Para tamu undangan larut dalam alunan musik yang di bawakan oleh seorang penyanyi papan atas semua bernyanyi dan bergoyang sesuai irama lagu, suasana begitu relax dan meriah.
Disudut ruangan yang minim pencahayaan Safira dan Ryuji terlibat pertarungan argumen, Safira terus menghujani kata- kata kasar pada Ryuji dan pria Jepang itu hanya menyangkalnya dengan pernyataan logis seorang pebisnis profesional.
"Apapun yang kamu katakan itu adalah bentuk dari kelicikanmu dan kamu hanya ingin mencari keuntungan lebih dengan pernikahan ini, lelaki sepertimu mudah sekali dijumpai didunia ini."
mendengar perkataan Safira, Ryuji terlihat sedikit emosional dia membalikan badan kearah Safira dan membuat tubuh langsing itu dalam sekejab berada dipelukanya. Sementara satu tanganya mendekap tubuh Safira tangan lainya ia gunakan memegang lembut dagu wanita berkulit kuning langsat itu, perlahan ia mendekatkan wajahnya. Safira memejamkan erat kedua matanya saat bibir tipis Ryuji hampir mendarat di bibirnya namun Ryuji tak melakukan apa yang difikirkan Safira ia sedikit menolehkan kepalanya dan berbisik "Ya, aku akan mendapatkan banyak keuntungan termasuk moment indah yang akan kuhabiskan bersamamu! bukan begitu?"
Ryuji membebaskan tubuh indah itu dari dekapannya, bibirnya menyeringai diiringi dengan lirikan mata penuh misteri dia membenahi jas yang ia kenakan dan meninggalkan ruangan itu dengan kata penutup yang melegakan Safira "Sayangnya aku harus sabar menantikan hari itu sampai aku kembali ke Indonesia."
Hari baru dimulai tanpa kehadiran Ryuji di kantornya, jelas hal ini membuat Safira sedikit bernafas lega bagaimana tidak sejak hari kedatangan Ryuji di perusahaanya dunianya seakan berputar tak beraturan. Masalah demi masalah datang silih berganti karena sikap angkungnya bahkan Safira harus merelakan dirinya menikahi orang paling ia benci untuk menyelamatkan perusahaan dan dirinya sendiri dari masalah yang ditimbulkan Ryuji.
"Idiiiih seneng banget yang mau nikah" ledek Silvi
Safira menyeruput kopi hangat ditanganya kemudia ia memamerkan barisan gigi putihnya "Kamu tahulah alasanku bisa kembali tersenyum pagi ini?"
"Karena gak ada Ryuji lagi di sini?"
"he'em..." jawabnya singkat sambil mengangkat kedua alisnya
Safira begitu menikmati hari -hari merdekanya tanpa bayangan Ryuji, dia kembali menjadi presdir yang memancarkan pesonanya sendiri mulai mengambil keputusan dan kebijakan besar untuk perusahaanya tanpa perintah Ryuji. Safira begitu bersemangat terlebih setelah mengetahui nilai kekayaan perusahaanya merangkak naik sejak penjualan produk kosmetik terbarunya, dia ingin sekali menunjukan pada Ryuji bahwa dia sanggup menggembalikan kestabilan perusahaanya sendiri dan terlepas dari bayangan pernikahan dengan lelaki berhati batu itu.
Seorang wanita berusia 45 tahun yang berdandan modern mengunjungi perusahaan Safira, wanita yang memasang wajah arogan itu didampingi satu sekertaris wanitanya dan dua orang lelaki bertubuh tegab yang berjalan di belakangnya.
"Selamat Safira... kudengar kamu telah menerima pinangan pengusaha muda kaya raya asal Jepang, benarkah itu?" kata wanita itu sembari memeluk dan mencium pipi Safira.
"Terimakasih Megia, maaf jika kamu harus mendengar hal tersebut dari media". Jawab Safira tenang
"Lihatlah .... keajaiban ini, sebelumnya kamu sangat membenci lelaki bahkan populasi karyawanmu didominasi oleh perempuan termasuk supir pribadimu tapi sekarang kamu akan segera menjadi milik seorang lelaki asal Jepang." kata-kata Megia begitu tajam menusuk hati Safira
Safira mengeraskan rahangnya dengan tatapan yang ia usahakan tetap tenang, dalam hatinya ingin sekali Safira melempar Megia keluar dari gedung ini tapi dia menekan gemuruh kemarahan itu dengan senyum terpaksa yang mengembang diwajah cantiknya.
"Permisi Bu. Megia... anda harus menghadiri rapat dengan Bapak Robert dari Australia". wanita bernama Megia itupun memberi aba- aba pada sekertarisnya untuk bersiap.
Megia mendekati Safira yang berada di meja kerjanya dan menyampaikan pesanya pada Safira "Akhirnya aku tahu dimana levelmu dan berapa hargadirimu." senyum meremehkanyapun mengarah pada CEO perusahaan kosmetik ini.
Safira memukul meja kerjanya dengan kepalan kedua tangannya, matanya berkaca-kaca mengingat perkataan Megia yang semakin membuatnya jijik pada hubungan yang akan segera terjalin antara dirinya dan Ryuji. Disaat yang sama bayangan sikap Ryuji padanya di pesta ulangtahun hotelnyapun menyapanya, ia teringat tatapan matanya, dekapanya, dan nafas Ryuji berebut oksigen membuat tubuhnya menegang.