya pelan.

Leon mendesah pasrah dan memutuskan untuk kembali ke warung nasi goreng tempat Nadia berada. Sambil berjalan kembali, Leon mengedarkan pandangannya ke sekitar. Berharap Aslan belum berada jauh dari tempat tersebut.

Matanya tiba-tiba tertuju pada sebuah minimarket berlambang lebah berwarna merah. Ia menelan ludahnya dan memutuskan untuk membeli air mineral. Leon akhirnya menyebrang jalan dan menuju ke minimarket tersebut.

Begitu ia tiba di depan minimarket tersebut, mata Leon membulat ketika melihat sosok yang serupa dengan dirinya ada di balik pintu kaca minimarket tersebut. Sosok itu nampak sedang bercakap-cakap dengan Kasir seraya membayar belanjaannya.

Refleks Leon bersembunyi di balik mobil yang diparkirkan di sekitar minimarket tersebut sambil menunggu Aslan keluar dari dalam minimarket.

----

Aslan berjalan keluar dari dalam minimarket setelah membayar air mineral dan rokok yang ia beli. Begitu tiba di luar minimarket, ia meminum sedikit air mineralnya sebelum melangkah ke motornya.

----

Melihat Aslan yang sedang berjalan ke arah motor-motor yang sedang diparkirkan di depan minimarket, Leon segera keluar dari tempat persembunyiannya dan berjalan di belakang Aslan. Ketika Aslan hendak mengenakan helmnya, ia memberanikan diri untuk menyapanya. "Aslan."

----

Aslan membatu di tempatnya berdiri dan urung mengenakan helmnya ketika ia mendengar suara seseorang yang memanggil namanya. Entah mengapa ada perasaan aneh yang menyelimutinya ketika mendengar suara tersebut memanggil namanya.

Perlahan Aslan membalikkan badannya untuk melihat sosok yang memanggilnya. Seketika Aslan mencelos begitu melihat sosok yang serupa dengan dirinya sedang berdiri di hadapannya saat ini.

Aslan dan Leon bertatap-tatapan dalam diam. Setelah sekian lama, mereka kembali bertemu. Keduanya terdiam. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut mereka.

Namun, tiba-tiba saja Aslan kembali berbalik. Ia kembali mengenakan helmnya dan segera menaiki motornya. Ia langsung menyalakan mesin motornya dan pergi meninggalkan Leon yang masih berdiri terpaku memandanginya.

Leon terkesiap dan segera berusaha mengejar Aslan. Akan tetapi ia terlambat. Motor yang dikendarai Aslan melaju cepat di jalan dan tidak butuh waktu lama sampai motor itu menghilang dari pandangan Leon.

****

Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys

and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist yang berisi musik yang saya putar selama menulis cerita ini.

Karya asli hanya tersedia di platform Webnovel.


CREATORS' THOUGHTS
pearl_amethys pearl_amethys

Hello pembaca sekalian, Terima Kasih sudah membaca karya kedua saya, hope you guys enjoy it..

Jangan lupa masukkan ke collection kalian untuk update chapter berikutnya dan juga berikan dukungan kalian melalui vote, review dan komentar. Terima kasih ^^

Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C31
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login