Bertempat di perbatasan antara Baharuth Empire dan Re-Estize Kingdom, sebelah selatan dari pegununganAzellerisia, terdapat hutan yang luas yang bernama "The Great Forest of Tob". Di luar dari tepi hutan,terdapat desa Carne. Dengan populasi 120 orang, yang terbagi dalam 25 keluarga. Untuk ukuran desa perbatasan dari Re-Estize Kingdom, jumlah ini tidak aneh.
Kegiatan utama sehari-hari dari penduduk desa tidak terlepas dari hutan dan ladang mereka, karena hampir takada pengunjung kecuali beberapa ahli obat (pharmacist) yang sedang mencari tumbuh-tumbuhan dan petugas pengumpul pajak yang datang sekali setahun. Itu adalah sebuah desa yang tidak bergerak dalam waktu. Para penduduk sibuk sejak mereka bangun pagi. Sebagai desa tanpa cahaya keajaiban, "Continual Light (Cahaya berkelanjutan)", mereka bekerja dari terbit hingga terbenam matahari, begitulah kehidupan mereka.
Tugas pertama Enri Emmot setiap harinya adalah pergi ke sumur terdekat dan mengambil air. Mengambil air adalah pekerjaan seorang gadis dan ketika tangki air di dalam rumahnya sudah penuh, maka tugas pertamanya untuk hari itu telah selesai.
Bersamaan dengan itu, ibunya akan mempersiapkan sarapan, dan empat anggota keluarga akan menikmati sarapan bersama.
Sarapan terdiri dari gandum yang ditanak atau dibuat bubur, dan juga sayuran yang ditumis.
Suatu ketika mereka juga makan buah. Setelah makan bersama orang tuanya, adiknya yang berusia 10 tahun akan pergi kehutan untuk mengumpulkan kayu bakar segar, atau membantu dengan pekerjaan ladang.
Di pusat desa, ketika lonceng berbunyi di sore hari, semuanya akan istirahat di alun-alun desa untuk makan bersama. Makan siang terdiri dari roti hitam yang sudah beberapa hari, bersama dengan sup daging yang dipotong-potong. Setelah itu mereka akan melanjutkan pekerjaan di ladang dan ketika matahari sudah terbenam semuanya akan kembali kerumah masing-masing untuk makan malam..
Sama seperti makan siang, makan malam juga terdiri dari roti hitam, ditemani sup kacang. Jika pemburu desa berhasil menangkap beberapa hewan buruan, mereka akan mendapatkan daging juga.
Setelah makan malam,semuanya akan menggunakan cahaya dari dapur dan mengobrol dengan gembira, sambil menyulam baju-baju yang sudah robek. Mereka akan pergi tidur sekitar jam 8 malam. Enri Emmot dilahirkan 16 tahun yang lalu, dan hingga hari ini dia tidak pernah meninggalkan desa.
Dia juga penasaran, apakah hari-harinya akan tetap sama? seperti hari yang lain, Enri bangun tidur dan pergi ke sumur untuk menimba air. Biasanya hanya butuh 3kali perjalanan bolak-balik ke sumur dan rumahnya untuk memenuhi tangki air besar.
"Yosh".
Enri menyingsingkan lengan bajunya dan membuka kulit putih yang menarik perhatian dan memang
tidak terlalu banyak terkena sinar matahari.
Bekerja di ladang telah membuat lengannya ramping, namun berotot. Meskipun timba air terasa berat, Enri dengan mudah mengangkatnya. Jika timba tersebut penuh hingga pinggirannya, dia hanya perlu sedikit perjalanan bolak-balik, yang mana akan membuat pekerjaannya lebih cepat, ya khan?
Seharusnya timba tersebut tidak terlalu berat untuk diangkat. Sambil berpikir demikian, Enri mulai kembali ke rumah. Di perjalanannya dia mendengar suara dan setelah menoleh ke arah datangnya suara tersebut hatinya mulai tegang dengan perasaan takut. Suara yang dia dengar adalah suara kayu yang dihancurkan.
Diikuti dengan -"Sebuah teriakan...?" Kedengarannya seperti tangisan burung yang tercekik, tapi itu pasti bukan suaraburung. Enri pun merasa gemetar. Dia tidak ingin mempercayainya. Itu pasti hanya halusinasi dan itu pasti bukan teriakan manusia. Banyak pikiran menakutkan yang berkeliaran di otaknya.
Dia harus buru-buru, karena teriakan yang muncul berasal dari arah rumahnya. Dia membuang timba air itu,karena tidak mungkin dia berlari sambil membawa benda berat tersebut.
Meskipun dia hampir terjatuh karena pakaiannya, dia segera berdiri lagi.Suara itu muncul lagi. Jantung Enrisemakin berdebar. Itu pasti suara teriakan manusia, tidak salah lagi.
Dia terus berlari, dan lari dan lari lagi. Tak pernah sekalipun dia pernah berlari secepat ini, dia berlari
hingga terjatuh karena tersangkut kakinya sendiri. Suara kuda, orang yang menjerit dan berteriak.
Semuanya semakin jelas. Di depan mata Enri, dari kejauhan, dia bisa melihat orang asing dengan bajupelindung lengkap dan menghunuskan pedang pada para penduduk desa. Di atas tanah bergeletakan para penduduk desa yang terluka akibat tusukan yang fatal.
"Tn. Morjina..." Di desa sekecil ini tak ada yang memperlakukan seseorang seperti orang asing, semuanya adalah bagian dari keluarga. Jadi Enri mengenal penduduk yang tertebas pedang dan tergeletak di depannya.
Meskipun dia biasanya agak berisik, dia adalah orang yang baik dan tidak layak untuk mati seperti ini. Terpikir baginya untuk berhenti, namun buru-buru dia mengigit bibir bawahnya dan melanjutkan tujuannya. Jarak yang dekat untuk mengangkut air sekarang serasa seperti selamanya. Angin membawa suara teriakan dan jeritan pada telinganya. Akhirnya, pemandangan rumahnya telah nampak di depan mata.
"Ayah! Ibu! Nemu!" Sambil berteriak memanggil keluarganya, Enri membuka pintu dan melihat keluarganya yang terdiam dengan wajah penuh ketakutan... Namun, ketika Enri masuk melalui pintu rumah tersebut, ekspresi mereka dalam sekejap berubah. "Enri! Kamu baik-baik saja?!" kata ayahnya, dengan tangan yang kuat karena bekerja di ladang, memeluk Enri. "Ahh, Enri..." Ibunya pun memeluknya juga.
"Bagus, Enri juga sudah kembali, sekarang kita harus kabur secepatnya!" Saat ini, situasi keluarga Emmot sangat kritis. Mereka khawatir ketika Enri tidak pulang, membuat mereka tidak bisa kabur. Saat mereka ingin kabur, sebuah siluet seseorang masuk melalui pintu. Dengan berdiri menghalangi cahaya matahari seseorang berpakaian pelindung lengkap dengan lambang Baharuth Empire.
Di tangannya dia menggenggam sebuah pedang. Baharuth Empire sering melakukan peperangan dengan tetangganya, Re-Estize Kingdom. Tapi invasi yang terjadi hanya di dekat Benteng kota E-Rantel, mereka tidak pernah sampai ke desa sebelumnya. Kehidupan tenang dari desa ini tiba-tiba terhenti.
Dari dalam helmet, terdapat tatapan mata yang dingin menghitung jumlah keluarga Enri, Enri merasa ketakutan melihat matanya. Ksatria (knight) tersebut menggenggam pedangnya, suara berderit terdengar dari cara dia memegang pedang. Saat dia akan masuk rumah--
"Huargh!"
"Ergh!"
Ayahnya merangsek ke arah knight tersebut, mendorong keduanya keluar pintu.
"Lari!"
"Kau!"
Ada darah mengalir dari wajah ayahnya, sebuah luka yang disebabkan oleh benturan tadi. Keduanya
sedang berkelahi di tanah. Knight tersebut sedang menggenggam pisau ayahnya, di waktu yang sama ayahnya sedang menahan pedang knight tersebut. Melihat ayahnya yang berdarah, Pikiran Enri seketika buyar. Dia tidak tahu apakah harus menolong ayahnya atau cepat-cepat kabur dari situ.
"Enri! Nemu!" Teriakan ibunya membangunkan Enri ke alam nyata, Enri melihat ibunya menggelengkan kepala dengan ekspresi yang dipaksakan. Enri memegang tangan adiknya dan dengan cepat berlari ke dalam hutan, meninggalkan suara dari kuda, teriakan, logam yang beradu dan bau benda yang terbakar. Dari segala sudut desa, situasi ini masuk ke dalam telinga, mata dan hidung Enri. Sebenarnya mereka ini dari mana? Enri berusaha keras mencari tahu sambil berlari.
Berlari hingga batas akhir tubuhnya, atau sembunyi di sudut rumah. Ketakutan menghantui badannya dan detak jantungnya yang keras bukan hanya disebabkan karena dia berlari. Sementara itu, karena merasakan tangan kecil yang berada di genggamannya seketika memberinya motivasi untuk berlari lagi. Yaitu nyawa adiknya.
Ibu Enri, yang berlari di depan mereka, tiba-tiba berhenti di sudut dan berputar. Dia berlari kembali ke sang ayah, setelah menyuruh Enri untuk terus berlari ke arah berlawanan. Sambil berlari dia berpikir mengapa ibunya menyuruhnya melakukan hal itu, Enri dengan cepat menggigit bibirnya dan diikuti oleh tangisannya hampir pecah.
Dia menggenggam tangan adiknya dan berlari, tidak ingin tetap disini sedetikpun dari yang dibutuhkan, karena dia ketakutan atas apa yang akan dia saksikan dari pemandangan itu.