Hari keberangkatan Leon ke Jakarta semakin dekat. Ia semakin banyak menghabiskan waktu di kantornya untuk memastikan tidak ada pekerjaan yang terlewatkan olehnya. Calon pengganti sementara Leon sudah mulai membantunya untuk menyelesaikan pekerjaanya.
Leon sudah sangat tidak sabar untuk pergi ke Jakarta. Ini adalah pertama kalinya dalam lima belas tahun setelah ia pindah ke Amerika untuk kembali ke Indonesia. Yang lebih membuatnya tidak sabar adalah keinginannya untuk bertemu Aslan yang mungkin sebentar lagi terwujud.
Terkadang Leon mematut dirinya di cermin dan berbicara dengan pantulan dirinya seolah ia sedang berbicara dengan Aslan. Ia tidak tahu topik apa yang mereka berdua bicarakan nanti. Dan ia sedikit gugup membayangkan bagaimana pertemuan mereka nanti.
-----
"Lu tumben senyam-senyum terus," ujar Bang John yang melihat ada sedikit perubahan dalam tingkah laku Aslan.
Aslan terkekeh menanggapi ucapan Bang John. Ia mengangkat bahunya. "Ngga tau. Gue juga heran, beberapa hari ini kayanya gue lagi suka senyum-senyum."
Bang John mengenyitkan dahinya. "Mulai stres lu, ya?"
"Mungkin," sahut Aslan sembari terkekeh. Ia bersiul-siul sambil membersihkan sasana Bang John. Ia sendiri bingung kenapa dirinya akhir-akhir ini seperti merasa sangat senang. Hari-harinya yang biasanya terasa sangat berat, mendadak terasa ringan untuk ia lewati.
Pintu sasana Bang John tiba-tiba terbuka. Tiga orang remaja tanggung masuk ke dalam sasana sambil cekikikan. Tawa mereka sontak membuat Aslan dan Bang John menoleh.
"Bang Aslan," seru Juleha sembari tersenyum lebar hingga menunjukkan deretan giginya. "Kangen sama gue ngga, Bang?"
Ucapan Juleha serta merta membuat dua orang sahabatnya langsung menoyor kepala Juleha.
"Gatel banget kalo sama Bang Aslan," ujar (nama teman Juleha).
"Biarin, sih," timpal Juleha.
Aslan geleng-geleng kepala melihat ketiganya sembari tertawa pelan. Sementara ketiga remaja tanggung itu berjalan mendekati Bang John yang sedang duduk di sofa usang yang ada di pinggir ring. Mereka satu per satu mencium lengan Bang John. Setelah bersalaman dengan Bang John, Juleha menyerahkan rantang yang ia bawa pada Bang John.
Bang John menerima rantang pemberian Juleha. "Lumayan, makan gratis. Bilang makasih ke Emak lu, ya."
Juleha mengangguk. "Uang jalannya jangan lupa."
Bang John serta merta melirik kesal ke arah Juleha. "Perhitungan banget ini bocah."
"Bensin motor gue abis, Cing." Juleha mencoba memasang senyum manisnya untuk encingnya itu. "Kalo pas pulang mogok, gimana?"
"Ya, lu dorong sama temen-temen lu. Kan, lu bertiga," sahut Bang John.
Juleha langsung mengerucutkan bibirnya pada Bang John. "Punya Encing pelit banget dah." Ia kemudian berjalan ke arah Aslan yang sedang membersihkan loker.
"Bang Aslan," sapa Juleha sambil cengar-cengir. "Mau Leha bantuin, ngga?"
Aslan menoleh pada Juleha. "Lu ngga minta ongkos bensin, kan?" godanya. Sedari tadi ia sudah mendengarkan percakapan Juleha dan Bang John yang meminta uang untuk dibelikan bensin.
Juleha langsung menggeleng cepat. "Kalo sama Bang Aslan, semuanya gratis. Eh, iya, fanpage punya Abang makin banyak pengikutnya."
Mata Aslan membulat. "Yang bener?"
Juleha mengangguk. Ia kemudian mengeluarkan ponselnya dan membuka halaman media sosial yang ia buat khusus untuk Aslan. Ia lalu menunjukkan halaman tersebut pada Aslan. "Liat nih, Bang."
Aslan melepaskan lap yang sedang ia pegang dan meraih ponsel Juleha. Ia tertawa pelan ketika melihat jumlah pengikut dalam akun fanpage buatan Juleha. "Gue tenar juga ternyata."
Aslan dan Juleha kemudian duduk di bangku panjang yang ada di dekat loker. Aslan masih memegang ponsel Juleha dan melihat-lihat komentar yang masuk dalam tiap postingan yang dibuat Juleha. Tanpa sadar senyum kembali terkembang di wajah Aslan ketika melihat banyaknya dukungan untuk dirinya.
Setelah beberapa saat, Aslan mengembalikan ponsel Juleha. "Thanks ya, Ha."
"Ah, apaan sih, Bang. Santai aja kali," sahut Juleha dengan sedikit tersipu.
"Salting, tuh, salting." Kedua teman Juleha bersahutan menggoda Juleha.
Juleha segera menatap ke arah kedua temannya dengan kesal. Ia kemudian menyalakan ponselnya dan mengarahkan ponsel tersebut ke wajahnya. Ia kemudian menepuk lengan Aslan. "Ayo, Bang. Kita selfie."
Aslan berdecak pelan lalu sedikit mendekatkan tubuhnya pada Juleha.
"Eh, curang. Foto cuma berdua," seru (nama teman juleha).
Kedua sahabat Juleha itu segera berlari ke arah Juleha dan Aslan. Keduanya langsung berdiri di sebelah mereka sambil sedikit membungkuk agar wajahnya bisa masuk ke dalam frame foto pada kamera Juleha.
"Sirik aja lu pada," gerutu Juleha pada kedua temannya. "Siap, ya." Juleha menyentuh tombol bulat yang ada di tengah layar ponselnya dan pengatur waktu pada ponsel Juleha segera menghitung mundur. Begitu pengatur waktu menunjukkan angka nol, kamera ponsel Juleha segera menangkap foto Juleha bersama Aslan dan dua sahabat Juleha yang sedang tersenyum ke arah Kamera.
-----
Leon berbaring di kasurnya sembari memainkan ponselnya. Ia tiba-tiba teringat dengan akun penggemar yang didedikasikan untuk Aslan. Ia pun segera membuka aplikasi media sosial yang ada di ponselnya dan segera mencari akun tersebut. Karena akun penggemar Aslan itulah, Leon akhirnya kembali mengaktifkan akun sosial media miliknya.
Begitu layar ponselnya menampilkan akun fanpage Aslan, mata Leon langsung g tertuju pada foto terbaru pada akun tersebut. Di foto itu nampak Aslan sedang berfoto bersama tiga orang remaja perempuan. Leon memperhatikan Aslan yang tersenyum ke arah kamera. Tanpa sadar ia berdecak pelan. "We'll meet again, soon."
Tiba-tiba pintu kamar Leon terbuka dan ibunya muncul dari balik pintu. Leon sontak langsung mematikan layar ponselnya. Ibunya berdiri di bibir pintu sambil menatap Leon.
"Sepertinya Mama mengganggu kesenangan kamu," ujar Ibu Leon. Ia kemudian berjalan mendekat ke tempat tidur Leon.
Leon segera duduk di pinggir tempat tidurnya. "Kayanya aku perlu ganti kode kunci," sindir Leon.
"Ngga perlu. Toh, sebentar lagi kamu akan tinggal di Jakarta untuk sementara waktu," sahut mamanya.
"Ada apa Mama tiba-tiba ke sini?" tanya Leon.
Mamanya menghela napas panjang dan duduk di sebelah Leon. Ia lalu menoleh dan menatap Leon. Tiba-tiba ia membelai lembut Leon. "Kalau di Jakarta nanti kamu tiba-tiba bertemu Aslan, tolong sampaikan maaf Mama buat dia."
Leon menatap mamanya tidak percaya. Tidak biasanya mamanya itu menyebut nama Aslan. "Kenapa tiba-tiba bahas Aslan?"
Mamanya mengangkat bahu sembari menghela napas panjang. "Tiba-tiba saja Mama teringat sama Aslan. Seandainya waktu itu Mama bisa bawa kalian berdua. Entah bagaimana keadaannya saat ini."
Leon memperhatikan tatapan mamanya yang nampak sedih sambil meremas ponselnya. Namun, entah mengapa ia tidak mau memberitahukan apa yang sedang ia lihat saat ini pada mamanya. Seperti ada yang mengganjal ketika mamanya tiba-tiba membahas Aslan.
"He will be fine," ujar Leon mencoba untuk menghibur mamanya.
Mamanya kembali menoleh pada Leon dan tersenyum simpul. "I know. Dia pasti tumbuh menjadi pria tangguh, setangguh nama yang Mama berikan padanya."
Leon mengangguk sembari menepuk punggung tangan mamanya. Ia tahu Aslan kini memang menjadi seorang lelaki yang tangguh. Namun, mamanya tidak mengetahui kehidupan berat yang mungkin dijalani Aslan sebagai seorang petarung jalanan.
****
Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys
and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist yang berisi musik yang saya putar selama menulis cerita ini.
Karya asli hanya tersedia di platform Webnovel.
Hello pembaca sekalian, Terima Kasih sudah membaca karya kedua saya, hope you guys enjoy it..
Jangan lupa masukkan ke collection kalian untuk update chapter berikutnya dan juga berikan dukungan kalian melalui vote, review dan komentar. Terima kasih ^^