Merasa Tidak Nyaman
Disebuah Kerajaan Alexander, yang jauh tempatnya dari rakyat-rakyatnya di sana. Mereka hidup dengan damai, sejahtera, dan kaya akan tradisi. Di sini, di rumah orang bangsawan, bersama beberapa keturunan Kerajaan, melahirkan seorang putri yang bernama Lily Alexander. Putri kecil, mungil nun lucu itu mengubah suasana di kerajaan menjadi hangat. Namun karena Lily sangat senang bertingkah nakal, membuat sikap kedua orangtuanya, beserta anggota keluarga lain bersikap tegas dan sangat disiplin terhadap Lily sampai saat ini.
"Lily!"
Gadis itu itu menoleh, rambut panjangnya yang bergelombang terayun. Matanya menyipit saat dia mencari sumber suara, hingga membuat wajahnya yang dibingkai poni tebal tampak semakin imut.
Bibirnya yang dipulas liptint merah muda langsung membentuk garis lengkung begitu dia menyadari ibunyalah yang memanggilnya.
Lily berlari dengan rasa penuh bahagia, karena ini adalah hari kelima ia belajar berjalan untuk menjadi seorang putri di Kerajaan Altera. Kerajaan yang dipimpin oleh Raja Vale Alexander, yang dikenal sebagai pemimpin yang sangat bijaksana dan dicintai oleh seluruh rakyatnya.
Tak hanya itu, Raja Vale Alexander juga sangat ditakuti oleh kerajaan-kerajaan lain, karena keberaniannya dalam berperang. Lily menuruni anak tangga begitu cepat, seraya mengangkat gaun kecilnya, dengan diiringi suara sepatu khas anggota kerajaan. Terlihat ada beberapa putri yang sedang berlatih di sana, mereka begitu antusias untuk belajar cara berjalan seperti putri, karena sebentar lagi mereka akan beranjak dewasa.
"Selamat pagi, bundaku!" sapa Lily seraya tersenyum sumringah di depan ibundanya.
"Seorang putri tidak boleh bersikap seperti itu, ya!"
"Maafkan Lily, bunda," Lily memanyunkan bibirnya, lalu menundukkan kepalanya.
Alexandra Alice, nama dari Ibunda Lily pun tersenyum, "Ambil buku-bukunya, dan kita latihan lagi."
Lantas Lily mengambil beberapa buku tebal yang ada di lemari sana, lalu ia pun memberikan buku-buku tersebut kepada ibundanya. Setelah itu, ia meletakkan buku-buku tersebut diatas kepala Lily. Lily berdiri tegak dengan dagu sedikit menadah, disertai pandangan lurus dan fokus melihat ke arah yang ada di depannya. Ia mulai mengambil napas dalam-dalam, kemudian perlahan-laha ia berjalan ke arah depan dengan tenang.
"Begini, kan, bunda?" tanya Lily yang masih tetap fokus.
Namun, kefokusannya buyar seketika, karena ia terlalu merasa senang akan keberhasilan beberapa langkah yang baru saja sudah dicapainya. Membuat semua buku-buku yang tersimpan dikepalanya jatuh ke lantai.
Braaakk....
Alice menggelengkan kepalanya, karena Lily masih terlihat berjalan dengan begitu kakunya. Padahal sudah lima hari ia belajar berjalan layaknya seorang putri kerajaan, namun Lily tidak mendapat perubahan dari pembelajarannya selama lima hari itu.
"Kau ini, kenapa? Sudah lima hari masih kaku seperti robot. Buku-buku yang ada dikepalamu juga masih terjatuh. Sudah bunda bilang, bahwa kau harus fokus dalam keseimbangan diri," umpat bunda kesal.
Lily kembali menundukkan kepalanya, lalu ia mengambil buku-buku yang terjatuh dan kemudian ia letakkan sendiri buku-buku tersebut di atas kepalanya. Seperti biasanya, ia selalu mengambil napas dalam-dalam, setelahnya ia buang secara perlahan-lahan. Mencoba kembali dalam posisi keadaan tenang. Ia pun mulai melangkahkan kakinya untuk kembali berjalan. Setelah beberapa langkah cukup jauh, akhirnya ia pun berhasil melakukannya. Ini adalah suatu kebanggaan bagi Lily atas usaha belajar yang keras.
"Apa ini sudah berhasil?" tanya Lily dengan senyum simpul.
"Nanti kau belajar tata cara makan di meja makan bersama puti-puri yang lain," sahutnya datar. Lily hanya menganggukkan kepalanya saja.
Senyumannya memudar setelah ia mendengarkan ibundanya berbicara seperti itu dan kesalnya ia langsung pergi meninggalkan Lily begitu saja. Lily merasa kecewa dengan jawaban dari sang ibu. Namun kekecewaan itu terbalas karena ia mampu membuktikan bahwa kini ia dapat meningkatkan cara belajarnya.
Wanita kerajaan memang diinstruksikan harus selalu berdiri dan menuruni tangga dengan posisi dagu sejajar tanah. Ketika menuruni tangga, tangan mereka harus berada di samping mereka juga. Lily yang akan beranjak dewasa, harus dituntut untuk bisa melakukannya.
Sesungguhnya Lily anak yang pintar, mampu disiplin, namun karena ia sering mendapatkan sebuah sikap yang acuh, juga tegas dari keluarganya, membuat ia berkecil hati dan merasa tidak nyaman untuk hidup dibalik dinding kastilnya, walaupun ia terlahir sebagai seorang putri.
Ia pun semakin merasa tidak nyaman, karena disaat ia sedang dimarahi oleh bundanya, teman-teman di sana sering menertawakan dirinya. Tak hanya itu, ia juga selalu mendapat cibiran buruk atau tatapan sinis dari putri-putri lain. Yang bisa ia lakukan hanyalah diam dengan ejekan dan sindiran mereka.
Sebenarnya ia pun mampu untuk membalas mereka, namun hal itu tidak termasuk ajaran dari kedua orangtuanya. Karena, seorang putri kerajaan tidak diijinkan untuk membalas ejekan oranglain, walaupun itu hanya bercanda sekalipun. Itu bisa dianggap tidak baik dan juga merusak pencitraan nama baik keluarga kerajaan.
*****