Saat itu, aku sangat kesal dengan Mas Aris. Maksudku, untuk apa dia menjawab panggilan teleponku. Bukankah tadi kita sudah sepakat untuk menjaga jarak masing-masing.. Kalau begini kan..Kacau semua.. ucapku kesal dalam hati.
"Hey brengsek jawab.. Kenapa diam saja.." Ryan terdengar marah saat itu
"Rupanya peringatanku yang kemarin itu masih belum cukup untuk membuatmu jera. Lihat saja.. apa yang akan aku lakukan nanti ketika aku sudah kembali. Aku tidak akan membiarkanmu hidup.." Ryan mengancam
Saat itu aku benar-benar terkejut mendengar Ryan berkata seperti itu oada Aris. Aku yang tidak ingin membuat kondisi semakin parah, kemudian menyuruh Aris untuk cepat-cepat memutuskan panggilannya itu. Dan Aris pun melakukannya.
Tak lama kemudian, Ryan kembali menghubunginya..
Saat itu, aku memilih keluar kamar untuk menjawab panggilan videonya
"HEY BRENGSEKK.. Berani sekali kau.."
"Loh, mana Aris?" ucap Ryan terkejut ketika melihat wajahku yang ada dilayar hpnya
"Mas.. Kendalikan dirimu. Ada Papa disini." ucapku terpaksa berbohong
Benar saja.. Ketika Ryan tahu bahwa ada Papa disana, dia mendadak menjadi panik. Kemudian dengan ekspresi serius sambil mengecilkan suaranya dia kembali bertanya padaku
"Serius ada Papa?" ucap Ryan sedikit berbisik dan ketakutan
"Iya.. Aris tadi langsung mematikan handphonenya begitu Papa datang. Sekarang dia sedang diruang kerja Papa.." aku kembali berbohong
Ryan terlihat menarik nafas lega mendengar penjelasanku saat itu. Aku yang melihatnya pun, tidak dapat menahan senyum
"Kamu kok gak bilang-bilang sih sama aku kalau ada Aris disana?" ucap Ryan protes
"Ohh.. aku juga gak tahu Mas. Aku tidak tahu kalau Aris datang kesini."
Memang benar kan aku tidak tahu Aris datang kesini bersama Oka, jadi aku tidak berbohong saat ini.. pikirku tenang
"Ada apa dia kemari? Apa Papa masih berniat untuk mengangkatnya sebagai anak angkat?" tanya Ryan dengan ekspresi tidak senang.
"Aku juga tidak tahu Mas.."
"Kalau Mas ingin aku cari tahu, maka aku akan menanyakan hal ini nanti pada Aris.." jawabku menawarkan
"Tidak Sayang.. Tidak perlu.. Kau tidak usah berbicara dengannya. Hindari kontak secara langsung dengannya ya.." Ryan memperingati
"Aku sangat khawatir.. Aku tidak ada disana untuk mengawasimu secara langsung.. Sayang, kamu bisa kan jaga diri kamu buat gak deket-deket sama dia..? Aku bisa percaya kamu kan?" ucap Ryan yang seketika membuatku merasa bersalah
Aku kemudian menjawabnya mengengguk. Sambil aku berucap dalam hati, "Maafkan aku Mas Ryan.. Aku juga tidak tahu situasinya berjalan seperti tadi. Tapi kita juga tidak melakukan hal apapun dikamar saat itu.."
"Syukurlah.. Aku beruntung punya istri setia seperti kamu Sayang. Meskipun logika dan hasratku menolak keras, tapi hatiku tetap mau memilih untuk percaya kamu.. kalau kamu gak akan berbuat macam-macam sama dia dan mengkhianati aku."
"Tentu saja Mas.. Yang aku cintai itu kamu bukan Aris. Jadi untuk apa aku melakukan hal-hal yang membuatmu marah dan gak kamu suka itu. Aku tetap menjaga janjiku untuk tidak deket-deket dan menjaga jarak dengannya." balasku
"Makasih ya Sayang. Denger kata-kata itu dari kamu buat aku sedikit lega.."
ucap Ryan senang. Kemudian dia pun melanjutkan
"Gawat.. Kayaknya jadi makin sayang dan cinta nih aku sama kamu.. Bisa gila nanti aku kalau gak ada kamu atau kamu ninggalin aku Sayang.. Gimana nih.." ucap Ryan tiba-tiba menggoda
"Hmm.. mm.. mulai lagi kan gombalannya. Suamiku yang satu ini kayaknya maniak tukang gombal kronis.. tapi gimana ya, aku gak ada recehan buat ngebayarnya.." ucapku membalas
"Siapa suruh kamu nikah sama Ryan Adji Pratomo.. salah satu pangeran kaya dan tampan di Indonesia.. Siapa yang bisa nolak pesonanya coba.." jawab Ryan percaya diri sambil berpose memegang wajahnya
Aku pun kemudian tertawa mendengar rayuannya itu.
"Pangeran hahahaa.. Pangeran kodok ya Mas.." ledekku
"Kok kodok sih?" ucap Ryan tidak senang
"Abis kamu berisik kalau malam.. (mendengkur maksudku)"
"Hah! Kok aku.. Bukannya terbalik ya. Kan kamu yang sering berisik kalau malam.." jawab Ryan sambil meledek
"Berisik apa?? Memangnya aku tidur mendengkur.." ucapku tak terima
"Bukannya berisik karena mendengkur tapi.."
Aku yang telah paham maksud dari Mas Ryan saat itu kemudian,
"Ihh.. Apa sih Mas.. Gak usah mesum deh malam-malam.." ucapku malu yang kemudian di balas tawa terbahak-bahak olehnya
Saat itu, mendadak ekspresi muka Ryan berubah menjadi tegang.
"Kenapa Mas?" tanyaku, tanpa aku sadari ternyata Papa sudah ada dibelakangku saat itu. Kemudian
"Pa.." sapa Ryan canggung ditelpon
"Jadi ini alasanmu menyuruh Oka datang malam-malam kemari.." ucap Papa tidak senang
"Maafkan Ryan Pa. Maaf.. Ryan hanya ingin mengobrol dengan Lena. Jadi Ryan menyuruh Oka untuk membeli handphone ini agar kita bisa saling telponan.." Ryan menjelaskan
"Satu hal.. Aku tidak suka dengan orang yang melanggar aturan yang sudah ku buat.." ucap Papa sinis sambil memandang Ryan
"Rupanya kau berani melakukannya.. Bahkan kau sampai mengorbankan Oka disini, hanya demi memenuhi semua keinginanmu itu.."
"Kau memang belum dewasa Ryan.." ucap Papa kecewa
"Handphone ini Papa sita.. Dan kau.. Kau tidak boleh menghubungi Lena secara diam-diam lagi seperti sekarang.. Jika ingin menghubunginya, kau harus minta ijin padaku atau setidaknya.. aku mengetahui kalau kalian saling ingin berkomunikasi.. Tanpa ijin dariku, kalian tidak bisa melakukannya.." ucap Papa yang membuat Ryan shock dan terkejut
"Tapi Pa.." ucapku tiba-tiba ingin menolak
"Kau tidak usah membela suamimu lagi disini. Dia itu memang salah.." jawab Papa
"Bagaimana bisa dia memanfaatkan anaknya sendiri untuk kepentingannya. Apa dia tidak tahu bahwa anaknya itu seorang pelajar.. yang besok harus sekolah dan menyelesaikan tugasnya. Kenapa malah menyuruhnya keluar malam-malam seperti ini hanya untuk mengantarkan handphone padamu, hah?" ucap Papa marah
Mendengar itu, membuat Oka merasa bersalah. Sebenarnya, PR-nya sudah selesai sebelum dia kemari.. bahkan sebelum dia memainkan game-nya waktu itu. Itu hanya alasan yang dibuatnya agar dia tidak disuruh menginap malam ini dirumah Kakeknya.
"Maaf Pa.." ucap Ryan frustasi dan merasa bersalah
"Dan kau juga Oka. Kau juga berani ya berbohong pada Kakek. Tadinya Kakek pikir, kau itu berbeda dengan kedua orang tuamu ini.. yang suka berbohong dan menyembunyikam sesuatu dibelakangku. Aku tidak menyangka, kau juga akan mengikutinya dengan pura-pura berbohong seperti tadi.. Kakek benar-benar kecewa padamu.." ucap Papa marah pada Oka
Oka terlihat sedih saat itu.
"Sudah Pa.. Jangan memarahinya. Ini semua salahku dan juga Mas Ryan." ucapku sambil memeluk Oka
"Kau.. Sebaiknya pergi ke kamarmu dan istirahat.." ucap Papa marah padaku
"Dan kau Oka, kau boleh pulang sekarang.." perintah Papa pada Oka
Saat itu, Oka terlihat pamit padaku dan juga Papa. Kemudian, ketika aku akan mengantarkannya ke depan
"Tidak usah mengantarkannya. Kau tidak dengar perintahku Lena. Sekarang cepat pergi ke atas dan tidur..!!" Papa kembali memarahiku
Sementara Oka, dengan muka terus tertunduk, dia terus menuju pintu depan untuk mengambil motornya. Mengenai Aris.. aku tidak tahu apakah saat itu Aris sudah keluar dari kamarku itu atau belum. Tapi aku berharap dia sudah tidak ada lagi disana.
Kemudian, setelah kami pergi meninggalkan Papa disana, Papa dan Ryan..
"Ryan.. ada hal yang ingin kutanyakan padamu. Aku harap kau menjawabnya dengan jujur.." ucap Papa sinis
Aku langsung naik ke atas menuju kamarku begitu Papa marah. Walaupun sebenarnya aku berniat ingin menguping pembicaraan Papa dan Ryan saat itu, tetapi aku tidak berani untuk melakukannya.
Sementara disisi lain, setelah Aris berhasil kembali ke apartemennya.
"Ayah.. Ayah akhirnya pulang."sapa Rani pada Aris ketika dia baru sampai
"Kau masih belum tidur Sayang? Maafkan Ayah, tadi itu jalanan macet.." Aris terpaksa berbohong. Sebenarnya dia lama pulang karena sempat terkurung dikamarku waktu itu
"Ini.." Aris memberikan susu cokelat titipan Rani
Terlihat saat itu Aris mengarahkan pandangannya ke arah dalam kamar Rani.
"Kalau Ayah cari Mami, dia sudah tidur sekarang.." ucap Rani yang membuat Aris terkejut. Karena saat itu, seolah Rani bisa tahu apa yang sedang dipikirkannya
Aris kemudian berjalan menuju kamarnya. Dia sempat terkejut melihat Shina ternyata ada tidur disana. Dia pikir karena mungkin Shina masih marah padanya, maka malam ini dia akan tidur dikamar Rani.. ternyata tidak dilakukannya. Syukurlah.. ucapnya merasa lega.
Kemudian Aris terlihat mendekatinya melalui samping tempat tidur. Dia memperbaiki posisi selimut Shina saat itu dan mengecup singkat keningnya. Lalu, setelah mengambil pakaiannya di lemari, Aris terlihat menuju kamar mandi.
Sementara Shina, saat itu sebenarnya dirinya belum tertidur. Dia mengetahui Aris baru datang tadi, bahkan ketika Aris mengecup keningnya..
"Bagaimana ini.. Apa aku harus minta maaf padanya nanti.." pikir Shina dalam hati
"Tapi tadi dia terlihat seperti sudah tidak marah lagi.. atau lebih baik lupakan saja semua. Anggap saja itu tidak pernah terjadi.."
"Tapi kalau dilihat dari sikapnya, memang lebih baik aku minta maaf.. memang benar aku yang salah, tidak menyampaikan pesan Lena itu padanya.. tapi.. harus bagaimana aku meminta maaf padanya.."
Shina terlihat kebingungan saat itu. Sambil menggaruk kepalanya, dia terlihat mempraktekkan bagaimana baiknya dia meminta maaf pada Aris akan kesalahannya waktu itu.. hingga tiba-tiba Aris datang dan masuk ke kamarnya, membuat Shina terkejut..
"Kau baru kembali.." sapa Shina tiba-tiba untuk menutupi rasa canggungnya saat itu
Aris saat itu tidak menjawabnya. Dia terlihat mengambil handphonenya dan kembali keluar kamar. Shina yang merasa diabaikan, turut mengikutinya keluar kamar. Ternyata Aris baru saja hendak makan malam.. diatas meja makan terlihat ada seporsi sate. Shina kemudian turut duduk disana.
"Kau baru makan malam sekarang?" tanyanya kembali
"Memangnya apa saja yang kau lakukan diluar tadi sehingga baru makan malam sekarang?" tanya Shina heran
"Aku berusaha meluruskan masalah yang dibuat oleh seseorang.. Karena kebohongan orang tersebut sehingga orang yang bersangkutan kini terlibat dalam masalah lain." balas Aris berusaha menyindir
"Ahh.. habis menemui Lena mantanmu itu. Pantas saja bisa sampai lupa waktu, lupa makan, dan lupa semua-semuanya.." balas Shina kembali menyindir
"Kalau begitu bagaimana hasilnya. Apa dia terbujuk olehmu? Apa kalian akan bersama kembali?" tanya Shina sinis
"Belum ya?? Sayang sekali.. Kalau begitu kau harus berjuang lebih giat lagi nanti untuk menarik simpatinya.. Ckckckkk.." Shina masih menyindir Aris
Aris yang tidak terima oleh perkataan Shina itu, kemudian..
"Shina kau.."
"Aku doakan semoga kau berhasil dilain waktu.." ucap Shina sambil berdiri bangkit dari duduk dan berjalan menuju kamarnya kembali
Sementara Aris, dia berusaha mengejarnya. Ketika dia berhasil meraih tangannya
"Shina kau ini kenapa? Harusnya aku yang marah disini karena kau telah membuatku merasa bersalah dengan kebohongan yang kau lakukan waktu itu.."
"Membuatmu merasa bersalah..? atau kau yang tidak enak hati dengan Lena karena kau masih ada perasaan padanya?" tanya Shina sinis sambil melepaskan tangannya yang di pegang Aris
"Hey Aris.. Apa kau tahu, sikapmu ini terlalu berlebihan untuk meluapkan emosi kekesalanmu itu hanya karena masalah kebohongan yang telah ku buat soal Lena. Orang-orang akan mengira bahwa kau ini kekasih atau suaminya.. karena kau begitu mengkhawatirkannya, sampai-sampai kau rela berjuang mati-matian untuk meluruskan kesalahpahaman yang terjadi antara dia dan juga Papanya.."
"Mana ada orang yang begitu khawatir dan peduli pada tetangganya seperti yang kau lakukan itu, hah? kecuali.. jika kita mengganti kata tetangga tersebut menjadi mantan atau kekasih.. Mungkin hal itu baru bisa lebih diterima dan terasa wajar.." ucap Shina yang berhasil membuat Aris merasa tersindir
Saat itu, Aris terdiam terpaku. Dia masih memikirkan kata-kata Shina yang terakhir tadi. Apa benar rasa kekhawatiran dan perasaan bersalahnya itu karena dia masih ada perasaan pada Lena. Mungkinkah dia masih mencintai Lena.. pikirnya bingung dalam hati.
Sementara Shina, dia terlihat kesal dan frustasi ditempat tidur. Dia tidak mengira bahwa sampai saat ini Aris ternyata masih mencintai Lena. Lalu selama ini perasaannya terhadapku itu apa?.. ucapnya menahan kekecewaanan. Dia terlihat menangis tanpa bersuara karena merasa telah patah hati.
Keesokan paginya dirumah Papa
Aku yang telah bangun, kemudian pergi kedapur untuk menyiapkan teh dan juga roti untuk diantarkan pada Papa. Sebenarnya saat itu, aku berusaha untuk membuat Papa merasa nyaman dan rileks agar aku bisa minta maaf mengenai kejadian semalam dan menggali informasi mengenai pembicaraan antara Papa dan Ryan.
"Pa.." sapaku ketika masuk kedalam ruang kerjanya
"Ini sarapan dulu.. Lena sudah buatkan khusus buat Papa." sambil ku menaruh teh dan roti di atas meja kerjanya
"Pa.." ucapku kembali
"Mengenai tadi malam.. Lena minta maaf sama Papa karena sudah berbuat seperti itu.. Lena hanya merindukan Mas Ryan, begitupun sebaliknya.."
"Pa.. seperti yang Papa tahu, Mas Ryan suami Lena itu memang agak unik. Dia akan melakukan berbagai cara agar keinginannnya tersebut terpenuhi.. Dia manja Pa.. Karena mungkin sedari kecil lingkungannya sudah membentuknya seperti itu.. Jadi, masalah dia yang membeli handphone baru dan menyuruh Oka malam-malam untuk mengantarkannya pada Lena.. Itu karena rasa kekhawatirannya.."
"Waktu itu Papa pernah bilang kan padanya bahwa dia hanya boleh menemui Lena dirumah ini saja. Dia cemas.. Dia mengira Papa tidak akan memperbolehkan kami untuk saling bertemu dan berhubungan lagi.. Jadi dia melakukan itu semua secara diam-diam agar dia dapat berkomunikasi dengan Lena dengan lancar.."
"Maafkan Ryan Pa.. Dia mungkin terlihat belum dewasa dimata Papa, tapi dia sangat mencintai Lena.."
Papa terlihat diam saat itu.. tidak memberikan respon atau komentar apapun terhadap semua ucapanku tadi. Melihatnya seperti itu, aku kembali berusaha untuk membujuknya agar Papa mau memaafkan Ryan.
"Pa.. Lena ingin Papa memaafkan Ryan dan memahaminya kenapa dia melakukan ini semua. Dia melakukan semua ini demi Lena Pa.. Demi bisa berkomunikasi dengan Lena.. Kita sering berkomunikasi seperti itu, terlebih saat kita terpisah jarak seperti ini. Sehari bisa tiga bahkan sampai lima kali kami saling bertelponan, hanya untuk menanyakan kabar atau sekedar melepas rindu.. Paa.." aku masih terus memohon
Tanpa berkata-kata, Papa kemudian memberikan handphoneku itu padaku. Aku yang senang kemudian merespon
"Makasih ya Pa.." sambil ku memeluknya dan mencium-cium pipinya
"Lena Sayang Papa.." ucapku kembali sebelum keluar ruangan itu untuk menghubungi Ryan
Begitu aku telah keluar dari ruangan itu, Papa terlihat menarik nafas panjang. Ada raut perasaan cemas dan khawatir di wajahnya saat itu. Entah apa yang dipikirkannya.. Kalau kalian bertanya darimana aku mengetahuinya, itu karena saat aku hendak keluar, aku kembali lagi masuk ke dalam sana untuk mengambil nampan dan juga kunci kamarku yang tertinggal.. Aku melihat semuanya.
Meskipun demikian, aku tidak berani untuk menanyakannya pada Papa, "ada masalah apa" atau "apa yang sedang Papa pikirkan sehingga membuat Papa cemas seperti itu".. Egois memang, tetapi aku hanya tidak mau merusak momennya. Aku takut dengan menanyakan hal itu akan membuat Papa kembali marah dan tidak senang sehingga dapat menyebabkan Papa mengambil handphoneku itu kembali.
Setelah melepaskan pikiran mengenai hal itu, aku kemudian langsung menghubungi Ryan. Saat itu telponnya tersambung, namun dia tidak menjawabnya. Aku terus mencoba dan mencoba tetapi dia masih belum menjawab telponnya.
"Aneh.. Disini masih jam setengah tujuh pagi. Harusnya disana setengah delapan malam kan. Kenapa dia tidak menjawab panggilannya. Apa dia sedang sibuk sekarang.." pikirku heran
*Sekilas info:
Saat itu ketika Aris kembali dari rumah Papa, dia sempat mampir ke warung sate baru yang ingin didatangi Shina sebelumnya. Dia kemudian memesan satu porsi sate disana dan berharap setelah kembali nanti akan memakan sate itu bersama dengan Shina.
Mengenai rumor yang disebarkan Rani ditelpon yang mengatakan bahwa Shina dan Roy pergi keluar bersama untuk makan sate disana, Aris telah mengetahui itu semua adalah bohong. Dia telah mengenal putrinya.. dan saat itu dia tahu Rani sedang berbohong. Termasuk momen saat Shina masuk ke dalam kamar Aris diam-diam untuk mengambil handphone dan dompetnya saat itu.. berkat Rani dia tahu kalau Shina akan melakukan hal itu sehingga dia tidak jadi pergi keluar dan berhasil memergoki Shina saat melakukannya.
You may also Like
Paragraph comment
Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.
Also, you can always turn it off/on in Settings.
GOT IT