Wajah Jimin terlihat sangat tenang saat ia sedang tidur seprti saat ini, dan aku sungguh sangat menyukai wajah tenang Jimin yang terlihat tanpa beban pikiran sama sekali.
Setelah lima menit kutatap wajah Jimin kini pandanganku teralih pada ponselku tepatnya pada isi pesan yang kuterima kemarin mengenai kematian ibuku.
Sejujurnya aku tak pernah berfikir jika ada pihak ketiga yang membunuh ibu dengan begitu tegahnya karena awalnya aku hanya berfikir jika itu hanyalah kecelakaan yang dialami oleh ibuku akibat ketidak manusiawian dari Bos di tempat ibuku bekerja. Tapi sayang aku belum tauh pasti siapa Bos yang mempekerjakan ibuku itu.
Sejenak aku memikirkan pesan teror yang selalu aku dapatkan jika kulihat dari nomor pengirimnya ini sudah bisa dipastikan jika ada satu orang yang tidak suka dengan diriku dan orang itu yang pasti mengenal Jimin dengan sangat baik.
Tapi siapa? Aku tidak bisa menebak siapa pelaku sebenarnya. Rasanya aku ingin sekali berteriak karena sangking kesalnya. Tapi aku tidak bisa, aku hanya akan menggangu Jimin yang saat ini tertidur pulas, belum lagi ditambah dengan Jimin yang baru tertidur di jam 2 dini hari.
Kulihat Jimin saat ini sedang mengeliat di bawah selimutnya, dan perlahan membawa selimut tebal itu untuk menutup wajahnya yang terpapar sinar matahari yang dengan nakalnya masuk dicela-cela hordeng.
Perlahan tanganku terarah pada sinar matahari yang menerpa wajah Jimin, Kuhalagi cahanya itu dengan mengunakan telapak tanganku. Dan itu cukup membuat posisiku dan Jimin menjadi sangat dekat.
Aku sempat merasa heran dengan diriku sendiri mengenai hatiku yang selalu saja berdetak kencang saat berada didekat Jimin. Padahal kami sudah menikah cukup lama, hampir 5 bulan lebih tapi entahlah mungkin karena aura Jimin yang memang seksi dan menggoda, sehingga membuatku selalu saja merasa berdegup saat berdekatan dengan Jimin.
Dan sekarang jantungku kembali berdetak cepat, bukan karena jarakku saat ini dengan Jimin yang terbilang sangat dekat. Tapi karena mata sayu Jimin yang serasa menghipnoptis diriku. Jimin kau akan membunuhku dengan tatapanmu itu!.
Semakin lama tatapan Jimin semakin mendalam, dan jujur saja mata sayu Jimin sekarang benar-benar mengodaku. Aku bahkan sempat menelan ludaku sendiri karena merasa tergoda oleh Jimin.
Perlahan Jimin menarik tanganku yang tadi kugunakan untuk menghalagi sinar matahari yang menerpa wajah Jimin. Tanganku kini berada diwajah tampan Jimin, semakin lama ngengaman Jimin menjadi semakin erat.
"Bisakah aku melihatmu seumur hidupku?"
Gumam Jimin dengan suara seraknya.
Alisku sempat bertautan karena binggung dengan kalimat yang baru saja Jimin lontarkan, Pasalnya kalimat yang diucapkan Jimin itu seolah-olah mengisyaratkan sesuatu hal.
"Apa maksud ucapanmu?"
tanyaku dengan nada suara binggung.
Jimin tidak menjawab dan malah Jimin lebih memilih untuk menatap wajahku lama. Setelahnya Jimin melemparkan senyum hangatnya kepadaku dan beranjak mencium bibirku lembut. Sebelum akhirnya Jimin beranjak ke kamar mandi dan meniggalkan diriku yang masih binggung dengan semua ucapannya.
'Apa maksud dari ucapanmu itu Jimin'
'Apa sesuatu hal yang buruk akan terjadi pada pernikahan kita?'
'Dan jika memang itu akan terjadi maka aku berharap agar kita berdua bisa melewati semua itu dengan baik, tanpa harus mengucapkan kata perpisahan'
Setelah diam cukup lama diatas kasur ini, aku putuskan untuk pergi kedapur. Sesampainya aku didapur, aku langsung memasak sarapan pagi untukku dan Jimin. Hanya masakan sederhana yang selalu Jimin sukai.
"Kau membuat nasi goreng kimci?"
Tanya Jimin saat ia keluar dari kamar.
Kini Jimin perlahan berjalan kearahku dan sesekali ia mengapus keringat yang ada di pelipisku dengan tangannya.
"sarapan kesukaanmu"
Jawabku dengan senyum termanis.
Jiminpun membalas senyumku dengan sangat tulus, setelahnya Jimin membantuku menyiapkan beberapa hidangan pendamping yang nantinya akan kami santap bersamaan dengan nasi goreng kimci ini.
Waktu memasakpun berakhir dan kini kamipun sudah berada di meja makan sambil menyantap masakan yang kubuat. Awalnya aku takut Jimin tidak akan menyukai masakanku ini, berhubung karena tadi aku salah memasukan garam menjadi gula dan aku baru tersadar saat aku menyantap nasi goreng kimci buatanku ini.
Rasanya cukup manis dan itu membuatku tidak ingin memakannya lagi. Tapi sepertinya Jimin baik-baik saja menyantap masakanku ini atau mungkin Jimin takut aku merasa tersinggung sehingga ia dengan terpaksa menyantap habis masakanku ini.
"Bukankah itu tidak enak?"
tanya sambil menerka-nerka ekspresi Jimin yang terlihat menikmati masakanku.
"Ini enak, hanya sedikit kemanisan saja"
Jawab Jimin sambil menyuapkan satu sendok penuh kedalam mulutnya.
"Jangan memaksakan untuk memakannya jika tidak enak, kau hanya akan munta nantinya"
Ucapku tidak enak.
Jimin hanya membalas ucapanku dengan senyum dan setelahnya ia menghabiskan masakanku tanpa sisa sedikitpun. Bahkan Jimin memakan nasi goreng milikku yang tidak kuhabiskan karena rasanya tidak enak.
"Masakan istriku adalah yang terbaik"
Ucap Jimin disela-sela kunyahannya.
Tidak butuh lama bagi Jimin untuk mengabiskan dua porsi nasi goreng kimci itu. Karena sekarang kedua piring itu telah habis tak bersisa.
"Ayo bersiap-siap"
Ajak Jimin sambil berdiri.
Aku sempat terpelongok saat Jimin menyuruhku bersiap-siap. Memangnya kami akan pergi kemana sampai harus bersiap-siap. Lagi pula inikan hari kerja Jimin. Tidak mungkinkan jika Jimin ingin mengajku ke kantor.
"Kita akan ke kantorku"
Ucap Jimin yang sepertinya tauh apa yang ada didalam benakku.
"Untuk apa?"
tanyaku penasaran.
"Bukankah semua orang di kantorku harus mengenal dirimu?"
tanya Jimin sambil menarikku perlahan menuju kamar.
Aku hanya bisa menurut tanpa bisa berkata-kata. Kini aku sedang sibuk mencari pakaian yang menurutku pantas untuk aku kenakan di kantor Jimin. Tapi sanyangnya aku tak menemukan satupun pakaian yang menurutku cocok aku gunakan.
Kulirik jam tanganku yang telah menunjukkan pukul 10 pagi dan itu artinya aku sudah membuat Jimin terlambat cukup lama dari biasanya. Tanpa berfikir panjang lagi aku langsung mengambil sebuah kemeja berwarna cream lalu kupanduhkan dengan sebuah rok yang panjangnya sampai kebagian pahaku dan dibagian rok itu terdapat belahan di bagian belakangnya.
Akupun buru-buru keluar saat kurasa aku sudah siap. Kutatap Jimin yang saat ini juga sedang menatapku. Entahlah antara tatapan kagum atau merasa aneh dengan diriku.
"Kenapa, pakainku tidak bagusya?"
tanyaku dengan hati yang sedih.
"Tidak"
Jawab Jimin cepat sambil mendekat kearahku, merapikan rambutku yang terlihat berantakan.
"Apa yang dikenakan istriku selalu saja cantik"
Ucap Jimin lagi sambil mencium sekilas bibirku.
Itu berhasil membuatku tersipu malu. Buru-buru kututp wajahku yang mungkin sekaeang sedang memerah karena malu. Dan dengan cepat aku berjalan melintasi Jimin yang terlihat tertawa kecil dibelakangku.
*
Entah kenapa aku rasanya engan memasuki kantor Jimin, mengigat bahwa waktu itu aku pernah melihat Jimin bermesraan disini bersama dengan wanita yang bernama Hyejin itu. Sampai sekarangpun hatiku masih terasa sakit, walaupun Jimin sudah menjelaskan bahwa semua itu hanya salah paham. Tapi tetap saja aku tidak bisa melupakan kejadian itu.
"Ada apa?"
Tanya Jimin dari belakang.
Aku tidak menjawab pertayaan Jimin itu,dan kurasa Jimin tauh apa yang saat ini aku pikirkan. Kini Jimin sedang menyentuh kedua bahku dan menatapku dengan lekat.
"Kejadian yang kau lihat waktu itu hanya sebuah salah paham dan tidak lebih dari itu, aku mohon percayalah padaku"
Ucap Jimin sambil menyangkinku.
"Karena tidak ada wanita lain lagi yang kuinginkan dalam hidupku, Park Sena"
Ucap Jimin lagi sambil memelukku erat.
Kukuatkan hatiku untuk percaya pada semua ucapan Jimin barusan. Menurutku ucapan Jimin itu ada benarnya, jika semua persangkah buruk yang ada didalam diriku ini benar adanya jika Jimin ada hati dengan Hyejin. Sudah pasti Jimin akan meningalkanku dan memilih untuk hidup bersama Hyejin.
Tapi buktinya Jimin sampai sekarang masih bertahan denganku, dan bahkan jika ada sebuah masalah yang terjadi dalam pernikahn kami. Jimin selalu mencari cara dan solusi agar kami bisa menyelesaikan masalah itu dengan tenang.
Dan dapatku simpulkan bahwa Jimin memang mencintaiku bahkan sepenuhnya mencintaiku.
Kudorong perlahan tubuh Jimin yang masih memelukku sampai saat ini, Jujur aku sangat takut jika ada karyawan Jimin yang melihat kami dan berfikir yang tidak-tidak tentang Jimin.
Karena dari yang aku ketahui seorang pimpinan haruslah memberikan contoh yang baik bagi para karyawannya.
"Jangan takut jika karyawanku akan melihat kita seperti ini, karena aku yang berkuasa disini"
Bisik Jimin sambil menarikku menaiki lantai keruang kerja Jimin.
Ini adalah pertama kalinya aku melihat isi ruang kerja Jimin. Semuanya tertata rapi mulai dari rak untuk meletakan berkas. Sofa-sofa panjang yang ada disudut ruang tengah. Kemudian mesin pembuat kopi yang berada disudut pintu masuk.
Satu kata yang dapat kugambarkan dari ruanh kerja Jimin ini.
"Mengangumkan"
Gumamku dengan mata yang tak henti-hentinya menatap ruangan kerja Jimin.
"Tentu saja, suamimu ini memang sangat mengangumkan"
Puji Jimin pada dirinya sendiri sambil memeluku dari belakang.
"Jimin"
Ucapku perlahan seraya melepaskan pelukan Jimin.
Entah kenapa aku takut bermesraan dengan Jimin di dalam kantornya. Karena orang pasti akan berbicara yang tidak-tidak mengenai diriku. Terlebih tak banyak yang tauh jika aku ini adalah istri dari pria tampan bernama Park Jimin ini.
"Apa kau merasa risi?"
tanya Jimin sambil membalik tubuhku untuk mengahadap kearahnya.
Kini Jimin menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajahku, setelahnya ia menatapku dalam sebelum akhirnya ia menciumku dalam dan penuh gairah.
Ciuman itu berangsur lama dan semakin lama ciuman Jimin itu semakin mendesakku bahkan aku sampai tak bisa bernafas dan tubuhku bahkan sampai terhuyung terjatuh kalau saja Jimin tak singap menahan tubuhku.
Suara deringan telepon membuat Jimin harus menyudahi aktivitasnya, yang sepertinya masih mengiginkan ciuman itu. Karena itu terlihat jelas dimata Jimin yang samapai saat ini masih menatap bibirku.
Jimin perlahan melepaskan tangannya yang masih melingkar sempurnah dipinganku dan berjalan kearah meja setelahnya Jimin mengangkat telepon itu lalu kembali menatapku.
"Aku harus rapat, tapi aku masih mengiginkamu"
Ucap Jimin sambil merapatkan jarak diantara kami.
"Tapi aku berjanji setelah rapatku selesai, kita pasti akan melanjutkannya. Karena aku tauh kau juga meninginkanku"
Goda Jimin sambil memamerkan senyum mengodanya itu dan itu otomatia membuatku memerah karena malu.
Kukipas wajahku yang serasanua benar-benar memerah akibat perkataan Jimin barusan. Aku tak tauh jika pikiran Jimin akan seliar itu saat ia bercinta.
Kududukkan diriku disalah satu kursi panjang itu. Mataku menatap langit-langit ruangan Jimin. Kemudian aku tersenyum sendiri membayangkan betapa Jimin sangat mencintai diriki.
"Kenapa kau selalu bisa membuatku tergoda Jimin"
Gumamku sambil menatap isi pesan yang baru saja kuterima dari Jimin.
To: Sena
Siapkan dirimu, karena setelah ini aku pastikan kau mengiginkan permainan ini lagi dan lagi
Waktu telah berlalu cukup lama sekitar 1 jam dan Jimin belum juga kunjung kembali dari rapatnya. Untuk menghilangkan kebosananku aku berjalan mengitari ruang kerja Jimin yang sangat besar ini.
Ada banyak sekali novel yang berada di belakang sofa panjang ini. Dan semua novel ini adalah novel kesukaanku.
'Apa Jimin juga membaca semua novel ini ?'
tanyaku dalam hati.
Kubuka beberapa lembar novel yang saat ini sesang aku pengang, di dalamnya terdapat foto diriku dan Jimin yang diambil sewaktu kami kecan. Difoto itu aku dan Jimin terlihat sangat bahagia sekali bahakan lebih terlihat seperti pasangan muda yang sedang pacaran ketimbang suami istri.
Wajah tampan Jimin yang terlihat mudah di banding usianya bisa membuat siapapun salah paham dengan dirinya. Tak terkecuali diriku yang sampai saat ini selalu saja berfikir jika Jimin itu seusia dengan diriku padahal kenyataannya usia kami berbeda 3 tahun.
"Apa Jimin mengunakan ini sebagai pembatas buku?"
tanyaku penasaran. Karena dari setiap novel yang kulihat selalu saja ada foto kami berdua yang diselipkan disana.
Tatapanku kini teralih pada siluet wanita yang baru saja masuk kedalam ruangan kerja Jimin sambil mebawa sebuah berkas. Tapi wanita itu sungguh tak asing bagiku bahkan sekali melihatnya saja raut wajahku sudah berubah menjadi kesal.
"Apa yang dilakukan oleh wanita yang tidak mengerti bisnis seperti dirimu disini?"
Tanya Hyejin yang terkesan lebih meremehkan.
Awalnya aku berniat mengangap ucapan yang terlontar dari mulut wanita jahat itu hanyalah angin lalu tapi entah kenapa wanita itu seperti memancing iblis untuk keluar dari dalam diriku.
"Kanapa tidak menjawab, ahhh... aku mengerti kau datang kemari untuk melihat kemersaanku dengan Jimin kan?"
Tanya Hyejin asal tebak sambil duduk di kursi kebesaran Jimin.
Rasanya ingin sekali aku mencakar wajah Hyejin dan merobek mulutnya agar wanita berbisa itu tidak bisa lagi berbicara seenak jidatnya.
"Aku yakin Jimin sudah menceritakan padamu bahwa aku dulunya adalah pancar Jimin"
Ucap Hyejin lagi sambil menyentuh salah saru bingkai foto yang ada di atas meja kerja Jimin.
"Memang apa pedulinya aku, kau hanyalah masa lalu Jimin yang sangat ingin Jimin lupakan. Jadi Nona HYEJIN jangan mengangap dirimu berarti karena dibandingkan dengan diriku kau hanyalah sebuah debu halus yang telah disingkirkan oleh Jimin sejak lama"
Ucapku tegas, penuh penekanan dan terkesan memperingati.
Kulihat wajah Hyejin sekarang mengeras dan dengan kasarnya ia meletakan kembali figura yang baru saja ia pengang. Dan berjalan kasar melintasi diriku yang masih memasang wajah kesal padanya.
"Dan satu hal yang perlu kau ketahui Nona HYEJIN, seperti apapun dan bagaimanapun cara kau ingin mengancurkan hubunganku dengan Jimin. Itu tak akan pernah berhasil karena itu tak semudah membalikan telapak tangan!!"
Pringatku lagi yang berhasil membuat Hyejin berbalik menatapku dengan tajam.
"Mungkin ada satu hal juga yang harus kau ketahui NY. PARK SENA, bahwa kau tak lebih dari sebuah alat bagi Jimin!!"
Ucap Hyejin dengan penuh kemenagan sebelum akhirnya ia pergi meninggalkanku yang masih berusaha mencernah ucapannya barusan.
'Sebuah alat?'
Apa maksud ucapan Hyejin barusan, alat apa?. Aku terus memikirkan ucapan Hyejin yang terus saja terngiang giang didalam benakku sampai aku tak sadar jika Jimin sudah menghubungiku hampir 10 kali. Bahkan sampai Jimin masuk kedalam ruang kerja inipun aku masih tak menyadarinya.
"Sena"
Panggil Jimin perlahan sambil menyentuh sebelah pundakku. Otomatis aku langsung mengangkat kepalaku yang sedari tadi tertunduk.
"Ada apa?, apa kau sakit?"
tanya Jimin seraya memeriksa kondisi tubuhku.
Kugelengkan kepalaku dan sebisa mungkin tersenyum dihadapan Jimin.
"Aku tidak sakit, suasana hatiku hanya tidak baik saja sekarang"
Ucapku sambil menyakinkan Jimin tentang kondisiku.
Aku harap jawabanku ini tidak membuat Jimin terbebani. Karena aku tauh sifat Jimin bukanlah sifat yang hanya akan langsung dapat percaya dan menerima semua jawaban terutam jika itu menyangkut tentang diriku.
"Kau yakin?"
tanya Jimin memastikan.
Aku hanya menganguk sambil memamerkan senyum terbaikku pada Jimin. Jimin masih saja berlutur sambil mengengam kedua tanganku dengan erat.
"Jika ada masalah kau bisa menceritakan padaku, jangan dipendam"
Printah Jimin lembut setelah kami diam beberapa menit.
Lagi-lagi aku hanya mengelengkan kepalaku dan menatap Jimin dengan yakin.
"Kalau begitu, apa kau siap untuk melanjutkan aktivitas kita yang tertundah tadi?"
tanya Jimin memastikan.
Sejujurnya aku sempat terkejut dengan ajakan Jimin barusan, tapi aku tidak bisa menolaknya karena saat ini Jimin sudah duduk diatas pahaku sambil melumat bibirku dalam.
"Kenapa kau sangat mengodaku Sena"
Bisik Jimin di depan wajahku.
Aku hanya diam sambil mengatur kembali deru jantungku yang tidak karuhan ini.
"Seadanya aku bisa menjadikanmu seketarisku maka aku pasti akan selalu bisa menghabiskan setiap detik bersamamu"
Unjar Jimin lagi sebelum akhirnya Jimin kembali menciumku bahkan sekarang tangan Jimin mulai melepas satu persatu kancing pakaianku.
Tapi aktivitas kami kembali terhenti saat suara ketukan pintu membuat aku buru-buru mengancing pakaianku. Begitupun dengan Jimin yang terlihat frutasi sambil mengancing pakaiannya.
"Masuk"
ucap Jimin setelah ia dan diriku mengancing kembali pakaian kami.
Kulihat sosok pria yang baru saja masuk kedalam ruangan ini. Pria itu menatapku dengan dalam dan itu sontak membuat Jimin langsung berdehem tak suka.
"Jangan menatap istri orang lain, seolah dia adalah milikmu!"
Ucap Jimin tegas.
"Ada apa kau datang kemari!"
Tanya Jimin to the poin.
Raut wajah Jimin saat ini sangat kesal, dan aku tak perlu lagi bertanya pada Jimin mengenai alasanya bisa sesekesal itu. Karena jwabanya sangat simpel.
Pria yang sedang duduk di hadapan Jimin ini adalah saudara tiri Jimin yang tidak ia sukai, siapa lagi kalau buka Jung Hae In.
"Santai saja, aku hanya ingin memawarkan sesuatu padamu, dan kurasa kau akan tertarik dengan tawaranku ini"
Ucap Hae In menyakinkan.
"Tapi kita harus berbicara berdua, tanpa istrimu"
Kata Hae In lagi sambil menatapku dalam dan sesekali ia tersenyum padaku.
Jimin tak menjawab sedikitpun yang dikatakan oleh Hae In. Terlihat sekarang Jimin sedang berfikur keras.
"Jika kau memang ingin istrimu mendegarnya, maka tak apa. Akan kukatakan sekarang"
Ucap Hae In terkesan mengancam.
Raut wajah Jimin terlihat berubah tapi masih bisa ia kontrol dengan sangat baik sehingga aku masih tak bisa memahami kondisi saat ini.
"Sena-ah, bisakah kau pulang duluan. Ada bisnis yang harus aku bahas bersama dengannya"
Kata Jimin lembut sambil mengengam erar kedua tanganku.
Sejujurnya aku cukup kecewa dengan Jimin. Memangnya bisnis seperti apa yang akan Jimin bahas dengan Hae In. Bukannya wajar jika seorang istri mengetahui segalanya?.
Dengan berat hati aku berusaha menguatkan diriku agar tak terlihat kecewa didepan Jimin tepatnua di depan Hae In yang selalu saja memintaku untuk meninggalkan Jimin.
Karena aku ingin sekali memnuktikan bahwa aku percaya sepenuhnya pada Jimin.Dan menghapus pemikiran buruk Hae In mengenai Jimin yang dinilai tak pantas mendapatkan cinta dariku.
"Hyunsuk akan mengantarmu pulang"
Ucap Jimin lagi setelah ia menelepon orang untuk mengantarku yang kudegar merupakan orang terpecaya Jimin.
Kulangkahkan kakiku meninggalkan ruang kerja Jimin dengan cukup berat. Karena kalau boleh jujur saat ini benakku menyimpan banyak keraguan dan tanda tanya besar.
Tapi sudahlah jika memang Jimin mencintaiku dan tidak ada yang ingin ia tutup tutupi dari diriku maka aku yakin bahwa Jimin pasti aku menjelaskan semuanya padaku.
Sesampainya aku di besemen tempat parkiran mobil, kakiku berjalan menuju kearah mobil Jimin. Didepan mobil itu aku melihat seorang pria yang tanpa asing dihadapanku.
Pria itu membungkuk dan memberikan salam padaku, setelahnya aku dapat melihat dengan jelas wajah pria itu.
Tapi tunggu dulu, kenapa wajah pria ini tidak asing. Sepertinya aku pernah melihat wajahnya. Tapi dimana?.
Entahlah kurasa ingatanku sudah cukup memudar, sampai-sampai aku tak mengigat sosok pria yang ada dihadapanku ini. Tak ingin ambil pusing untuk menebak siapa pria yang ada dihadapanku ini aku putuskan untuk memintanya mengantarkanku kerumah.
Sesampainya aku di depan perkarangan rumah, pria itu dengan sopan membukakan pintu mobilku.
"Terima kasih"
Ucapku sopan.
"Saya harap hari anda menyenangkan"
Ucapnya dengan sopan.
Aku hanya tersenyum menangapi ucapan pria yang bernama Hyunsuk itu. Tapi semakin kuperhatikan wajah pria ini mirip seseorang dan seketika tubuhku membatu.
"Apa kau pria yang datang kemakam ibuku itu sambil menyerahkan amplop kepadaku?"
tanyaku sedikit ragu.
Aku harap pria ini bukanlah pria yang pernah kulihat itu, aku berharap jika pria yang merupakan kaki tangan Jimin ini bukanlah pria yang memberikan amplop coklat itu padaku.
Kalau memang pria ini adalah pria yang waktu itu, maka Jimin.....Jimin adalah orang yang menyebabkan ibuku meninggal.
To: Sena
Bagaimana, apa sekarang kau sudah tauh siapa pembunuh ibumu?
Seketika kubungkam mulutku saat melihat respon anggukan dari pria bernama Hyunsuk itu.
"Setengah itukah kau Jimin terhadap ibuku"
Gumamku di sela-sela tagis yang mengucur begitu saja.
Haii para readers fake wedding. Gimana dengan kelanjutan ceritanya tambah seru gak?
Aku harap kalian bakalan terus antusias untuk membaca cerita ini sampai habis. Dan aku tunggu bom votez koment dan ulasan dari kalian.
Jadilah pembaca yang tidak hanya membaca saja, tapi jadilah pembaca yang bisa menjadi nyawa bagi penulis kalian lewat koment, ulasan dan vote dari kalian.
Oh iya aku mauh kabarin ke kalian kalau aku ada buat novel baru judulnya Someday-Jk aku harap kalian bakalan suka
You may also Like
Paragraph comment
Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.
Also, you can always turn it off/on in Settings.
GOT IT