"Prannnnggggggggg..."
Beberapa piring telah terlempar dan mengenai sisi pintu lemari pajangan, Melani yang baru saja pulang sekolah bersama adiknya Fani. Dibuat terkejut dengan penyambutan yang tiba-tiba dari kedua orang tua mereka.
Seragam merah putih masih mereka kenakan dengan rapi, Melani terus memegangi tangan adiknya, dan ia segera saja memasukkan Fani ke dalam kamar.
"Tunggu sini ya!" Perintah Melani, dan Fani langsung menatap ke arah tempat tidur.
"Kamu jaga Adit sebentar ya.." Ucap Melani menunjuk ke adik laki-laki satunya lagi yang masih berusia satu tahun. Terlihat Adit sedang tertidur pulas. Walau suara teriakan dari kedua orangtuanya sudah mulai terdengar.
Melani meletakkan tasnya, dan mulai berjalan ke arah luar kamar. Ia melihat pembantunya sedang membersihkan serpihan-serpihan beling.
"APA KAU GILA BAYU!!! AKU ITU BEKERJA MENCARI NAFKAH!! bisa-bisanya kau malah cemburu padaku."
"INTAN!! aku ini suamimu!! Kau harus hormat pada suamimu!!" Ucap Bayu tidak kalah kencang.
Intan dan Bayu sudah masuk dalam kamar mereka. Mereka mulai berteriak dan saling memaki, suara mereka sudah terdengar di seluruh penjuru rumah.
Sedangkan Melani menghampiri pembantunya dan mencoba membantu membersihkan serpihan beling.
"Bi, sini Lani bantu bersihkan." ucap Melani, tetapi pembantunya hanya terdiam. Melani bisa melihat air mata pembantunya berlinang, karena sedih dengan pertengkaran yang terjadi.
Entah mengapa Melanie kuat tidak mengeluarkan air matanya, bukan karena dia tidak sedih melihat kedua orang tuanya bertengkar.
Tapi karena dia sudah mulai terbiasa melihat kedua orang tuanya bertengkar, rasa sedih dan Iba itu mungkin sudah hilang digantikan dengan rasa kebencian.
"Lan, tadi siang ada apa?" Tanya Rangga, mendekati adiknya yang sedang sibuk mengerjakan tugas bersama Fani.
"Biasalah kak, ada kejadian UFO lagi. Piring terbang." Jawab Melani singkat.
"Hmmm.... bener-bener deh mereka. Soal apa lagi berantemnya?" Tanya Rangga, dan Melani hanya mengangkat kedua bahunya, dan kembali fokus pada pekerjaan rumahnya.
Sarapan pagi itu, Lani tidak melihat ibunya. dia hanya melihat ayahnya yang sedang membaca koran sambil menikmati segelas kopinya.
Rangga juga tidak banyak berbicara, usai sarapan dia langsung saja pergi dan berangkat sekolah. Rangga duduk di kelas dua SMA, dia cukup populer di sekolahnya dan digadang-gadang akan menjadi ketua OSIS.
"Fani kamu udah selesai ayo kita berangkat." Ucap Melani. "Ya kak." Ucap Fani. Setelah berpamitan dengan ayah mereka. mereka pun bergegas untuk berangkat ke sekolah.
"Fan, nanti ingat ya!! tunggu kakak. Kamu kan hari ini pulangnya lebih cepat." Ucap Melani, dan Fani pun mengangguk dan masuk ke dalam kelasnya.
Melani yang duduk di bangku kelas enam SD, sedangkan adiknya berada di kelas empat SD. Mereka berada disatu sekolah yang sama.
Jika kebanyakan orang tua mengantar anak-anak mereka sekolah, lain halnya dengan mereka. Melani sudah terbiasa menjaga adik-adiknya, pulang dan pergi ia selalu memastikan Fani juga ikut pulang bersamanya.
Rangga - kakaknya tidak banyak membantu, ia terlalu sibuk dengan dunianya sendiri dan sejumlah kegiatan sekolah yang banyak dan padat.
Rangga seakan lupa dengan kondisi adik-adiknya yang masih kecil, yang juga membutuhkan perhatian dari kakaknya.
Bayu selalu membanggakan Rangga putra pertama mereka, menurut Bayu Rangga tumbuh sesuai dengan keinginannya. Anak lelaki yang akan menaikkan derajat keluarganya.
Sore itu Melani sangat marah terhadap sikap Fani, karena telah merobek salah satu buku pelajarannya.
Dan kebetulan sekali Bayu yanh baru pulang bekerja lewat, dan melihat Melani yang sedang memarahi adiknya.
Sepertinya Bayu masih membawa masalah pekerjaan ke dalam rumah. Dan seketika emosinya menjadi terpancing melihat Melani yang memarahi adiknya.
Dengan ringannya, Bayu memberi beberapa tanda biru di area pantat Melani. Sebuah sapu sudah ia pegang dengan kuat dan berkali-kali ia arahkan. Tapi setelahnya Bayu merasa menyesal, dan menyuruh untuk Melani masuk kedalam kamar.
Melani menangis tersedu-sedu, tapi mulutnya ia dekap dengan erat. Agar ayahnya tidak mengetahui, kalau ia sedang menangis dan sedang menahan kesakitan. Berkali-kali ia mengusap air matanya yang terus menerus keluar.
Ini bukan pertama kalinya Melani mendapatkan hukuman, tapi ia hanya bisa diam dan tidak berani melawan. Yang ia lakukan hanya bisa menangis.
Fani yang sedang berada di kamar Adit, tau kalau ayahnya sudah memarahi kakaknya. Tapi Fani masih belum begitu paham, tampak diam saja melihat kakaknya yang dimarahi.
"Kau ini bisa-bisanya memukul anakmu sendiri??!! Memang tidak bisa dibilangin baik-baik." Ucap Intan marah yang sudah mengetahui Melani yang dipukul oleh suaminya.
"Kau sendiri??!!! bukannya jaga anak dirumah." Bayu membalas kesal ucapan istrinya.
"Di RUMAH?? Apa aku tidak salah dengar Bayu??!! bahkan kita saja sudah tidak ada pembantu. karena kita sudah tidak sanggup membayar!!!"
"Mangkanya kamu Dirumah aja!!! Urus anak-anak." Balas Bayi lebih kencang.
"Emangnya kamu udah sanggup!! Bayar semua!!! Gaji kamu emang seberapa sih mas??!!" Intan mulai melotot ke arah suaminya.
"Palingan dengan gaji kamu yang kecil itu, cuman bertahan buat seminggu." Tambah Intan.
"Kamu ini!!! Malah menghinanya SUAMI SENDIRI !! Terus KAMU MAU APA SEKARANG!!??"
Melani bisa mendengar suara Adit yang menangis dengan kencang. "Kak, mama dan papa kenapa sih sering berantem?" Tanya Fani dengan polos.
"udah jangan didenger ya.. dengerin lagu aja ya.." Melani mengeluarkan mp3nya, dan ia kenakan langsung headset di telinga Fani.
Fani pun naik ke atas tempat tidurnya, dan seketika sudah lupa dengan pertanyaannya. Sedangkan Melani masih dengan jelas mendengar teriakan kedua orang tuanya.
Semua perkataan kasar kedua orangtuanya, sangat jelas dan terekam di pikirannya. Kebetulan sekali, Rangga pun tidak berada di rumah.
Melani meliriknya ke arah jam dinding, dan ia bisa sangat yakin kalau kakaknya pasti sedang jalan dengan teman perempuannya.
Melani melihat Fani sudah tertidur dengan headset yang masih terpasang. Tapi teriakan orang tuanya masih terdengar sangat jelas, bahkan tangisan Adit belum juga berhenti.
Melani yang sedang duduk di meja belajarnya, langsung menutup kedua telinganya dengan tangannya sendiri. Matanya sudah menunjukkan rasa kesal dan benci.