Pagi ini suanasa mendung. Matahari nampak malu bersembunyi di balik awan kelabu. Angin berhembus dengan membawa rintik hujan. Gerimis. Nampak seorang gadis cilik duduk di depan sebuah jendela kaca. Menatap lurus ke luar jendela. Wajahnya kuyu. Berkaca-kaca. Tetesan air mata perlahan jatuh dari pelupuk matanya. Ia mengusap perlahan dengan jarinya.
Bbrmmm... suara mobil memasuki halaman. Gadis cilik itu mendongak.. Mencari arah datangnya suara mesin. Tubuhnya bergetar begitu melihat seorang pria turun dari kendaraan tersebut. Gemetar hebat.
Pria tersebut perlahan memasuki rumah setelah membuka pintu dengan lantang. Gadis cilik pun tersetak. Air mata semakin deras mengalir di pipinya.
"Kinaaaan...!!!" Teriak pria itu sambil berjalan ke arah dapur.
Gadis cilik yang mendengar teriakan itu sontak berlari menuju dapur. Menghapus air matanya. Menggretakkan giginya. Mengumpulkan segenap keberaniannya. "Iya, ayah.." Jawabnya pelan ketika sampai di pintu dapur.
"Sudah berapa kali aku bilang, JANGAN PANGGIL AKU AYAH!!" Amarah pria itu membuncah. Berjalan menghampiri gadis cilik itu.
Gadis itu gemetar menjadi. Tubuhnya menggigil. Keringat dingin mulai membasahi tubuhnya. Kinan nama gadis itu. Gadis cilik bertubuh kurus berkulit putih bersih. Dengan mata bulat berwana hitam.
Tak menjawab gadis itu hanya menunduk. berusaha menahan air mata di matanya. Bendungan air matanya hampir jebol ketika melihat laki-laki yang ia panggil ayah berdiri di hadapannya.
" Jangan pernah panggil aku ayah.. Ibumu sudah pergi meninggalkanku karenamu. Kamu tidak berhak memanggilku ayah. Ingat itu..!" Ujar pria itu sambil mencengkram lengan gadis itu sampai memerah.
"Iya Tuan Rian..." Jawab gadis itu pelan. Suaranya hampir tak terdengar.
Rian adalah ayah dari gadis cilik ini. Ketika gadis ini berusia 4 tahun, ibunya kabur dari rumah meninggalkannya dan ayahnya. Entah dengan alasan apa ibunya meninggalkannya. Rumah yang dulu hangat, penuh dengan canda tawa berubah seketika. Kehangatan yang pernah ada telah berganti menjadi kebencian. Canda dan tawa berubah menjadi kekerasan dan air mata. Ya... Rian berubah semenjak ditinggal istrinya. Ia menjadi seorang yang kasar. Sering menghardik dan memukul si kecil Kinan.
Kini 6 tahun sudah berlalu. Tetap tidak ada kabar dari istrinya. Kemarahannya semakin hari semakin menjadi. Kinan lah yang menjadi tempat pelampiasannya. Labuhan segala kekecewaannya. Laki-laki itu percaya bahwa istrinya meninggalkannya karena putri mereka. Karena lelah mengasuh Kinan. Gadis malang itu.
8 tahun kemudian
"Rose....kamu sudah siap??" tanya Andini dengan senyum merekah. Wajah ayu nya terlihat gembira.
Gadis yang ia panggil Rose menoleh ke arahnya dengan tersenyum lembut... "He'emh...." Sahutnya sambil berjalan ke arah Andini.
"Ayoo....cepaaat... ini hari kelulusan kita... jangan sampai kita telat..." Ujar Andini seraya meraih tangan Rose dan menariknya agar lebih cepat.
Rose yang melihat tingkah sahabatnya itu hanya tersenyum simpul sambil mengikuti langkah cepat Andini.
Mereka berjalan menuju SMA nya. Hari ini merupakan hari wisuda kelulusan mereka. Hari terakhir mereka menjadi gadis SMA. Esok, mereka akan mendapat gelar baru sebagai mahasiswi. Ya....mereka telah diterima masuk ke perguruan tinggi lewat jalur prestasi. Mereka berdua bersama 3 orang lainnya dari SMA nya menerima beasiswa penuh di salan satu perguruan tinggi di Surabaya.
"Rose....itu...." Suara Andini tercekat melihat pria paruh baya mendekati mereka... Rian...
*-----*