Download App
70.07% My New Neighbour / Chapter 178: Berpisah?

Chapter 178: Berpisah?

Saat itu, Ryan yang tiba-tiba tersadar mendengar ucapan Mama sebelumnya segera pergi keluar kamar dan mengejarnya.

"Maa.." ucap Ryan memanggil

"Tunggu Ma.."

"Mama tahu dari mana kalau Lena ngomong itu semua ke Aris?" tanya Ryan

"Mamaa.." Ryan terus saja memanggil sementara Mama yang sudah kesal kini sudah tidak mau lagi mempedulikannya.

"MAA.." Ryan berteriak sambil memegang bahu Mamanya dari belakang.

Akhirnya Ryan berhasil menggapai Mama dan menghentikan langkahnya.

"Mama heran sama kamu Ryan, kamu itu kan suaminya Lena seharusnya kamu lebih paham tentang hal ini dari pada Mama."

"Kamu menikah dengannya bukan setahun atau dua tahun, tapi sudah lewat belasan tahun lebih. Kenapa kamu bisa bersikap seperti itu dan berkata-kata kasar seperti tadi?"

"Apa selama ini Lena pernah mengkhianatimu? Apa dia pernah menduakanmu dengan Aris dengan melakukan hal seperti yang kalian lakukan tadi didalam kamar, hah?"

"Tapi Lena masih mencintai Aris dan Ryan tidak terima dengan hal itu. Itu membuat Ryan emosi dan meradang.." ucap Ryan kesal

Mama terdiam tidak merespon omongan Ryan. Dia hanya terus memandang putranya itu seolah tidak senang akan apa yang baru saja didengarnya. Ryan yang tersadar akan hal itu pun kemudian kembali berkata

"Ryan tahu Ryan salah. Ryan tidak seharusnya berkata kasar seperti tadi pada Lena. Ryan hanya tidak suka saat dia mengungkit soal perceraian. Terlebih lagi, Aris sebelumnya telah mengungkapkan perasaannya padanya. Itu membuat Ryan takut.."

"Sayang dengar, menurutmu apa tidak wajar dia meminta untuk bercerai setelah melihatmu dan Shina seperti tadi dikamar? Entah kalian benar-benar telah melakukannya atau itu hanya salah paham saja, tapi semua orang pasti akan berpikir negatif jika melihat kondisi seperti tadi."

"Bagaimana kalau posisinya dibalik, kau melihat Lena dan Aris dikamar dengan posisi yang sama seperti yang kau dan Shina lakukan?"

"Tentu saja aku akan langsung membunuh Aris saat itu juga.." jawab Ryan marah

"Sama sepertimu, Lena juga pasti merasa sakit hati dan kecewa. Terlebih lagi melihatmu tadi membela Shina didepanku seperti itu. Kau lebih membela Shina dan memilih untuk berkata-kata kasar seperti tadi padanya. Wajar kalau dia meminta ingin bercerai darimu Ryan.." ucap Mama kembali

"Lalu, apa yang harus Ryan lakukan sekarang Ma?" ucap Ryan merasa bersalah dan frustasi

"Kau masih menanyakan hal ini pada Mama?" ucap Mama tak percaya

"Ryan akan minta maaf pada Lena. Mama ikut Ryan sekarang.." dan Ryan pun pergi keluar mencariku sambil turut membawa Mama

Saat itu begitu mereka keluar Villa, Mama dan Ryan sama-sama terkejut karena ternyata mobil Mama dan Ryan masih berada disana. Mereka berdua bingung, bagaimana caranya aku pergi dari sana tanpa membawa mobil. Padahal lokasi Villa itu sangat jauh sekali dari jalan besar. Hanya ada hutan, pepohonan, dan perkebunan yang mengelilinginya. Disana juga jarang terdapat rumah warga.

Kemudian, Mama yang panik

"Ryan, apa kamu bisa menemukan Lena? Bagaiman kalau dia kesasar? Mama khawatir akan terjadi apa-apa nanti dengannya.."

"Mama tenang saja. Ryan pasti bisa menemukan Lena bagaimanapun caranya.."

"Ditempat seperti ini..? Bagaimana kamu akan mencarinya?"

"Ryan sudah memasang gps yang langsung terhubung ke handphonenya Lena, jadi Mama tidak usah khawatir."

"Kamu..? Apa kamu berusaha untuk memata-matai istrimu dengan memasang aplikasi itu diponselnya?"  Mama seolah tidak percaya

"Mama tidak tahu kalau kamu seposesif ini jadi suami.."

"Karena satu dan lain hal, ketika kita bertengkar, Lena sering pergi meninggalkan rumah dan Ryan sering kuwalahan untuk mencarinya. Dengan aplikasi ini, jadi Ryan tidak perlu repot-repot lagi untuk mengetahui keberadaannya.." kemudian Ryan membuka aplikasi gps-nya tersebut

"Lihat Ma! Hanya 7 menit kita akan sampai ke tempatnya Lena. Dia sekarang berada disana." sambil Ryan menunjukkan arah yang ditunjukkan oleh gps tersebut

Dan mereka pun langsung pergi ke arah yang ditunjukkan oleh gps tadi.

Sementara itu di Villa, Shina saat itu sedang mengecek ponselnya. Tidak ada satu pun dari kabar yang dinantikannya selain dari Aris.

"Apa ini? Hanya 10 panggilan tak terjawab saja darinya? Bahkan dia sama sekali tidak mengirimkan pesan sama sekali padaku. Apa dia tidak berusaha untuk mengkhawatirkan kondisiku.." pikir Shina kesal

Shina yang kecewa kemudian melempar handphonenya ditempat tidur. Namun, saat itu tiba-tiba tanda nortifikasi pesannya berbunyi. Dan Shina yang penasaran, kembali mengambil ponselnya. Ternyata itu pesan dari Aris.

"Baru sekarang kau mengirimkan pesan untukku, setelah aku semalaman menghilang dan tanpa kabar.." ucap Shina sebal sambil memandang layar ponselnya, seolah dirinya sedang berbicara dengan Aris saat itu.

Isi pesan Aris:

"Shina kau dimana?"

"Apa kau masih bersama Ryan sekarang?"

"Ryan?.. Jadi dia bukan mencemaskanku, tetapi hanya ingin mengetahui keberadaan Ryan. Pasti Lena yang menyuruhnya.." pikir Shina tidak senang.

Sementara saat itu Aris, dia tahu bahwa Shina telah membaca pesannya, tapi tidak dibalasnya. Kemudian dia kembali mengirim pesan pada Shina

"Aku tahu kau masih marah padaku. Aku minta maaf. Tapi bisakah kau pulang malam ini? Ada hal penting yang ingin kubicarakan."

Saat itu Shina khawatir. Kira-kira apa yang akan dibicarakan oleh Aris nanti malam dengannya. Apa dia akan menceraikanku? pikirnya takut. Shina tahu Aris sudah menyampaikan perasaannya pada Lena. Jadi kemungkinan Aris akan meninggalkannya karena dia tahu tidak mungkin bagi Aris untuk membalas perasaannya.

Shina terus berkelut dalam pikirannya, sementara Aris dia kembali menuliskan pesannya

"Aku sudah melakukan apa yang kau mau dengan menyatakan semua perasaanku pada Lena. Jadi tidak bisakah sekarang kau menuruti keinginanku?"

"Nanti malam sepulang kerja, ku tunggu kau diapartemen."

"Ku harap kau datang." dan Aris pun berhenti menuliskan pesannya.

Sementara Shina, dia masih terlihat bingung, takut, dan khawatir memikirkan semuanya. Di dalam hati kecilnya sebenarnya dia tidak mau bahkan tidak rela jika nanti tiba-tiba Aris memutuskan untuk berpisah dengannya. Sesaat, dia jadi sedikit menyesal menyuruh Aris mengikuti keinginannya itu untuk menyatakan semua perasaannya padaku. Seandainya waktu bisa diulang, dia tidak akan membuat keadaannya menjadi rumit seperti ini.

Sementara ditempat lain, Ryan dan Mama yang sedang mencariku.

Saat itu aku tersesat. Aku tidak tahu kemana aku harus pergi agar bisa menemui jalan besar dan memanggil taksi disana. Aku terduduk sendirian sambil menangis di bawah salah satu pohon rindang yang ada ditempat itu. Hingga tiba-tiba aku mendengar ada suara seperti seseorang akan datang mendekat. Karena aku sedang dalam kondisi menangis saat itu, maka aku putuskan untuk bersembunyi.

"Lena.." teriak Ryan memanggilku

"Aku tahu kau bersembunyi disuatu tempat disini. Keluarlah!"

"Aku ingin minta maaf.. Maafkan aku Sayang! Aku tidak bermaksud melukaimu dengan kata-kata kasar yang keluar dari mulutku waktu itu.."

Saat itu aku memilih untuk tidak mau keluar. Aku membencinya. Dan aku juga sudah bosan mendengar semua permintaan maaf darinya.

Ryan itu mudah sekali membuatku terluka hanya dengan perkataan yang keluar dari mulutnya. Dan semudah itu juga dia langsung meminta maaf padaku dan aku pun langsung memaafkannya.

Kali ini itu tidak akan terjadi. Aku tidak akan memaafkannya dengan mudah. Dia sudah benar-benar kelewatan dengan menuduh dan berkata seperti itu padaku. Aku ingin membuatnya jera.

"Saat itu aku begitu takut, mendengar kau menyebutkan kata-kata perceraian. Aku tahu Aris sudah menyatakan perasaannya padamu. Dan aku juga tahu bahwa kau juga masih menyimpan sedikit perasaan untuknya. Aku tidak senang.. kemudian dengan tidak sengaja aku meluapkan kemarahanku itu dengan berkata-kata kasar seperti itu.."

"Aku tahu aku salah. Aku minta maaf. Dan aku juga tidak mau kita bercerai, Sayang."

"Aku akan terus menunggumu disini sampai kau mau keluar dan memaafkanku.."

"Lena.. Sayang.. aku mohon keluarlah dan maafkan aku.."

"Apapun yang kau inginkan akan kupenuhi. Jadi, keluarlah Sayang!"

"Aku berjanji akan memenuhi apapun keinginanmu setelah kau mau keluar dari sini dan memaafkanku.."

Tak lama setelah ucapannya tadi, akhirnya aku pun memilih untuk keluar. Ryan terlihat tersenyum bahagia ketika melihatku. Dia mendekat dan kemudian ingin memelukku.

Saat itu aku langsung menepis tangannya, dan aku bilang

"Mas berjanji akan memenuhi semua keinginanku begitu aku keluar dari sini..?"

"Iya Sayang. Apapun keinginanmu.."

"Apapun?" tanyaku kembali memastikan

Ryan mengangguk seraya menjawab iya.

"Kalau begitu aku ingin kita berpisah." ucapku yang saat itu membuat Ryan dan Mama terkejut seketika.


Chapter 179: Aku Benci Dia

Ryan dan Mama begitu terkejut mendengar ucapanku barusan. Sebenarnya saat itu, aku tidak mengira kalau Mama ternyata juga ada disana. Aku tidak menyadarinya. Aku jadi tidak enak telah mengatakan itu semua didepannya.

Kemudian, respon mereka berdua ketika aku meminta untuk berpisah dari Ryan

"Sayang..?" ucap Ryan seolah tak terima

"Lena..!!" Mama pun turut tidak senang mendengarnya

"Aku sudah mempertimbangkannya. Mungkin perpisahan adalah yang terbaik untuk kita berdua, Mas."

"Maafkan aku kalau aku menginginkan seperti ini. Aku terlalu lelah menghadapimu.. menghadapi semuanya.. serta tuduhanmu itu. Aku hanya tidak menyangka bahwa selama ini.. belasan tahun yang kita lalui bersama dalam pernikahan kita.. itu tidak berarti apa-apa."

"Jujur, aku sangat-sangat kecewa terhadap sikapmu. Kau mengira aku sengaja mengungkit masalah perceraian ini karena Aris. Karena aku menginginkan untuk kembali bersama dengannya. Mungkin memang benar, aku masih memikirkan Aris hingga saat ini. Terlebih lagi ketika dia telah mengungkapkan semua perasaannya itu padaku. Hanya saja aku tidak pernah berpikir sedikit pun untuk bisa kembali dengannya dan meninggalkanmu.."

"Aku hanya tidak habis berpikir, bagaimana bisa kau menuduhku seperti itu. Mengataiku picik.."

"Dan satu hal lagi yang membuatku sangat kecewa padamu adalah pada saat kau lebih memilih Shina dan mengabaikanku sendirian disana.."

"Kau mungkin tidak tahu.. aku sempat pingsan waktu itu. Aku mengira saat itu kau marah karena aku telah membohongimu dengan tidak berkata jujur bahwa sebelumnya aku sedang berada diapartemen hanya berduaan saja dengan Aris. Tidak kusangka kau akan terus mengabaikan semua panggilan dan pesanku itu. Bahkan, hingga semalaman.. dan lebih memilih untuk tinggal berdua saja dengan Shina disini.."

"Aku benar-benar kecewa sama kamu, Mas. Aku benci kamu!!! " ucapku menjelaskan sambil menangis

"Sayang maafin aku.." Ryan benar-benar menyesal dan merasa bersalah.

Saat itu dia hendak memelukku kembali, tapi aku kembali menolak dan menepis tangannya dengan kasar.

"Lena Sayang, apa kau sadar dengan apa yang baru saja kau ucapkan? Perceraian itu tidak bisa diputuskan secara gegabah.. Terutama saat emosimu tidak stabil seperti ini." Mama memberiku nasihat

"Maafkan Lena Ma.. tapi Lena tidak mau lagi berhubungan dengannya. Lena muak.. Lena benci..!"

"Sayang..?" Ryan masih memohon dan terlihat frustasi

Kali ini Ryan terlihat benar-benar menyesali perbuatannya. Dia terus menerus memohon permohonan maafnya padaku, tapi aku sudah kebal dengan semua permohonan maafnya itu.

"Aku nyesel udah lakuin itu semua ke kamu. Aku minta maaf Sayang.." ucap Ryan kembali memohon

"Kamu boleh pukul aku, tampar aku, atau apapun. Kamu boleh lampiaskan semua rasa kekesalanmu itu padaku, tapi aku mohon.. kamu jangan minta kita untuk bercerai. Aku gak mau pisah dari kamu.."

"Sayang, aku mohon.. Maafin aku.. Aku benar-benar menyesal.. Aku minta maaf.." Ryan, dia tiba-tiba ikut menangis sambil berlutut dihadapanku.

Pada saat itu, tiba-tiba suara panggilan telponku berbunyi. Aku sempat terkejut karena ternyata itu dari Papa. Dengan cepat aku berusaha menjauhkan diri dari Ryan dan juga Mama, kemudian menyeka air mataku dan langsung berusaha senormal mungkin untuk menjawab panggilannya.

"Pa..?" ucapku menjawab dengan nada parau

"Lena kamu dimana?" tanya Papa setengah berteriak

"Lena saat ini ada di luar Pa."

"Apa kau sedang bersama ibu mertuamu? Kalian pergi kemana pagi-pagi seperti ini tanpa berpamitan padaku?" ucap Papa tidak senang

"Maafkan Lena, Pa. Tadi kami terburu-buru pergi. Dan Lena juga tidak tega untuk membangunkan Papa karena.." saat itu tiba-tiba saja Ryan mengambil handphoneku

"Ryan sedang ada dipuncak bersama Mama dan juga Lena. Maaf kalau jadi mengkhawatirkan Papa.."

"Mama dan Lena tadi kemari untuk menjemput Ryan disini. Ryan yang meminta mereka. Maaf kalau mereka berdua pergi tanpa berpamitan pada Papa.." ucap Ryan menjelaskan dengan tiba-tiba

"Apa semuanya baik-baik saja Ryan? Kau tidak sedang bertengkar dengan Lena disana kan?" tanya Papa kembali

"Iya Pa. Kami bertiga baik-baik saja disini. Kami bertiga akan pulang ke rumah Papa sekarang."

"Bisa aku bicara dengan Lena?" tanya Papa kembali

Ryan lalu memberikan telponnya padaku.

"Sayang, apa semuanya baik-baik saja? Kau tidak bertengkar dengan Ryan kan?"

"Iya Pa. Kami baik-baik saja disini.."

Saat itu Ryan kembali mengambil handphonenya.

"Paaa.." ucap Ryan kembali

"Apa boleh nanti Ryan dan Lena untuk sementara waktu tinggal dirumah Papa? Nanti Ryan dan Lena akan menempati kamar Lena diatas. Lena bilang dia ingin tinggal dirumah bersama Papa untuk sementara waktu.." ucap Ryan kembali yang berhasil membuatku terkejut dan melotot ke arahnya

"Iya tidak masalah. Justru Papa senang kalau kalian berdua memutuskan untuk tinggal disini bersama Papa."

"Kalau begitu mulai nanti malam kami akan menginap dirumah Papa ya?" tanya Ryan kembali memastikan

"Iya.." jawab Papa senang

"Kalau begitu Ryan tutup dulu telponnya ya Pa. Sampai jumpa nanti dirumah.."

"Iya Ryan. Kalian hati-hati.." Dan Ryan pun langsung menutup panggilannya.

Sesaat kemudian,

"Apa yang Mas lakukan?" tanyaku tidak senang pada Ryan sambil mengambil handphoneku kembali

"Aku hanya melakukan sesuatu yang seharusnya aku lakukan. Menyelamatkan rumah tangga kita.." jawab Ryan

"Jangan Mas pikir aku akan berubah pikiran setelah mendengar semua hal yang kau ucapkan tadi pada Papa. Aku hanya tidak ingin Papa terkejut dan menjadi shock dengan keputusan yang akan kuambil itu."

"Jadi kau tidak mau memberi tahu Papa bahwa kau ingin bercerai dariku?" tanya Ryan kembali memastikan

Saat itu aku terdiam, berusaha menahan ekspresiku. Tentu saja aku tidak akan memberitahukan masalah ini kepada Papa. Aku hanya tidak ingin membuatnya khawatir. Nanti yang ada penyakit jantungnya kambuh lagi. Maksudku, mungkin nanti setelah kita benar-benar resmi bercerai dan pengadilan sudah menetapkan keputusannya, baru perlahan-lahan aku akan menceritakan semuanya pada Papa mengenai perceraianku itu.

"Ayo kita pulang! Papa pasti sudah tidak sabar menanti kita dirumah." ajak Ryan padaku sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya.

Aku yang masih kesal dangannya memilih langsung jalan tanpa menghiraukan uluran tangannya itu.

Sesampainya kami di Villa, aku memilih untuk menaiki mobil Mama, berusaha menghindar darinya. Namun tiba-tiba Ryan, dia ikut duduk disebalahku. Aku yang tidak senang dengan hal itu kemudian pindah dan duduk didepan. Ryan pun ikut pindah duduk didepan. Saat aku kembali akan pindah duduk dikursi belakang, Ryan tiba-tiba berkata padaku

"Segitu sebel dan bencinya kamu sama aku, sampai-sampai kamu menolak untuk duduk disebalahku.." ucap Ryan menggerutu

"Aku hanya tidak ingin membuat Papa salah paham dan mengira kita sedang bertengkar nanti. Tidak apa-apa kalau kamu mau duduk dibelakang sama Mama, tapi nanti pada saat akan mendekati rumah kamu bisa pindah duduk kembali didepan disampingku.."

Akhirnya, aku memutuskan untuk tidak jadi pindah. Ryan terlihat sedikit tersenyum saat itu.

Sepenjang perjalanan aku hanya duduk terdiam disampingnya sambil memalingkan wajahku. Tanpa berkata-kata atau menjawab pertanyaannya yang sesekali atau dua kali ditanyakannya padaku. Bahkan, ketika dia berusaha membuatku tertawa dengan lelucon yang dibuatnya itu, aku sama sekali tidak meresponnya. Aku masih kesal dengannya. Tidak. Aku membencinya..

Ditempat lain diapartemen Aris, terlihat Shina yang baru kembali. Dia memasuki kamarnya dan melihat sekelilingnya, tidak ada yang berubah. Kemudian dia kembali mengecek lemari pakaian. Dia melihat semua baju-baju Aris masih ada disana, lengkap. Bahkan, semua baju yang dulunya sudah dia pindahkan saat dirinya pergi meninggalkan apartemen kini telah berada disana lagi. Shina merasa lega.

Dia kemudian terduduk di kasur sambil melamun memikirkan kira-kira hal apa yang akan disampaikan Aris nanti padanya. Dia begitu gelisah dan cemas seharian menunggu Aris disana. Memikirkan tindakan apa yang seharusnya dia lakukan, jika ternyata Aris benar-benar ingin meminta berpisah darinya.

Saat itu, Shina tiba-tiba mengingat janin yang ada didalam kandungannya. Dia kemudian menitikkan air matanya. Sambil memegang perutnya itu dia berkata

"Kenapa setiap kali aku hamil selalu saja terjadi seperti ini. Seolah Ayah dari anak yang ada dalam kandunganku itu lebih memilih untuk pergi meninggalkanku sendirian dalam kondisiku ini.." ucap Shina sedih

"Aku tidak akan meninggalkanmu.." ucap Aris tiba-tiba ketika dia memasuki kamarnya.

Shina nampak begitu terkejut saat itu. Dengan cepat, dia segera menghapus air matanya agar tidak terlihat oleh Aris.

"Apa aku pernah bilang bahwa aku akan pergi meninggalkanmu sendirian? Terlebih dengan status kita sekarang sebagai suami istri dan juga aku sebagai ayah dari anak yang ada dalam kandunganmu itu.."

Aris, dia kemudian duduk (setengah berjongkok) sambil memandangi perut Shina yang ada dihadapannya.

"Jadi sudah berapa bulan usia Aris junior yang ada didalam sana?" tanyanya kembali yang seketika membuat muka Shina berubah menjadi merah karena malu.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C178
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank 200+ Power Ranking
Stone 0 Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login

tip Paragraph comment

Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.

Also, you can always turn it off/on in Settings.

GOT IT