"Kenapa alatmu mati?" Adith duduk menghadap Alisya dan memegang alat di telinganya.
"Um... Di hutan aku tak mendapatkan sinyal." Alisya segera memalingkan wajahnya dan menjauhkan telinganya dari tangan Adith.
Melihat reaksi Alisya yang malu-malu, membuat Adith tersenyum gemas. Adith baru memperhatikan wajah Alisya dari dekat karena mereka sekarang sudah berada di depan tenda dengan cahaya yang cukup, sehingga ia bisa melihat dengan jelas wajah Alisya yang mengucir tinggi rambutnya, memperlihatkan leher jenjangnya yang bersinar. Aroma tubuh Alisya membuat Adith merasa nyaman dan ingin selalu berada dekat di aroma yang cukup akrab baginya itu.
Adith terkejut melihat 3 titik tahi lalat dibawah telinga Alisya. Ia merasa pernah melihat tahi lalat ini sebelumnya, tapi tak jadi bertanya melihat kondisi alisya yang sedikit kotor dipenuhi dengan keringat.
"Sebaiknya kamu mandi dulu!" Ucap Adit lembut.
"Ba... Badanku bau ya?" Alisya panik mendengar perkatan Adith dan dengan refleks mencium seluruh tubuhnya membuat Rinto, Karin dan Yogi tertawa karena Alisya dengan santainya mengangkat ketiaknya di hadapan Adith.
"Kamu tidak punya malu ya?" Karin memukul bahu Alisya, membuat Alisya meringis kesakitan karena baru sadar kalau bahunya terkilir setelah ia membenturkan tubuhnya di pohon.
"Bahumu terkilir?" Rinto bertanya ketika melihat reaksi Alisya yang meringis.
"Sepertinya begitu." Jawabnya terengah.
Tanpa bertanya kepada Alisya, Adith mengangkat tubuh Alisya, membuat Alisya melebarkan bola matanya.
"Oy Oy Oyyy... Aku bisa jalan!!!" Tegas Alisya.
"Aku tau!" Adith tidak memperdulikan Alisya.
"Kalau begitu turunkan Aku!!!" Alisya memberontak sekuat tenaga.
"Diamlah! Aku akan membawamu ke Vila ku dan mengobati bahumu!" Suara Adith terdengar seperti ancaman.
Semua orang yang melihat kejadian itu menjadi heboh dan ricuh. Beberapa yang lainnya mengutuk Alisya yang tampak bagi mereka seolah menggoda Adith dengan memanfaatkan suasana. Zein yang melihat perlakuan Adith kepada Alisya, membuatnya merasa terbakar didalam dadanya. Ia cemburu dan merasa tertantang untuk merebut Alisya dari tangan Adith. Sesuatu tentang Alisya semakin membuatnya penasaran dan menggelitik rasa ingin tahunya.
"Bersihkan dirimu! Tekan lama alatmu, aku akan berada diluar jika kau membutuhkanku!" Adith menurunkan tubuh Alisya di atas sofa dengan lembut dan berjalan pergi meninggalkan Alisya di dalam Vila.
"Adith, maaf jika kalimatku di atap membuatmu tersinggung. Aku... " Adith menghentikan langkahnya.
"Tidak! Apa yang kamu katakan ada benarnya. Emmm.. mandilah!" Adith memilih untuk menyimpan kata-katanya untuk sekarang.
"Terimakasih!" Adith hanya membalas dengan lambaian tangan sambil membelakang.
"Wow.... Vilanya mewah sekali." Alisya bergumam menatap takjub vila yang cukup luas itu, dengan interior yang indah dan warna tema hitam putih yang sangat disukai Alisya.
Setelah cukup puas berkeliling melihat seluruh isi Vila itu, Alisya kemudian masuk ke kamar mandi membersihkan diri dengan air panas sembari mengobati bahunya yang terkilir menggunakan serbet kecil yang sudah dibasahi dengan air panas. Ia menekan dengan kuat bahunya, hingga ia merasa cukup nyaman ketika menggerakkan lengannya dan tidak merasa sakit.
Alisya keluar dengan rambut basah yang mengeluarkan uap panas. Dia mendapati Karin yang sedang menaruh pakain gantinya di atas kasur.
"Bagaimana bahumu?" Tanya Karin begitu sadar Alisya sudah keluar dari kamar mandi.
"Sudah sembuh!" Ucanya sambil menggerakkan bahunya sendiri.
"Memangnya kamu robot? Bagaimana bisa kamu mengobati bahumu sendiri?" Karin menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Aku cukup hebat soal ini!" Alisya menjawabnya sambil tersenyum licik.
"Hhhhh... Ya sudah! Keluarlah cepat, pembakaran api unggun akan segera dimulai. Aku tunggu di tenda saja!" Karin berlalu pergi memberikan waktu kepada Alisya.
"Shangkyu (Ucapan terimakasih dalam bahasa inggris tetapi menggunakan logat Jepang) bebebzz." Alisya tidak butuh waktu lama untuk mengeringkan rambutnya dan bersiap keluar. Sebelum keluar, ia sekali lagi memandang interior vila tersebut dan tidak berhenti mengaguminya meski sudah berkali-kali melihatnya.
Sewaktu akan keluar, Adith sudah berada didepan pintu.
"Kamu mau kemana? Bahumu masih perlu di obati!" Adith yang membawa kotak P3K dengan cepat memegang lengan Alisya dan menariknya masuk.
"Bahuku baik-baik saja! Sebaliknya kita harus pergi ke pambakaran Api unggun sekarang. Ayo!" Alisya mengajak Adith dengan mata membara dan dengan lihainya memelintir tangannya berbalik memegang tangan Adith.
Melihat Alisya yang semangat membuat Adith dengan Refleks mengikuti langkahnya setelah menaruh kotak P3K yang berada di tangannya. Adith tidak bisa berhenti kagum karena Alisya yang terus saja memberikannya kejutan dalam banyak hal. Terlebih lagi dengan gerakan lembut Alisya, yang berbalik memegang tangannya itu sungguh bukan gerakan sederhana yang biasa. Itu cukup memberikan kesan yang mendalam terhadap Adith.
Adith yang mengikuti langkah kaki Alisya dari belakang, bisa mencium aroma sampo dari rambut Alisya yang membelai lembut wajah Adith karena hembusan Angin.
****
Pagi harinya.
"Hari ini adalah hari terakhir Camping. Tapi sebelum kita menghitung keseluruhan poin yang sudah diperoleh, maka akan ada acara terakhir yang dijadikan sebagai tantangan bagi semua peserta Camping. Tantangan ini akan diberikan kepada setiap kelas unutk memberikan sebuah persembahan dan tentu saja akan mendapatkan poin yang cukup tinggi apabila banyak yang menyukainya." Edo memulai penjelasannya begitu seluruh peserta Camping sudah berada di lapangan.
"Tiap kelas akan memiliki seseorang yang ditunjuk dari tiap regunya untuk menjadi perwakilan dan memberikan persembahan. Tiap peserta berhak mendapatkan bantuan dari luar jika orang luar itu melakukannya dengan suka rela. Pemenangnya akan mendapatkan hadiah yang cukup besar loh... Maka dari itu, ayo kita mulai acaranya!" Suaranya lantang memecahkan suasana membuat riuh seluruh penonton yang melihatnya.
Beberapa anggota elit memilih tidak ikut dan hanya menonton saja dari jauh. Mereka tidak terlalu tertarik dengan tantangan yang diberikan. Semua peserta dari beberapa regu telah menampilkan persembahan dan penampilan yang cukup menarik sehingga menghibur seluruh peserta yang sedang berkumpul dilapangan pada pagi itu. dan Beni menjadi seorang yang menjadi perwakilan regu pria dari kelas MIA 2.
Beni memiliki kemampuan dalam bidang musik khususnya memainkan alat musik Drum. Melihat Beni yang kebingungan, membuat Rinto dan Yogi, berinisiatif mencari beberapa peralatan sederhana yang bisa digunakan untuk menghasilkan irama yang cukup bagi Beni dalam memaikan Drum. Rinto memegang botol dan memukul-mukulnya dengan sendok, sedangkan Yogi menggemerincingkan kumpulan sendok. Irama unik yang mereka tampilkan membuat semua orang terhibur dan menggoyangkan tubuh mengikuti irama yang dikeluarkan oleh perlatan sederhana tersebut.
"Wooow... Penampilan yang cukup menarik!" Tepuk tangan meriah mengakhiri penampilan Beni.
"Baiklah... Penampilan selanjutnya... The Last but Not The End.... Kita sambut, Alisya a a!" Teriak Edo dengan lantang, membahana membuat semua orang berseru ramai.
Mendengar namanya disebutkan, Alisya yang sedari tadi asyik terbawa suasana tiba-tiba diam membatu. Zen dan Riyan segera mendekat diikuti para elit lainnya. Siska yang sudah menunggu-nunggu hal ini tersenyum dengan liciknya. Adith memperhatikan wajah Alisya yang terkejut hanya tersenyum gemas karena reaksi lucu Alisya.
Alisya yang masih berdiri membatu mendapat sorakan dari para siswi yang sengaja ingin menjatuhkan Alisya dihadapan Adith. Mereka ingin meyakinkan Adith, bahwa Alisya hanyalah siswa biasa yang kampungan dan tak bisa apa-apa. Alisya bahkan tak menyadari seseorang yangsudah mendorongnya hingga berada ditengah lapangan.
"Ini balasan atas perlakuanmu kepada Siska!" Bisik Edo dibelakang Alisya, setelah memberikannya Mic.
"Oh... Bucin Siska Ternyata!" Perkataan Alisya terdengar jelas, karena Micnya yang menyala membuat semua orang tertawa riuh. Alisya masih terdiam bingung tidak tau harus melakukan apa.
Adith segera bangkit dari tempat duduknya ingin membantu Alisya, namun terhenti oleh suara batuk Alisya yang menatap tajam Adith untuk tidak mengkhawatirkan dirinya. Semua mulai mengolok-olok Alisya dan menyuruhnya untuk keluar saja. Karin yang ingin membantu Alisya pun dihadang oleh beberapa siswi.
Sambil menutup matanya, Alisya mulai bernyanyi dengan suara yang halus dan mengalun indah. Lagu I love You 3000 mengalir lembut. Suaranya bening bak cahaya yang menyilaukan. Hangat menusuk masuk kedalam telinga, membuat semua orang terdiam tak bersuara mendengarkan suara Alisya. Alisya terus bernyanyi sambil menutup matanya ia tenggelam akan setiap bait dan lirik lagu yang terus mengingatkannya akan seorang anak kecil yang bermain bersamanya dan ikut menyanyikan lagu itu bersamanya. Namun hingga kini ia tak mengingat siapa nama anak itu. Begitu ia menyelesaikan lirik terakhir, ia membuka matanya menatap kerumunan mata yang melihatnya dalam diam.