Bel istirahat berbunyi, semua murid mulai keluar kelas untuk beristirahat.
Dias mengajak Adrian beristirahat keluar kelas untuk membeli makanan.
"Adrian, kau mau tidak ikut ke kantin denganku?"
Namun Adrian menolak ajakan nya tersebut.
"Tidak, terimakasih. Aku akan tetap berada di kelas. Pagi tadi aku makan terlalu banyak jadi aku masih kenyang hari ini."
"Oh, begitu ya. Kalau begitu aku duluan ya."
"Iya."
Dias kemudian keluar dari kelas, dan yang tersisa di dalam kelas hanyalah Adrian dan Aira.
Aira sedang membaca bukunya dan Adrian menulis kegiatan belajar nya hari ini.
Tak lama kemudian Aira berdiri dari bangku nya dan melihat ke arah Adrian sesaat lalu berlari keluar kelas.
Adrian berpikir bahwa Aira menjadi membenci nya karena kejadian kemarin.
Hal itu memang wajar baginya karena semua itu memang salahnya karena tidak seharusnya Adrian tiba-tiba bersikap dingin kepada Aira.
Pada akhirnya satu-satunya siswa yang berada di dalam kelas saat ini hanyalah Adrian saja.
Adrian berdiri dari bangkunya lalu berjalan dan mendekati jendela di samping kanan nya.
Dari sana Adrian bisa melihat semua siswa bersenang-senang di luar sana. Adrian berdiri dan menatap ke arah jendela tersebut sambil menyesali tindakan akan prinsipnya sendiri.
"Jika aku seperti ini selamanya, apakah mungkin suatu saat aku bisa percaya kepada seseorang lagi dan jatuh cinta kepadanya?"
Dalam benak Adrian selalu muncul pertanyaan seperti ini.
Adrian mondar-mandir kesana kemari berpikir bahwa apakah ia dapat mempercayai seorang cewek kembali setelah apa yang terjadi di dalam masa lalu nya.
Benar, Adrian adalah orang yang mengidap penyakit Pistanthrophobia, yaitu penyakit yang dapat menyebabkan seseorang takut untuk mempercayai orang lain.
Hal itu dikarenakan ia pernah dihianati oleh seseorang di masa lalu nya.
Perasaan yang telah meluap menjadi kebencian mengubah kepribadian serta tindakannya saat ini, namun dalam hatinya dia selalu berharap akan ada seseorang yang dapat membuka kepercayaan nya kembali dan membuatnya percaya dengan orang tersebut.
Setelah lama Adrian mondar-mandir di dalam kelas, bel masuk tiba-tiba berbunyi.
Adrian melihat Aira masuk pertama kali ke dalam kelas saat bel tersebut berbunyi.
Adrian awalnya ingin mendekati Aira dan meminta maaf secara jelas kepada nya, namun Aira menutup sebagian wajahnya dengan tangan nya sehingga Adrian merasa tidak dapat mendekatinya karena mungkin Aira masih marah akan kejadian yang terjadi kemarin.
Setelah itu, murid-murid yang lainnya sedikit demi sedikit mulai masuk ke dalam kelas.
Akhirnya Adrian tidak dapat mendekati Aira dan terpaksa duduk kembali ke bangku nya.
Dias dan Yuli masuk ke dalam kelas dan mereka berdua duduk di bangku nya masing-masing.
Dias yang berada di samping Adrian melihat ke arah Adrian yang tampak gelisah.
"Kau kenapa Adrian?"
Dias tiba-tiba bertanya dengan wajah yang penasaran kepada Adrian.
"Tidak, tidak ada apa-apa."
Dias yang mendengar jawaban itu dari Adrian merasa curiga dengan apa yang Adrian katakan.
"Benarkah? Jika kulihat dari ekspresimu kau tampak sangat gelisah saat ini? Apakah ada hal yang mengganggu pikiranmu?"
Adrian tidak merasa kaget dengan apa yang Dias tanyakan karena Adrian memang memberikan jawaban yang ambigu kepada Dias.
"Tidak, ini hanya masalah kecil."
"Benarkah? Jika kau punya masalah, kau bisa katakan kepadaku. Mungkin aku bisa sedikit membantu-"
Saat Dias mengatakan hal tersebut Adrian langsung memotong perkataan Dias.
"Aku bisa melakukan nya sendiri."
Dias langsung tidak dapat berkata apa-apa saat Adrian mengatakan hal tersebut.
Dias akhirnya menahan kalimat nya dan tersenyum ke arah Adrian.
"Oh, begitu ya. Baiklah kalau begitu."
Setelah itu, Adrian tidak menambahkan kalimat apapun lagi, dan percakapan mereka berdua berakhir disini.
Bu Sri masuk ke dalam kelas dan memberikan sebuah materi.
"Baiklah murid-murid, kali ini ibu akan memberikan sebuah materi kepada kalian. Materi ini ada hubungannya dengan menghargai orang lain jadi ibu harap kalian dapat mengikuti instruksi yang ibu berikan."
"Baik bu."
Semua murid menjawabnya dengan serentak.
"Baiklah, sekarang ibu akan mengatur kelompok kalian masing-masing.
Bu Sri melihat daftar absensi lalu mengatur kelompok dari masing-masing siswa.
"Adrian,Yulia,Dias, dan juga Aira. Kalian akan duduk bersama membentuk sebuah kelompok."
Adrian dan Aira merasa sedikit terkejut mendengar nya.
Yulia memanggil Aira untuk duduk bersama di sebelah Yulia.
"Heii, Aira. Ayo kesini! Duduklah disampingku Aira."
Aira awalnya sedikit ragu-ragu saat Yulia memanggil nya, namun karena ini adalah instruksi dari bu Sri maka Aira tidak punya pilihan lain selain mengikutinya.
Aira merasa ragu-ragu bukan karena dia tidak mau duduk disebelah Yulia.
Itu karena dia tidak tahu bagaimana caranya dia bisa menghadap ke Adrian setelah apa yang telah terjadi kemarin. Adrian pun juga merasakan demikian.
Aira berjalan menuju bangku Yulia dan dia duduk disebelah nya. Baginya, duduk disebelah Yulia bukanlah masalah namun hambatan terbesarnya ada pada Posisi tempat duduk nya.
Aira dan Adrian duduk dengan bangku yang saling menghadap satu sama lain. Hal tersebut membuat Aira merasa malu untuk melihat ke arah Adrian. Disisi lain, Adrian justru merasa bahwa Aira sepertinya tidak mau melihatnya karena dia masih marah kepada Adrian karena kejadian kemarin.
Dan pada akhirnya mereka berdua berada dalam kondisi salah paham. Aira ingin melihat ke arah Adrian namun tetap saja dia merasa malu untuk menatap wajah Adrian sedangkan Adrian ingin berbicara kepada Aira namun dia merasa bahwa Aira masih membencinya.
Aira hanya melirik sesaat kemudian memalingkan wajahnya kembali begitu pula dengan Adrian.
Rasa malu dan takut mengelilingi mereka berdua saat ini.
Pada akhirnya, Adrian dan Aira tidak dapat berkata apa-apa saat mereka berdua duduk bersama dalam satu kelompok.
Yulia yang berada di sampingnya merasa heran dengan perilaku Aira dan Adrian dan akhirnya dia berniat untuk bertanya kepada Aira dan Adrian.
"Hey, kalian berdua. Kenapa kalian berdua saling cuek begitu sih?"
Aira dan Adrian terkejut dengan apa yang dikatakan Yulia.
Namun, mereka berdua menyangkal perkataan Yulia.
"Kami tidak cuek!"
Aira dan Adrian mengatakannya secara bersamaan.
"Uh, ya, Baiklah. Kalian kompak sekali."
Yulia mengatakan hal tersebut sambil memasang ekspresi wajah yang datar.
Beberapa saat kemudian, semua murid juga ditunjuk untuk duduk berkelompok sesuai instruksi bu Sri.
Setelah itu, bu Sri mulai berbicara kepada para muridnya.
"Baiklah semuanya, sekarang ibu ingin perwakilan satu orang yang jarang berbicara dari kelompok kalian masing-masing untuk maju kedepan."
Mendengar apa yang dikatakan bu Sri, Adrian beserta kelompok nya mulai berunding satu sama lain.
Dias berbicara kepada Adrian untuk menentukan siapa yang akan maju kedepan.
"Adrian, menurutmu siapa yang cocok untuk maju kedepan?"
Adrian mengerutkan wajahnya, dia bahkan bisa membayangkan siapa diantara mereka yang paling jarang berbicara.
"Entahlah."
"Hm? Aku bahkan tidak cocok untuk maju kedepan. Lalu bagaimana denganmu? Apakah kau akan maju? Kulihat kau sendiri juga jarang berbicara kepada orang lain selain aku dan Yulia."
"Tidak. Kau salah, aku pernah sesekali berbicara kepada Aira."
"Ah iya benar juga. Lalu kau akan memilih siapa yang akan maju kedepan?"
Adrian perlahan menunjukkan jari telunjuk nya dan mengarahkan nya ke Aira.
"Aira!"
Saat Adrian menunjuk dan mengatakan kalau dia memilih Aira, Aira merasa dirinya tidak pantas untuk disebut orang yang jarang berbicara.
"T-tidak, aku tidak seperti itu! Aku...."
Aira menghentikan kalimat nya sejenak. Yulia yang berada di sampingnya merasa heran lagi dengan mereka berdua.
Yulia berpikiran bahwa mungkin mereka berdua punya masalah.
"Hei Aira, apa jangan-jangan kamu dan Adrian punya masalah saat ini?"
Aira terkejut dengan apa yang dikatakan Yulia.
"T-tidak ada masalah apa-apa kok antara aku dan Adrian."
Aira kemudian perlahan melihat ke arah Adrian dan tampaknya Adrian melihatnya dengan sedikit gelisah.
Adrian hanya melihat Aira tanpa mengatakan apapun.
Akhirnya dia memberanikan dirinya untuk berbicara kepada Adrian.
"A-adrian, kenapa kamu memilih ku?"
"I-itu, karena aku berpikir bahwa kau tidak akan berbicara kepada orang lain sebelum orang lain mulai berbicara kepadamu duluan. Aku berpikir bahwa mungkin orang yang pemalu seperti mu adalah orang yang jarang berbicara kepada lain."
Adrian melihat Aira seakan-akan mata Aira dipenuhi ketertarikan saat Adrian menjelaskan alasannya.
Bagi Adrian ketertarikan seperti itu bukanlah atas dasar perasaan, tapi hanya sebuah bentuk kebenaran yang ada.
Pada dasarnya Adrian menganggap bahwa Aira akan seperti ini jika orang lain menjelaskan hal yang sama kepada nya.
Aira bertanya kembali kepada Adrian, dia terlihat seperti tersenyum dan menyatukan jari-jari telapak tangan nya satu sama lainnya menggerakkan-gerakkan ibu jarinya.
"Umm, Apakah menurutmu aku seperti itu?"
Dalam suatu artian, posisi tangan seperti itu adalah bukti ketertarikan seseorang.
Adrian melihat Aira dengan perilaku seperti itu dan dalam sekejap dia berpikir bahwa sebenarnya Aira tidak membenci nya melainkan hanya malu untuk berbicara dengan nya.
Bagi Adrian, disinilah letak masalah itu terjadi.
Dimana jika ada seseorang yang mulai tertarik kepadanya, maka pengalaman yang sama seperti masa lalu nya akan terulang kembali.
"Uh, ya. Mungkin saja."
Adrian memberikan jawaban dengan nada yang datar.
Tak lama kemudian bu Sri menyuruh semua kelompok yang sudah menentukan perwakilan nya untuk maju kedepan.
"Baiklah semuanya, sekarang waktunya untuk setiap perwakilan kelompok maju kedepan."
Yulia, Dias, serta Adrian melihat ke arah Aira seakan mereka memilih Aira untuk maju kedepan.
Aira kemudian berdiri dari bangku nya dan melihat wajah Adrian sejenak.
Adrian merasa bingung saat Aira menatap nya.
Aira maju kedepan dan tak lama setelah itu, semua perwakilan dari tiap-tiap kelompok berkumpul di depan kemudian bu Sri menyuruh seluruh perwakilan tersebut untuk keluar kelas.
"Baiklah, bagi seluruh perwakilan kelompok yang telah maju ke depan, kalian akan ibu arahkan keluar kelas dan untuk yang lainnya, kalian akan tetap berada di dalam kelas."
Mereka semua menjawab dengan serentak.
"Baik bu."