Dan dia memanggil Rafael dengan panggilan Ian, Ian Rafa, ya.. itulah yang dia dengar.
"Aarrrgg,..." Kepala Rafael seakan mau pecah, hinggah akhirnya ia tersungkur di bawah lantai.
__Tepat pukul 3 sore, kondisi di kediaman Tuan Ceo tidak terlihat tenang seperti biasa. Terlihat jelas beberapa pelayan bolak balik dari dalam kamar Rafael, beberapa dokter dan asistennya bergiliran memeriksa keadaan pria yang terbaring lemah di atas kasur.
"Bagaimana keadaannya sekarang Dok?" tanya Aldy dengan perasaan cemas. Saat Aldy hendak memberikan sebuah laporan kepada Rafael, dia dikejutkan dengan suara rintihan dari dalam kamar tuannya.
Dia segera membuka pintu kamar dan mendapati tuannya yang terbaring tak sadarkan diri di lantai.
"Sekarang kondisinya sudah stabil, Anda hanya perlu memberikannya obat yang teratur, sesuai dengan resep yang saya berikan!" Dokter itu lalu memberikan selembar kertas resep obat kepada Aldy.
"Dan satu lagi, Tuan Pradianata mungkin mengalami efek yang menganggu kerja otaknya, sepertinya ini berhubungan dengan kecelakaan yang di alaminya sewaktu kecil, pada saat dia berumur sepuluh tahun."
"Apa mungkin kerja otak tuan saya akan mengalami gangguan yang signifikan?"
"Dia hanya memiliki dua kemungkinan. Yang pertama, jika ingatan Tuan Pradianata mengalami gangguan setelah kejadian ini, maka itu akan sangat berbahaya karena dapat menghilangkan ingatan secara berangsur-angsur."
"Jadi jika hal itu terjadi, maka tuan bisa saja mengalami hilang ingatan secara permanen?"
"Benar sekali, dan akan ada saatnya dia akan selalu menjadi orang yang tak mengingat hal apa pun, di setiap dia bangun di pagi hari, itu adalah kemungkinan terburuk."
Deg... Aldy merasa sangat syok mendengar perkataan dokter tersebut, dia berusaha menenangkan dirinya dan mulai bertanya kembali.
"Lalu bagaimana dengan kemungkinan yang kedua?"
"Kemungkinan yang kedua adalah, jika hal pertama yang aku katakan tidak terjadi, maka bisa di pastikan, ingatan Tuan Pradianata yang telah hilang sejak dirinya berusia 10 tahun, akan berangsur-angsur kembali."
Aldy cukup lega mendengar kemungkinan yang ke dua itu, namun hatinya masih saja merasa cemas, dia tak mampu membayangkan jika kemungkinan pertama akan terjadi pada tuannya.
Tuannya adalah sosok yang sangat dia hormati dan hargai, sejak dirinya telah di pungut oleh Rafael dari jalanan, kehidupannya yang selama ini dalam penderitaan, dikelilingi dengan lumuran kebencian dan kekejian, berubah menjadi sosok yang lebih berarti.
Dirinya yang semula seperti sosok sampah, di tempah oleh Rafael menjadi sebuah sosok yang sangat mandiri dan bijaksana.
"Baiklah, kalau begitu saya akan pergi sekarang! Anda bisa menghubungi saya jika keadaan Tuan Pradianata memburuk!" Dokter itu pun berlalu, dan pergi meninggalkan Aldy di samping Rafael.
tiga orang pelayan wanita yang bertugas memenuhi kebutuhan Rafael, berdiri berjejer di samping tempat tidur.
"Hei, kalian tau tidak? mengapa tuan tiba-tiba tak sadarkan diri?" tanya seorang pelayan yang berambut pendek kepada dua pelayan yang lain.
"Entahlah, yang ku tahu hanyalah tuan mengalami masalah pada otaknya, itulah yang kudengar dalam pembicaraan antara dokter dan pak Aldy." jawab pelayan yang terlihat lebih gemuk, dan di ikuti oleh anggukan pelayan yang tampak lebih pendek, tanda dia setuju dengan ucapan pelayan yang lebih gemuk.
"Apakah kalian tidak dapat memikirkannya? tuan tiba-tiba saja tak sadarkan diri, tepat saat gadis buruk rupa yang menjijikan itu keluar dari kamar ini?!" pelayan yang berambut pendek, mulai mengeluarkan pikiran-pikiran buruknya terhadap Indah.
"Oo!" kedua pelayan itu ber 'O' ria tanda mulai mengerti dengan apa yang di maksud oleh pelayan berambut pendek.
"Jadi mungkin saja mahluk aneh itu melakukan sesuatu pada tuan! ini sangat berbahaya!"
"Kita tidak boleh berdiam diri saja, jika sesuatu terjadi pada tuan, maka bisa-bisa kita akan terkena masalah yang sangat besar." pelayan yang terlihat lebih pendek mulai panik.
Semua orang yang bekerja di rumah itu tau, hal buruk apa yang akan menimpa mereka jika tuannya mengalami sesuatu yang buruk di rumah itu.
Segala kesalahan akan di timpahkan kepada mereka, jika terjadi masalah. Mereka akan di cap sebagai pekerja yang sangat tidak becus. Dan siapa tuan besar mereka, yang terkenal kejam jika menemukan sesuatu yang tak dia sukai.
"Tenang saja, aku sudah menghubungi Mbak Monica, dan sebentar lagi dia mungkin akan segera datang!" jawab pelayan berambut pendek itu dengan bangga.
___malam pun tiba, Rafael sudah sadarkan diri sejak pukul lima sore tadi. Indah yang berada dalam kamar, merasa sedikit ketakutan.
Bagaimana tidak, sejak kedatangan Monica yang secara mendadak, Nadin yang secara rifleks berlari ke arah kamar Indah dan memperingatinya.
Nadin mengatakan kepada Indah, bahwa Monica adalah sosok yang sangat picik dan jahat. Dia akan selalu beperilaku baik dan sangat manja di depan Rafael, namun ketika Rafael tak ada, dia akan tiba-tiba menjadi sosok penguasa di rumah ini.
Memperlakukan para pelayan dengan semena-mena. Dia memiliki satu pelayan sebagai kaki tangannya dirumah ini.
Dan dia adalah Tuti, pelayan yang memiliki rambut pendek dan terlihat angkuh dibanding dengan pelayan yang lain.
Hal yang membuat Tuti tidak berani menyampaikan keberadaan Indah pada Monica, karena sebelumnya Tuannya sudah memperingatkan kepada semua bawahannya, bahwa tak ada seorangpun yang boleh membicarakan keberadaan Indah terhadapa siapapun.
Bahkan kedua orang tuanya sendiri, maka dari itu jika Monica mengetahuinya, maka habislah riwayat Tuti di tangan tuannya.
"Jangan perna sekalipun kamu menampakkan dirimu di hadapan Monica, jika dia menemukan keberadaanmu, maka dia akan mencari berbagai cara untuk bisa mengusirmu."
"Kita tidak tau cara apa yang akan di pakai untuk itu, tapi yang pasti itu bukanlah hal yang baik!"
Kalimat Nadin selalu terngiang di kepala Indah, hal yang paling di takutkan Nadin bukanlah caci makian atau beberapa pukulan.
Tapi siapa yang tau, jika Monica akan menggunakan air dalam rencananya. Dan kebenaran tentang dirinya akan terungkap begitu saja.
__"Kakak, makanlah walau sedikit saja! kamu tidak bisa membuat dirimu kelaparan seperti ini!" Ucap Monica dengan nada lembut.
Dia memegang sebuah mangkuk yang berisi bubur, mencoba untuk menyuapi Rafael yang terbaring di atas kasur.
Rafael merasa muak dengan perlakuan Monica, tapi juga terlalu malas untuk meladeninya.
Rafael hanya membalikkan badannya dan menutupi wajahnya dengan selimut, dia merasa pening di kepalanya. Bagaimana tidak, hal pertama yang dia lihat saat terbangun adalah Monica.
Orang yang paling tak ingin dia lihat, entah mengapa Monica seakan memancarka aura negatif di sekeliling Rafael, mungkin itu hanya perasaan Rafael saja, namun tetap membuat Rafael tidak nyaman.
Melihat Rafael yang mengabaikan kebaikannya, membuat Monica mengerutkan wajahnya tanda tak senang, namun dia sebisa mungkin menahan perasaan tak sukanya itu.
"Kakak, jangan seperti ini! apakah Ayah dan Ibu tau tentang kondisi kakak?" Monica masih berusaha bersikap manis dan lembut.
Mendengar ucapan Monica, Rafael pun membuka selimutnya dan memandang Monica dengan dingin.
Deg.. jantung Monica berdetak karena terkejut, si Rafael ini selalu saja seperti ini, terlihat sedikit menakutkan jika sedang tak menyukai sesuatu.
"Apa? kakak tak ingin memberitahu mereka?" Monica segera mengembalikan kesadarannya, dan berusaha bersikap normal.
"Jangan berani kau melakukannya!" ucap Rafael sinis.
"Tapi kak.."
"Enyahlah dari sini! sekarang!" teriak Rafael dingin, kepalanya semakin terasa sakit jika terlalu lama bersama Monica.
Monica yang mendengar teriakan kasar Rafael tersentak kaget, dengan wajah cemberut, dia meletakkan mangkuk bubur dengan sedikit kasar.
'Tahanlah Monic, ini demi masa depanmu yang cerah' Monica berusaha menghibur dirinya sendiri dalam hati.
Dia berusaha menenangkan pikirannya, dan kembali memperlihatkan ekspresinya yang manis.
"Baiklah kakak, aku hanya khawatir padamu, aku akan keluar sekarang." ucap Monica dengan nada sedih.
Monica segera melangkah keluar kamar, meninggalkan Rafael dan menutup pintu secara perlahan.
'Sialan, Rafael ini benar-benar sulit untuk di dapatkan. Baru kali ini ada yang menolakku dengan sangat kasar!' Monica akhirnya hanya bisa mengutuk dalam hatinya, dia masih harus memikirkan cara lain untuk mendapatkan perhatian Rafael.